KBR68H, Jakarta - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) masih menemukan makanan untuk buka puasa atau takjil yang mengandung bahan berbahaya. Dari uji sampel yang dilakukan, terdapat 13,16 persen jenis makanan yang mengandung bahan berbahaya. Sampel ini diambil di pasar tradisional, toko, pasar swalayan, hingga tempat-tempat yang khusus menjual makanan berbuka. Kenapa masih banyak makanan yang mengandung bahan berbahaya dijual di tempat umum? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Arin Swandari dengan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Roy Sparingga dalam program Sarapan Pagi.
Apa ciri-ciri dari makanan yang mengandung bahan berbahaya?
Kalau melihat tren tiga tahun terakhir sebenarnya menurun. Dua tahun yang lalu sekitar 21 persen, tahun lalu 18 persen, dan tahun ini sampai minggu ketiga menjadi 13 persen. Tetapi kalau lihat tren mingguannya sebetulnya minggu pertama 17 persen, minggu kedua 15 persen, dan minggu ketiga 13 persen. Apa yang harus kita perhatikan sebetulnya tidak semua berbahaya, hanya beberapa makanan itu-itu saja yang selalu muncul yang sering ditambah bahan berbahaya. Tahu itu selalu, karena makanan buka puasa banyak mengandung tahunya, tahu sering kita temui tercemar ditambah bahan berbahaya. Mi basah juga, selalu saja makanan yang mengandung mi basah hampir kami ambil sampelnya ada formalin.
Bagaimana kemudian supaya kita aman dari makanan yang mengandung bahan berbahaya?
Sebaiknya menghindar makanan apa saja yang mengandung mi basah. Bikin sendiri lebih bagus atau bahan bakunya mi kering diseduh terus diolah itu aman. Tetapi kalau sudah bahan bakunya mi basah hampir pastilah, itu sering kita temukan. Terus makanan-makanan yang berwarna mencolok biasanya mengandung pewarna tekstil, kerupuk sering ditambahkan boraks makanya crispy. Itu masalah yang kami kumpulkan selama tiga minggu ini, gambarannya seluruh nasional 13 persen tetapi di Jakarta relatif lebih tinggi karena memang makanan buka puasa di Jakarta marak sekali usaha-usaha ini.
Badan Pengawas Obat dan Makanan ini wewenangnya pengawasan, punya wewenang lain misalnya tindakan begitu?
Sebetulnya kewenangan kami adalah pengawasan itu pangan olahan. Tetapi kami berwenang juga untuk ambil sampel mengujinya semua makanan yang beredar, baik itu segar sampai olahan. Itu kalau kita temukan pangan-pangan siap saji, pangan-pangan segar, pangan-pangan yang dijual di pinggir-pinggir itu kita tahu dan itu kita sampaikan kepada Dinas Kesehatan untuk ditindaklanjuti. Tetapi kalau pangan olahan yang nomor izin edarnya dari Badan POM yang beregistrasi MD dan ML, ML itu makanan impor, MD makanan-makanan pabrikan dalam negeri. Kecuali industri rumah tangga pangan itu yang mengeluarkan izin, pembinaan, pengawasan sebenarnya adalah pemerintah daerah.
Kalau izinnya Badan POM bisa diperintahkan untuk dimusnahkan?
Kalau dimusnahkan kami bisa. Apapun kalau itu sudah beredar dan terbukti beresiko berbahaya kita mempunyai kewenangan untuk memusnahkan.
Dari tahun ke tahun selalu ada walaupun ada tren menurun. Apakah ini tidak bisa dengan salah satu terobosan misalnya melarang beredarnya barang-barang tadi?
Masalahnya bahan-bahan tadi sebenarnya multifungsi dibutuhkan untuk industri, untuk keperluan lainnya. Sebetulnya sudah diatur tata niaga dengan Permendag No. 44 Tahun 2009 jadi importir harus terdaftar, distributor harus terdaftar, dan produsen harus terdaftar. Yang masih lost adalah retailer, kalau distributor ya kita awasi dia mendistribusikan kemana itu lebih mudah. Tapi begitu sampai ke pengecer yang kecil-kecil ini harus diawasi oleh pemerintah daerah, sehingga kami dalam waktu dekat terobosannya adalah SKB Menteri Dalam Negeri dan Kepala Badan POM akan dikeluarkan secepat mungkin. Inilah yang menjadi payung hukum bagi pemerintah daerah mengeluarkan perda.
SKB itu seperti apa ketentuannya?
Surat Ketentuan Bersama yang mana intinya meminta kepada pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan. Pengawasan terpadu di daerah masing-masing, dalam hal ini Badan POM akan membantu bersama-sama pemerintah daerah. Jadi dinas-dinas terkait perdagangan Disperindag, kalau di daerah itu bersama-sama kita akan melakukan pengawasan dan kami harapkan pemerintah daerah juga melakukan pembinaan. Pertama harus teregistrasi, kedua diawasi itu didistribusikan kepada mereka yang berhak. Jadi kalau orang beli ditanya dokumen apa, kebutuhannya berapa, dan itu harus tercatat, kita juga harus verifikasi benar atau tidak. Jadi ini implikasinya besar karena nanti akan dikeluarkan perda-perda, pemerintah daerah akan mengalokasikan bentuk anggarannya untuk mengawasi ini. Selama ini tidak karena tidak teralokasikan.
Kebanyakan apa yang diperintahkan kepada pemerintah daerah sulit terlaksana ketika tidak ada sumber daya yang cukup di pemerintahan daerah, juga dana. Bagaimana mengantisipasi ini?
Sebenarnya bukan dana ya. Pemerintah daerah sebenarnya mampu tinggal prioritasnya, karena punya anggapan bahwa kalau Kementerian Perdagangan bukan urusan wajib, ini yang berbahaya. Padahal kalau sudah disalahgunakan ini menjadi masalah kesehatan, masalah kesehatan itu urusan wajib. Maka itu implikasinya menjadi urusan wajib, pemerintah daerah harus melakukan pengawasan ini.
Kapan kira-kira?
Kalau sudah draft final.
Tahun ini juga?
Iya jelas, moga-moga setelah lebaran bisa terlaksana.
BPOM: Hindari Makanan yang Mengandung Mi Basah
KBR68H, Jakarta - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) masih menemukan makanan untuk buka puasa atau takjil yang mengandung bahan berbahaya.

BERITA
Jumat, 02 Agus 2013 14:42 WIB


makanan, bahan berbahaya, mie basah, BPOM
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai