Bagikan:

Desa Ini Mampu Melawan Dampak Perubahan Iklim

Banyak jalan menuju Roma. Pepatah yang berarti banyaknya cara untuk menggapai tujuan itu juga berlaku untuk urusan pengurangan dampak perubahan iklim. Selain upaya jual beli karbon, program pro iklim juga digiatkan untuk mengurangi kerentanan dampak perub

BERITA

Kamis, 08 Agus 2013 16:49 WIB

Author

Nurika Manan

Desa Ini Mampu Melawan Dampak Perubahan Iklim

Desa Mekar Jaya, Cianjur, Jawa Barat., Perubahan Iklim

KBR68H, Jakarta - Banyak jalan menuju Roma. Pepatah yang berarti banyaknya cara untuk menggapai tujuan itu juga berlaku untuk urusan pengurangan dampak perubahan iklim. Selain upaya jual beli karbon, program pro iklim juga digiatkan untuk mengurangi kerentanan dampak perubahan iklim. Program berbasis masyarakat tersebut telah diterapkan sejumlah desa di Indonesia. Salah satunya Desa Mekar Jaya, Cianjur, Jawa Barat.

Cuaca yang tak bisa ditebak menjadi salah satu dampak perubahan iklim. Akibatnya, panen tak lagi bisa diprediksi. Penghasilan petani dan nelayan turun. Tujuan mulia Desa Proklim lebih maju dari sekedar mengurangi dampak perubahan iklim, tapi lebih mengarah kepada pelestarian lingkungan

Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF/Civil Society for Climate Justice) sejak 2007 silam telah menyuarakan soal adaptasi dan mitigasi terkait dampak perubahan iklim kepada pemerintah. Namun hingga kini, Koordinator CSF Mida Saragih menilai belum ada kemajuan secara signifikan dalam penanganan perubahan ikllim. Kata dia, upaya pemerintah menyikapi dampak perubahan iklim hanya bersifat reaktif dan berlaku sementara.

"Misalnya seperti nelayan yang tidak bisa melaut selama empat bulan lebih sehingga harus menjual apapun agar bertahan hidup. Lantas Kementerian Kelautan memberikan beras, padahal besok-besok, tahun depan dan setelahnya akan berlangsung lagi cuaca ekstrim," Mida Saragih memaparkan.

Mida menambahkan, pemerintah selama ini belum memiliki gambaran soal inovasi mengurangi kerentanan dampak perubahan iklim. Mestinya, pemerintah menawarkan program yang mendukung inisiatif masyarakat. Selama ini, yang terjadi, konsep pemerintah hanya berkutat pada teori tanpa mau memahami persoalan di bawah-dalam masyarakat.

"Konsepnya masih sangat mengawang-awang. Mestinya bukan dari atas dibawa ke bawah, tapi dari bawah menuju atas," jelas Mida.

Desa yang Patut Dicontoh

Desa Mekar Jaya di Cianjur, Jawa Barat adalah salah satu desa yang patut dicontoh dalam upaya hidup bersandingan dengan alam. Jauh sebelum Program Proklim dikenalkan, warga telah terlebih dulu menanamkan sikap menghargai alam.

"Karena kalau, leuwong utuh masyarakat lintuh. Kalau misalnya hutan kita terjaga baik oleh masyarakat kita sendiri, maka kesejahteraan masyarakat juga meningkat," Kata Kepala Desa Mekar Jaya, Iwan.

Telah ada kelompok yang beranggotakan warga desa sejak 2003 silam. Kelompok itulah berikhtiar melawan usaha perambahan hutan.

"Kalau di daerah Mekar Jaya, daerah kami berbatasan langsung dengan cagar alam. Sebelum dikenalkan dengan proklim, kami membentuk kelompok untuk pencegahan perambahan hutan. Kami juga memanfaatkan sumber daya alam tapi tetap menjaganya. Misalnya air, itu bisa digunakan untuk pengairan dan penerangan," cerita Iwan.

Dua tahun berjalan, Program Desa Proklim diakui Iwan membawa keuntungan sekaligus energi baru dalam ikhtiar menjaga alam.

"Daerah kami ini jauh dari keramaian kota, sampai saat ini taraf hidup desa kami tidak pernah kekurangan makan. Salah satunya karena ada faktor penunjang penguatan ekonomi dari program proklim, ya salah satunya listrik. Karena kalau kita jangkau dengan PLN, desa kami belum terjangkau sama PLN," cerita Kepala Desa Mekar Jaya tersebut.

Bagaimana Seharusnya Pemerintah Bersikap?

Jembatan untuk mengurangi kerentanan dampak perubahan iklim inilah yang seharusnya dibangun oleh pemerintah, kata Mida Saragih. Pemerintah perlu menghubungkan kondisi riil inisiatif masyarakat di lapangan dengan konsep pemerintah.

"Pemerintah sebenarnya punya tugas lebih ringan dengan kondisi masyarakat yang sudah punya inisiatif. TInggal memahami siklus hidup petani atau nelayan. Mengenali siklus hidup masyarakat, kemudian inisiatif mereka diterjemahkan dalam praktik-praktik yang bisa direpetisi di tempat lain. Jika telaten mempelajari pengetahuan di tingkat lokal dan menerjemahkannya. Maka perubahan di tingkat desa akan terjadi," ungkap Mida.

Kearifan lokal menjaga alam, lanjut Mida, nantinya bisa dituangkan ke dalam peraturan desa. Mida mencontohkan, di sebuah daerah di Kalimantan, masyarakat akan menanam satu pohon untuk setiap kelahiran. Dengan begitu masyarakat tidak akan seenaknya menebang pohon. Karena pohon, tempat kehidupan dan kematian.

"Ikatan budaya bisa mengatasi kerentanan dampak perubahan iklim. Kalau ikatan budaya antar masayarakat dengan alam itu terlepas, seperti sekarang, ya tanah dianggap sebagai komoditas, sementara masyarakat adat menganggap tanah itu adalah hidup mereka. Kalau tanah tidak ada, mereka tidak hidup. Cara berpikir inilah yang harus dijadikan mainstream supaya tetap menjaga tanah menjaga alam, menjaga hutan, menjaga sumber air kita," kata Mida.

Desa seperti Mekar Jaya ini masih belum banyak. Praktik keseharian yang terintegrasi dengan sikap mereka menghargai alam memang perlu dilipatgandakan. Selain menularkan kearifan lokal, pemerintah juga harus mengubah kebijakan yang merugikan masyarakat dan alam.

"Misalnya KLH dan ESDM tidak bisa tutup mata dan mulut membiarkan pertambangan dan ekspansi perkebunan. Sekarang ini kebijakan tidak terlebih dulu bertanya kepada rakyat. Posisi yang seharusnya adalah pemerintah melayani masyarakat. Kasusnya sekarang justru terbalik. Mana pernah pemerintah tanya: apakah masyarakat butuh tambang?" ungkap Mida Saragih.

Jika itu dibiarkan, yang terjadi justru adalah ketidakseimbangan alam. Praktik pertambangan dan industri merupakan dua komponen yang memperparah cuaca ekstrim di Indonesia. Masyarakat bisa ikut memberi masukan atau bahkan menolak jika tak setuju. Negara telah menjamin pengelolan sumber daya alam sebesar-besar adalah untuk kepentingan rakyat. Selain itu, Undang Undang juga mengatur hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat.

"Kalau tadi Pak Iwan mengatakan masyarakat tidak bisa apa-apa. Justru sekarang masyarakat bisa apa-apa. Dalam proses sebelum ada izin baru untuk pertambangan dan industri lainnya, masyarakat punya andil besar apakah usaha itu diizinkan atau tidak," tambah Mida.

Pemerintah sudah tentu memiliki riset pemetaan daerah tertinggal dan rentan; mana yang harus diadaptasi dan mana yang perlu dimitigasi. Namun, hingga kini kajian itu hanya tersimpan saja. Yang menjadi pekerjaan rumah saat ini adalah menyambungkan inisiatif masyarakat dengan pemerintah untuk bisa saling bertemu. Sehingga kelak ada sinkronisasi antara kebijakan dan praktik di lapangan.

Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending