Bagikan:

Posko THR: Antara Ketidapahaman Pekerja dan Kelalaian Perusahaan

Posko THR: Antara Ketidapahaman Pekerja dan Kelalaian Perusahaan

BERITA

Selasa, 29 Jul 2014 14:16 WIB

Author

Ade Irmansyah

Posko THR: Antara Ketidapahaman Pekerja dan Kelalaian Perusahaan

THR, Lebaran 2014

KBR, Jakarta - Kurang dari dua pekan lagi kita akan memasuki Hari Raya Idul Fitri. Tema pembicaraan kaum pekerja dan karyawan di seluruh Indonesia biasanya tak jauh dari Tunjangan Hari Raya (THR). Meninggatnya kebutuhan menjelang hari raya tersebut membuat THR sangat berarti bagi pekerja. Namun tidak semua pengusaha mau taat pada kewajibannya membayarkan THR kepada karyawannya. Lembaga bantuan hukum (LBH) Jakarta mencatat tahun lalu di Jakarta saja ada sekitar 1500an lebih buruh yang tidak mendapatkan THR. 


Pengacara Publik LBH Jakarta, Muhammad Isnur mengatakan ada undang-undang dan peraturan menteri yang memerintahkan perusahaan memberikan THR kepada buruh atau karyawan sebesar minimal satu bulan gaji. “Maka apabila perusahaan melanggarnya maka akan ada sanksi yang bakal dikenakan kepada perusahan tersebut,” ujarnya. Menurut dia, yang menjadikan THR wajib dibayarkan adalah karena masa kerja karyawan tiap tahun ada sekitar 4 pekan yang tidak dibayar oleh perusahaan. ”Jika dihitung perpekan, setahun itu ada 52 pekan, namun gaji perbulan hanya membayar gaji 48 pekan dalam setahun.”


Kata dia, akibat banyaknya perusahaan yang lalai terhadap kewajibannya membayar THR, maka LBH Jakarta mendirikan sebuah posko pengaduan sejak beberapa tahun terakhir. “Untuk tahun ini, sudah ada enam pelaporan perusahaan yang sepertinya tidak akan membayarkan THR buruhnya, padahal kita baru buka posko 3 hari sejak senin kemarin,” ujarnya. Dia menambahkan, angka pelaporan selalu terjadi penaikkan tiap tahunnya setelah beberapa tahun membuka posko pengaduan. “Tren yang terjadi ditiap tahun selalu mengalami penaikkan sampai 400 persen pengaduan perusahaan yang abaikan kewajibannya tersebut,” ujarnya.


Dia menambahkan, ketika fungsi pengawasan dinas ketenagakerjaan berjalan dengan baik di tiap daerah administratif, maka tidak ada karyawan yang tidak mendapatkan haknya tersebut. “Ada kelemahan fungsi pengawasan ditiap dinas ketenagakerjaan ditiap provinsi yang enggan menegur perusahaan tak bayar THR buruh,” ujarnya. Kata dia, ketidakberfungsian pengawasan tersebut bahkan terjadi hingga kepusat. “Divisi pengawasan jika dibaratkan adalah polisinya para pelaku usaha, banyak hal yang harus dilaporkan perusahaan kepengawasan selain masalah THR,” ujarnya. Jadi kata dia pembuatan posko dilakukan untuk menyeimbangkan antara  ketidakpahaman buruh, perusahaan yang culas dan pemerintah yang lalai.


Menunda pemberian THR hingga lebih dari tujuh hari sebelum hari raya dan mengurangi jumlahnya dari yang semestinya juga merupakan pelanggaran. “Modus pelanggaran THR paling banyak adalah penundaan dan pengurangan jumlah THR. Sistem kerja alih daya kadang ada saling lempar kewajiban pembayaran THR antara perusahaan penyalur dengan perusahaan yang mempekerjakan dan ini juga modus,” ujarnya. Perusahaan yang jahat biasanya memutus hubungan kerja karyawan kontrak ketika mendekati hari raya untuk menghindari pembayaran THR dan baru akan mempekerjakannya kembali setelah hari raya. “Padahal karyawan atau buruh tersebut sudah dipekerjakan bahkan lebih dari 5 tahun di perusahaan tersebut. Itu yang sebabkan laporan terbanyak posko kami ada buruh,” ujarnya. 


Banyaknya perusahaan yang tidak membayarkan THR kepada kariawannya seperti fenomena gunung es – tidak ada data pasti soal seberapa banyaknya kasusnya. “Di kawasan indutri di kota-kota besar saja banyak terjadi apalagi di daerah-daerah yang pengawasannya semakin lemah,” ujarnya. Dia berharap sarikat pekerja di berbagai sektor bisa mengadvokasi pekerja di daerah ketika perusahaan tempat bekerjanya tidak menunaikan kewajiban membayarkan THR. “Kami selalu bekerjasama dengan LBH di beberapa wilayah di Indonesia untuk pembuatan posko pengaduan pembayaran THR,” ujarnya. 


Meski demikian kata Isnur, tidak semua cerita soal THR, perusahaan, buruh dan pemerintah selalu tidak menyenangkan. Ada juga pemerintah yang sudah membuat Perda Ketenagakerjaan. “Perda ini tidak hanya memastikan perusahaan tidak akan membayarkan THR tetapi juga soal lain antara buruh dan perusahaan,” ujarnya. Ketegasan walikota Bandung juga membuat perusahaan tidak bisa berkutik ketika tidak menunaikan kewajibannya. “Nama atau brand, bagi perusahaan adalah segalanya,jadi ketika pemerintah bisa memberikan sanksi dengan dipublis nama perusahaan tersebut itu bisa dijadikan efek jera. Ditambah lagi persulit izin kedepannya,” ujarnya.


Menutup pembicaraan, kata dia, meski di daerah tertentu tidak ada posko dan Disnakernya tak produktif, buruh tidak perlu takut untuk tidak menindaklanjuti kecurangan perusahaan tersebut. 


“Langkah pertama yang harus dilakukan adalah laporkan perusahaan ke Pengawas kota kabupaten, yang ditembuskan ke disnaker provinsi dan kementerian ketenagakerjaan,” ujarnya. Selain itu kata dia, LBH Jakarta juga bisa menindaklanjuti pengaduan dari luar kota dengan membuka situs www.bantuanhukum.or.id .


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending