KBR, Jakarta – Baru-baru ini LSM lingkungan WALHI melakukan survei berjudul “Status Lingkungan Hidup Indonesia dalam Opini Publik”. Survei ini berupaya mencari pendapat masyarakat soal apa yang mereka rasakan terkait kondisi air, darat, udara di kota tempat mereka tinggal. Survei dilakukan di Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Banjarmasin dan Kendari.
Hasilnya? Warga merasa kalau lingkungan hidup mereka sudah berada dalam tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
Dalam program Bumi Kita KBR, Peneliti Walhi Abdul Wahid Situmorang mengatakan, salah satu buktinya adalah 48% warga Jakarta menggunakan air tanah Jakarta yang kualitasnya buruk. “Untuk air, di kota Jakarta hanya 52% yang pakai air PAM.”
Kualitas udara pun tidak kalah buruknya. “Udara di kota-kota besar di Indonesia semuanya buruk,” jelas Abdul Wahid. Penyebab utamanya tidak lain adalah polusi dari kendaraan bermotor, asap pabrik dan kebakaran lahan seperti yang terjadi di Riau.
Kualitas air juga buruk, terlihat dari sungai yang airnya tak lagi layak minum, tapi toh tetap dikonsumsi warga sekitar. Sampah juga jadi persoalan serius di kota-kota yang disurvei Walhi. “Penanganan sampah dan limbah di kota-kota besar tidak ditangani serius oleh pemerintah. Padahal sampah bukan hanya sumber pencemar, tapi juga sumber bencana seperti banjir.”
(Baca: KLH: Pejabat Lingkungan Hidup Banyak yang Tak Kompeten)
Walhi mendesak Pemerintah bergerak sigap untuk menangani soal ini. “Selama ini pemerintah terkesan enggan membenahi masalah tersebut. Buktinya, penanganan dan penegakan hukum bagi perusak lingkungan itu lemah sekali,” keluhnya.
Selain itu peraturan soal lingkungan hidup yang dihasilkan parlemen juga sangat jauh dari kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. “Arah kebijakan politik DPR hanya berdasarkan ekonomi yang menguntungkan dalam waktu dekat. Sedang pelestarian lingkungan butuh waktu panjang,” ujarnya.
Pemerintah tak menampik hasil survei Walhi ini. Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup Karliansyah mengakui kalau kondisi lingkungan di kota besar masih bermasalah, terutama soal air dan udara. “Kami mengakui kalau itu memang benar,” ujarnya.
Tapi menurut dia, ini bukan sepenuhnya salah pemerintah. “Terawat atau tidaknya lingkungan suatu wilayah tergantung pada perilaku masyarakat,” kilahnya. Ia lantas mengungkap data kalau 80% sumber pencemar air tanah di kota besar adalah limbah rumah tanggal.
(Baca: Greenpeace: Tak Ada Capres yang Peduli Lingkungan Hidup)
Sementara soal minimnya peraturan, menurut Karliansyah, pemerintah sudah mengeluarkan banyak peraturan dan kebijakan tapi itu tidak cukup untuk membuat para penjahat lingkungan jera. Kendala lain yang ditemukan di lapangan adalah soal beda pandangan soal lingkungan dari kementerian lain. “Faktor utama polusi udara adalah asap kendaraan bermotor. Tapi untuk sepeda motor saja ada 7 juta unit dan mobil itu 1,3 juta unit pertumbuhannya per tahun,” keluhnya. Karena itu KLH mendesak pemerintah daerah untuk memperketat uji emisi kendaraan bermotor di wilayah mereka, misalnya lewat aktivitas Car Free Day.
Peneliti Walhi Abdul Wahid Situmorang memaklumi langkah KLH. “Kami bukan tidak percaya kalau pemerintah berupaya, tapi masyarakat tidak merasakan hasilnya. Berarti kan ini tidak maksimal,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Abdul, butuh kesadaran semua pihak jika ingin serius memperbaiki kualitas lingkungan. “Yang kita butuhkan adalah pemimpin nasional yang mau bekerja memperbaiki lingkungan.”