KBR, Jayapura- Komnas HAM meminta KPU pusat untuk melakukan supervisi dan pemantauan langsung ke sejumlah kabupaten, khususnya di pegunungan tengah dalam proses pemilu. Hal ini untuk melihat langsung kondisi pelalaksanaan pemilu di daerah itu.
Sejumlah pelanggaran dan peristiwa yang terus terulang dalam setiap pemilihan umum selalu terjadi di sejumlah kabupaten pegunungan tengah. Diantaranya dalam pemantauan langsung Komnas HAM ke Kabupaten Yahukimo pada pilpres tahun ini ditemukan sejumlah pelanggaran.
Anggota Komnas HAM RI, Nur Kholis mengungkapkan misalnya saja dari 8 tempat pemungutan suara (TPS) yang ada di Dekay, ibukota Yahukimo, hanya ada 4 TPS yang melakukan proses pemungutan suara. Sisanya tidak dilakukan pencoblosan karena petugas TPS tidak ada yang datang. Temuan lain adalah pencoblosan sistem noken yang harus dikaji ulang kembali penerapannya.
“Pelaksanaan pencoblosan, sarana yang tersedia ini memang lagi-lagi tidak sejalan atau berbeda dengan aturan yang ada. Misalnya, pencoblosan itu ditempat terbuka yang seharusnya itu harus disediakan bilik suara,” ungkap Nur Kholis.
“Jadi keterulangan, jadi peristiwa ini bukan yang pertama sebenarnya. Pada pemilu pileg itu juga terjadi. Jadi rekomendasinya kepada KPU pusat untuk memberlakukan sistem yang berbeda, bisa jadi distribusi terlebih dahulu logistik, itu ke daerah-daerah pegunungan, jadi jangan dinasionalkan,” ujarnya.
Tidak hanya di Yahukimo, Komnas HAM juga melakukan pemantauan di Kota Jayapura, sebagai salah satu contoh dari keterwakilan kabupaten yang terletak di pesisir Papua.
Sejumlah pelanggaran juga ditemukan di Kota Jayapura, sebagai ibukota Provinsi Papua. Diantaranya adalah tidak adanya TPS keliling atau TPS khusus di sejumlah rumah sakit yang ada di Kota Jayapura.
Pelanggaran lainnya adalah tidak ada huruf Braille untuk penyandang tuna netra. Penyandang tuna netra bisa menggunakan hak pilihnya dibantu petugas KPPS dan Linmas.
Sejumlah temuan ini nantinya akan diplenokan terlebih dahulu ke intern Komnas HAM dan akan diajukan ke KPU pusat untuk dapat dipertimbangakan lebih lanjut.
Editor: Antonius Eko