Bagikan:

Ekonom: Saatnya Pejabat Negara Menjual Dolar Mereka!

KBR68H, Jakarta - Rupiah masih melemah terhadap dolar Amerika. Harga kedelai naik, karena sebagian besar diimpor. Belum lagi yang lain, misalnya elektronik yang kenaikannya antara 15-20 persen.

BERITA

Rabu, 28 Agus 2013 15:59 WIB

Author

Doddy Rosadi

Ekonom: Saatnya Pejabat Negara Menjual Dolar Mereka!

pejabat negara, jual dolar, rupiah

KBR68H, Jakarta - Rupiah masih melemah terhadap dolar Amerika. Harga kedelai naik, karena sebagian besar diimpor. Belum lagi yang lain, misalnya elektronik yang kenaikannya antara 15-20 persen.  Beberapa hari belakangan muncul usulan supaya para pejabat negara, salah satunya Presiden, menjual kekayaan mereka yang berbentuk dollar sebagai langkah penguatan rupiah yang sudah menyentuh Rp 11 ribu. Apakah anjuran pejabat negara menjual dolar punya dampak yang besar terhadap nilai tukar rupiah? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Irvan Imamsyah dengan ekonomi Tony Prasentiantono dalam program Sarapan Pagi

Banyak pejabat yang pegang dollar tapi sepertinya mereka tidak melepas dollar untuk meyakinkan masyarakat untuk memperkuat rupiah ya?

Iya saya sepakat dengan Faisal Basri. Terutama krisis 1998 saya kira banyak orang yang memiliki aset kekayaan dalam bentuk dollar. Saya kira dalam jumlah tertentu masuk akal karena kita kadang-kadang harus mendadak ke luar negeri atau harus berobat. Tetapi ada batas-batas kepatutan, tentunya beda level akan beda kepemilikannya. Intinya saya kira semua pihak harusnya berusaha untuk menekan serendah mungkin kebutuhan dollar atau menyimpan dollar itu. Katakanlah dia punya kekayaan 100 barangkali 90 dia pegang rupiah yang 10 bisa dollar, euro dan sebagainya, komposisinya mestinya seperti itu. Saya kira ini saatnya bagi para pemimpin terutama presiden, menteri, gubernur itu untuk menunjukkan pada rakyat dia menjual dollar di konter-konter bank kemudian diliput media massa. Sehingga himbauannya itu tidak hanya sekadar bicara tetapi langsung dengan aksi, satu teladan.

Tapi apakah dengan para pejabat berbondong-bondong menjual dollar akan ada perubahan yang signifikan terhadap penguatan rupiah atau mungkin bukan nilainya yang penting?

Saya kira keteladanannya ya itu yang dipentingkan. Tapi di sisi lain saya merasa Bank Indonesia ini terlambat memanfaatkan momentum meeting dewan gubernur tanggal 15 Agustus yang lalu. Jadi ada hal-hal yang sifatnya sentimentil keteladanan pemimpin melepas dollar, tapi di sisi lain ada juga kebijakan yang menurut saya sangat fundamental yang tidak dilakukan oleh BI yaitu menaikkan BI Rate dengan berbagai alasan. Tapi saya menduga mungkin Gubernur Bank Indonesia sekarang karena baru tidak ingin mendapat stigma bahwa dialah yang menjadikan rezim suku bunga tinggi. Karena sebelumnya Pak Darmin cukup berhasil menjalankan rezim suku bunga rendah. Jadi ada psikologi dia tidak ingin dicap sebagai pencipta rezim suku bunga tinggi. Tapi menurut saya mau Pak Agus, Pak Darmin atau siapa pun yang jadi Gubernur Bank Indonesia di situasi seperti sekarang peluru yang paling besar untuk menghantam atau mengurangi tekanan depresiasi rupiah adalah kenaikan suku bunga. Tapi itu tidak dilakukan dan ketika tidak dilakukan padahal ekspektasi pasar sedemikian tinggi maka pasar kecewa. Kemudian pemerintah menjanjikan ada paket kebijakan, ternyata paket yang diluncurkan hari Jumat lalu itu semuanya jangka menengah dan jangka panjang yang tidak akan bisa berpengaruh cepat. Sehingga pasar merespon sangat negatif, kemarin rupiah mencapai Rp 11.300 lebih sementara IHSG di bawah Rp 4.000 karena orang berpikir inilah saatnya untuk menjual harga saham, mumpung belum lebih rendah dan uangnya ditukar dengan dollar. Jadi terjadi perpindahan portofolio atau aset dari memegang saham menjadi memegang dollar.

Tapi ada juga yang menyarankan BI tidak menaikkan suku bunga karena khawatir inflasi bagaimana?

Tapi kalau dollar tinggi inflasi juga. Karena kita tidak punya cukup ketahanan struktur ekonomi, ekonomi kita sangat sensitif terhadap nilai tukar. Karena hampir semua aktifitas kita mengandung barang impor, mulai barang modal yang diperlukan pabrik sampai kita punya gadget, sepatu, mobil itu semua kandungan impornya tinggi. Jadi sebetulnya pilihannya adalah kalau suku bunga dinaikkan itu akan menghambat laju ekspansi kredit. Tetapi kalau itu dibiarkan, tidak dinaikkan BI Rate dollar akan menguat tanpa kendali. Kalau sekarang Rp 11.300 otomatis orang akan berpikir besok Rp 12.000 berpikir lagi minggu depan Rp 15.000 dan itu akan menjadi spiral effect yang sangat fatal.

Kira-kira berapa kenaikan suku bunga yang pantas?
 
Sebetulnya ekspektasi pemegang rupiah atau deposito itu mestinya suku bunga mendekati level inflasi, inflasi kita sekarang ini 8,61 persen year on year. Katakanlah ekspektasi inflasi kita sampai akhir tahun itu mungkin antara 8 persen sampai 8,5 persen, tentunya mereka berharap BI Rate 8 persen. Tetapi kalau mendadak Bank Indonesia menaikkan dari 6 persen jadi 8 persen maka akan panik dan tidak baik juga. Jadi menurut saya kenaikan itu harusnya dilakukan secara pelan-pelan dan dicicil. Mestinya pada pertemuan lalu jadikan 7 persen lalu bulan berikutnya jadi 7,25 persen dan seterusnya.
 
Apakah perlu ada aturan khusus tentang pembatasan kepemilikan dollar bagi pejabat atau masyarakat?

Saya kira mungkin kalau itu dilakukan kesannya panik, lebih baik itu lebih ke keteladanan saja. Jadi misalnya presiden melepas dollar di Bank Mandiri, disusul lainnya.

Soal posisi rupiah yang melemah beberapa orang bilang ini akan seperti krisis 1998. Apakah memang akan mengarah kesana pada akhirnya?

Saya masih percaya ini tidak seperti yang tahun 1998. Meskipun kalau kita lihat beberapa indikator ekonomi secara objektif ada beberapa kemiripan. Misalnya soal utang luar negeri, tahun 1998 kita ini perdagangan masih surplus tapi tahun ini kita sudah defisit, tahun ini perkiraan saya defisitnya sekitar 6 miliar US Dollar. Kemudian yang agak mirip adalah utang luar negeri, waktu itu kombinasi pemerintah dan swasta sekitar 130 miliar dollar AS. Kalau sekarang kombinasi pemerintah dan swasta utang luar negerinya 250 miliar dollar AS, ini agak mirip. Perbandingannya adalah wkatu itu 130 miliar US Dollar cadangan devisa kita hanya 20 miliar dollar AS. Sekarang utang 250 miliar dollar AS cadangan devisa kita posisi terakhir masih 92 miliar dollar AS. Jadi kalau dari sisi itu meskipun agak mirip posisi kita sekarang lebih baik. Kemudian dari sisi perbankan jauh lebih baik sekarang, perbankan ini strong artinya minimal perbankan bukan pintu masuk krisis, saya yakin bukan di perbankan.

Kalau begitu apakah kita perlu segera menimbulkan rezim devisa bebas supaya rupiah tetap terkendali?

Kalau rezim devisa bebas dihilangkan saya khawatir pernah kejadian di Thailand itu kemudian menimbulkan kepanikan. Saya kira yang perlu dilakukan monitoring-nya harus lebih ketat lagi, misalnya orang membeli dollar juga harus dilacak seberapa besar kuotanya, peruntukannya jelas atau tidak.                              

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending