KBR, Jakarta – Direktur Eksekutif Politik Indikator Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menilai quick count atau hitung cepat lembaga survei masih perlu dipertahankan hingga pada pemilu-pemilu mendatang.
Menurutnya, metode ilmiah penghitungan suara ini merupakan alat kontrol dan pemantau bagi kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia menyebut hitung cepat sebagai alat memprediksi kemenangan seseorang atau parpol bukan tujuan utama metode ini.
“Kita jangan menjadikan 22 Juli sebagai pengontrol quick count. Kalau kita menunggu 22 Juli seolah-olah KPU mengontrol hasil quick count. Itu justru berkebalikan dengan alasan di balik adanya quick count,” kata Burhanuddin.
“Karena data quick count dilakukan dan diambil di tangan pertama. Jadi quick count itu dilakukan dengan mengambil data rekapitulasi suara di TPS sebelum data itu dibawa ke tingkat atau jenjang yang lebih tinggi.”
Burhanuddin Muhtadi juga menyatakan potensi kecurangan dalam hasil quick count sangat kecil. Menurutnya, karena data quick count diambil dari tangan pertama dan secara langsung, tidak melewati tahap atau jenjang tertentu.
Sebelumnya, masyarakat luas mempertanyakan kredibilitas lembaga survei menyusul hasil yang berbeda terhadap hitung cepat pemilu presiden 2014. Perbedaan hasil survei ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga survei menurun.
Editor: Antonius Eko
