KBR, Jakarta - Tinggal beberapa hari lagi, Komisi Pemilihan Umum KPU akan mengumumkan pemenang pemilihan presiden. Sejauh ini, 8 lembaga survei memenangkan pasangan nomor 2 Joko Widodo – Jusuf Kalla. Namun, secara resmi, kemenangan itu baru akan diumumkan KPU pada 22 Juli mendatang.
Sejak hari itu, siapa pun pemenangnya, sudah dipastikan akan mendapat beban program pembenahan negeri ini menuju ke arah yang lebih baik, salah satunya adalah Hak Azasi Manusia. Hak Asasi Manusia telah menjadi hal penting yang diperhitungkan dalam Undang-Undang di Indonesia sejak diratifikasinya Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial/ICERD, yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999.
Sampai saat ini Indonesia masih digelayuti oleh terbengkalainya beberapa kasus pelanggaran HAM berat, yang entah sampai kapan bisa diselesaikan. LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengajak seluruh warga Indonesia untuk “melawan lupa” pada penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM. Misalnya pembantaian massal 1965-1970, Penembakan Misterius “petrus” 1982-1985, kasus di Timor Timur Pra Referendum 1974-1999 dan kasus DOM di Aceh 1976-1998.
Selain itu, ada pula kasus Papua 1966-1998, Peristiwa Tanjung Priok 1984, kasus Talangsari Lampung 1989, kasus 27 Juli 1996, penembakan di Trisakti, Semanggi I dan II, kerusuhan sosial akhir Orde Baru, Peristiwa Priok, Penculikan oleh Tim Mawar dan banyak tindakan represif lainnya. Dan yang terbaru adalah tewasnya aktifis HAM, Munir Said Thalib karena diracun pada tanggal 7 September 2004 dalam perjalanan akan melanjutkan studi S2 bidang hukum humaniter di Universitas Utrecht, Belanda.
Sayangnya, Koordinator KontraS, Harris Azhar meragukan komitmen kedua pasang calon presiden dan wakil presiden yang bertarung pada 9 Juli lalu dalam penyelesaian kasus HAM di Indonesia.
“Diyakini ada orang-orang yang diduga terkait pelanggaran HAM pada masa Soeharto dan aktor pembunuhan Munir bersembunyi dibalik kedua pasangan calon presiden. Ada Prabowo dll yang tersangkut kasus Mei. Ada Muchdi dan Hendropriyono juga di kubu Jokowi,” ujarnya dalam Program Reformasi Hukum dan HAM KBR dan TV Tempo.
Kata dia, keengganan keduanya memenuhi undangan Komnas HAM untuk membahas penyelesaian kasus HAM juga menjadi salah satu bukti keduanya kurang memperhatikan masalah penuntasan kasus HAM.
“Padahal ini kesempatan keduanya memaparkan visi misi soal HAM yang tidak diakomodir KPU pada debat capres cawapres, yang padahal berlangsung beberapa kali,” ujarnya.
Meski demikian menurut Haris, pasangan presiden nomor dua lebih mungkin untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM lalu.
“Terus terang saya secara pribadi menilai kadar keseriusan pasangan capres nomer 1 lebih rendah ketimbang lawannya dalam keseriusan menyelesaikan kasus HAM,” ujarnya. Alasannya, Prabowo sendiri terindikasi sebagai pelaku pelanggar HAM itu sendiri.
“Saya pesimis Prabowo mau menempatkan orang yang bagus pada posisi Kejagung. Pasalnya dia salah satu dalang kejahatan HAM masa lalu,” ujarnya.
Selain itu, Hatta Radjasa merupakan orang yang menjadikan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai acuan perekonomian Indonesia. Ini merupakan salah satu catatan hitam Hatta Rajasa.
“Selanjutnya adalah menempatkan orang yang tepat pada pos ekonomi agar berani menghapus MP3EI yang justru kerap menjadi penyebab peristiwa HAM. MP3EI tidak jelas dan tidak memberikan kekuatan hukum dan jaminan kepada rakyat soal sumber daya alam, hanya memanjakan pemodal,” ujarnya.
Meski lebih baik, bukan berarti pasangan nomor dua tidak perlu diragukan dalam hal yang sama. “Selain pasangan nomor 2 dikelilingi para pelaku pelanggaran HAM dimasa lalu, Megawati merupakan aktor yang menandatangani darurat militer di Aceh dan itu juga pelanggaran HAM berat,” ujarnya.
Kata Haris, jika tidak bisa bersikap nanti apabila terpilih sebagai Presiden, Jokowi akan tersandera oleh orang-orang di sekelilingnya. “Ditambah lagi apakah Jokowi berani menindak oposisinya juga dalam kasus penuntasan kasus HAM. DPR juga nantinya akan menghalangi,” ujarnya.
Yang harus dilakukan ketika dinyatakan menang oleh KPU, siapapun itu hendaknya segera membuat rancangan jangka pendek dan menengah penuntasan kasus HAM.
“Siapa yang menang nanti, segera menghentikan dengan kebijakan yang menghambat pemenuhan HAM, itu jangka pendek. 10 tahun bersama SBY menjadi sia-sia soal penyelesaian kasus HAM. Padahal SBY punya komitmen yang cukup bagus soal HAM,” ujarnya.
Editor: Fuad Bakhtiar
KontraS: 10 Tahun Bersama SBY, Penegakkan HAM Sia-Sia
Tinggal beberapa hari lagi, Komisi Pemilihan Umum KPU akan mengumumkan pemenang pemilihan presiden.

BERITA
Selasa, 15 Jul 2014 11:58 WIB


penyelesaian kasus HAM, komitmen kedua capres, pelanggar ham berlindung di balik capres
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai