KBR68H, Jakarta- Jaksa Penuntut KPK memberikan tuntutan tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap terdakwa korupsi proyek simulator SIM Djoko Susilo. Penambahan tuntutan ini rencananya bakal diterapkan terhadap terdakwa korupsi yang dituntut 5 tahun penjara. Ini kali pertama KPK menambah tuntutannya terhadap mereka yang telah menggarong uang negara. Mengapa ini dilakukan KPK dan efektifkah napi koruptor jera dengan tuntutan tambahan ini?
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan mengapresiasi upaya ini. Dahlan menegaskan, pencabutan hak politik ini bukanlah hal baru. Ia menegaskan, unsur pencabutan hak politik ini wajar untuk diberikan kepada koruptor.
“Hal itu juga disebutkan dalam pasal 10 huruf b, juncto pasal 35 ayat 1 angka 3 juga menyebutkan soal pidana tambahan yang dapat dikenakan terhadap pelaku pidana. Dan ini adalah wewenang majelis hakim untuk menentukan. Tetapi, yang menarik adalah ada dalam tuntutan turut dimasukkan ancaman pidana ini. Pemasukan pidana tambahan dalam tuntutan bagi koruptor adalah hal positif, dan patut diapresiasi. Unsur ini memang sudah harus dimasukkan, dan wajar pelaku korupsi diberikan sanksi tambahan. Irjen Djoko misalnya, adalah pejabat public. Jika mereka melakukan korupsi, artinya mereka telah mengingkari mandat sebagai pejabat public. Sehingga pencabutan hak politik ini adalah wajar, “ jelas Abdullah Dahlan dalam acara Reformasi Hukum dan HAM di KBR68H, Senin (26/8).
Abdullah menuturkan, pencabutan hak politik ini penting, agar mereka yang memiliki rekam jejak korupsi tidak lagi diberikan ruang lagi untuk menjadi pejabat public.
“Jika ingin menjadi pejabat public sudah seharusnya punya rekam jejak integritas yang baik, bukan sebaliknya. Pejabat yang sudah mengingkari mandate, maka jangan diberi ruang lagi untuk menjadi pejabat public. Ini merupakan bagian dari pemberian efek jera bagis siapapun pelaku korupsi. Jika ingin membina karir public yang bagus, maka jangan korupsi !,” tegas pria berkacamata ini.
Namun, Dahlan menyesalkan jika sanksi pencabutan hak politik harus diberlakukan kepada koruptor dengan ancaman hukuman tertentu. menurutnya, semua terdakwa bisa dikenakan sanksi ini mengingat problem korupsi akut yang saat ini sedang dihadapi. Dahlan berharap, tuntutan perdana upaya pencabutan politik bisa dikabulkan oleh hakim Tipikor.
“Sanksi terhadap pelaku korupsi tidak boleh tebang pilih. Karena, sanksi pidana sering kali tidak memberikan efek jera, apalagi sanksi pidana yang ringan. Tuntutan besar, namun vonis sering kali rendah, bahkan ada yang bebas. Sanksi tambahan ini penting untuk memberikan suatu dampak agar siapapun yang melakukan ada konsekuensi logis kalaupun dia akan menjadi pejabat public, sehingga ada pencabutan hak politik tadi. Efektif atau tidak cara ini harus dicoba lebih dulu. Sudah saatnya dalam sistem hukum kita menyertakan soal sanksi tambahan bagi pelakuk yang efek kejahatannya sudah sangat luar biasa. ”
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak jika jika upaya pencabutan hak politik masih berupa gagasan, tapi sudah dilakukan. Wakil ketua KPK, Bambang Widjojanto menjelaskan, pemberantasan korupsi harus dilakukan untuk cara-cara yang bisa menjerakan. Namun, hal ini butuh proses dan dinamika yang terus berkembang. Kata Bambang, ada tren politik yang berubah, karena dimasuki oleh koruptor.
“Ada hal menarik dengan bergabungnya koruptor dengan partai politik. Kan yang mengerikan nanti jangan sampai isinya lembaga yang harus kita dorong terus menerus, kita jaga kehormatannya itu bermasalah gara-gara itu. Menurut kami ini adalah bagian dari kontribusi lembaga KPK untuk terus menerus bersama dengan teman-teman partai politik untuk menjaga kehormatan lembaga itu, “ tegas Bambang.
Upaya ini, ujar Bambang, tak akan berhenti hanya kepada terdakwa perkara simulator sim, Djoko Susilo.
“Mestinya begitu, tidak ada berhenti. Jadi, begitu layar terkembang, pantang surut ke belakang.”ujarnya.
Bambang berharap, dengan adanya proses ini, seluruh penegak hukum lain juga terdorong melakukan hal yang sama. Sanksi bagi koruptor, ujarnya, selama ini hanya berpijak pada kerugian negara. Tapi, dampak kerugian akibat koruptor itu tidak pernah dihitung. Gagasan penghitungan kerugian ini yang saat ini sedang dikonsolidasikan.
“Yang saya ingin kemukakan yang ketiga ia, ada beberapa gagasan lain yang sebenarnya saat ini sedang dikonsolidasikan oleh KPK. Misalnya begini, selama ini, kalau bicara mengenai sanksi dalam tindak pidana korupsi, itu kita selalu hanya berpijak pada kerugian negara, misalnya, kan. Tapi, dampak kerugian akibat koruptor itu tidak pernah dihitung. Itu yang dipersoalkan hanya suapnya itu, yang menyebabkan dia memperoleh hak penguasaan hutan, “ tegas Bambang Widjojanto dalam program Reformasi Hukum dan HAM, KBR68H, Senin (26/8).
Menurut Bambang, kejahatan korupsi sama dengan kejahatan HAM. Gagasan pemberian efek jera tersebut saat ini sedang dibahas KPK. Untuk itu aturan hukum dan UU harus diperkuat.
“Korupsi memberikan dampak tidak hanya pada negara, tapi juga kemanusiaan. Kenapa tidak juga pasal-pasal yang berkaitan dengan hak-hak budaya dan sosial yang menjadi hak dalam pembangunan harusnya juga menjadi bagian penting dalam mendakwa seseorang.
Selain, itu koruptor kebanyakan selain menyimpan uangnya, itu juga melakukan kebohongan dalam konteks pajak. Bisa ngga sih ini dilakukan secara bersamaan gitu, supaya lebih cepat dan efisien. Ini yang sedang terus dikembangkan KPK, dan masukan dari berbagai unsure masyarakat sangat penting. Sementara KPK terus mengambil inisiasi untuk konsolidasi gagasan untuk memperberat sanksi.”katanya.
Bambang menyebutkan, yang dirumuskan dalam dakwaan itu dalam butir ke empat disebutkan dengan pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu untuk memilih dan dipilih dalam jabatan public. Bambang meminta masyarakat untuk ikut aktif mengawasi pejabat public yang sudah dicabut haknya namun masih berkecimpung, untuk melaporkan hal itu.
“Jadi ini bukan jabatan politik saja, tapi lebih luas lagi dalam jabatan publik. Jabatan politik itu salah satu jabatan publik. Memang kami meminta pencabutan jabatan publik seumur hidup, tapi ada putusan Mahkamah Konstitusi yang membatasi hanya dalam periode lima tahun. Namun, yang harus kita cek dalam putusan itu khusus berkaitan dengan hak politik, apakah itu termasuk dengan jabatan publik? Ini yang masih menjadi perdebatan. Kami inginnya seumur hidup!, “ tegasnya.
Upaya pencabutan hak politik ini disambut baik oleh Komisi Hukum DPR, Eva Kusuma Sundari. Kata dia, jika memang ini ada dasar hukumnya maka tinggal dipantau saja pelaksanaannya. Eva juga mengaku geram ketika melihat orang yang baru keluar dari penjara masih menjabat jabatan penting.
“Hal ini tidak bagus bagi pendidikan politik. Karena, kenapa orang yang sudah dikapokkan kok masih dimanja. “
Namun, hal ini harus ditegaskan kembali dalam UU yang berkaitan, misalnya UU tentang PNS, terutama untuk jabatan public. Eva juga menyesalkan lemahnya aspek-aspek antikorupsi di berbagai perundang-undangan.
“Aspek korupsi belum menjadi asas, atau komitmen politik semua pihak. Kita paham jika desain itu UU itu tidak mengintegrasikan HAM, tidak mengintegrasikan antikorupsi seperti saling meniadakan, yang satu dikencengin, yang satu dikendorkan. Belum ada check list frame work di dalam proses pembuatan legislasi. Dan ini jadi tantangan ke depan. Politik hukum kita memang masih lemah untuk untuk frame worlk lega drafting kita terutama untuk mengintegrasikan hal-hal yang berdampak pada transformasi masyarakat, terutama terkait isu akuntabilitas,” keluhnya.
Editor: Doddy Rosadi
KPK: Hak Politik Koruptor Layak Dicabut Seumur Hidup
KBR68H, Jakarta- Jaksa Penuntut KPK memberikan tuntutan tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap terdakwa korupsi proyek simulator SIM Djoko Susilo.

BERITA
Selasa, 27 Agus 2013 09:12 WIB


kpk, hak politik koruptor, dicabut seumur hidup, bambang widjojanto
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai