Bagikan:

Komnas HAM Bentuk Desk Kebebasan Beragama

Subhi Azhari, Senin (2/6) siang itu, duduk di sebelah Anggota Komnas HAM Imdaddun Rahmat.

BERITA

Selasa, 01 Jul 2014 14:11 WIB

Author

Rio Tuasikal

Komnas HAM Bentuk Desk Kebebasan Beragama

desk kebebasan beragama, komnas ham membentuk desk kebebasan beragama

KBR, Jakarta - Subhi Azhari, Senin (2/6) siang itu, duduk di sebelah Anggota Komnas HAM Imdaddun Rahmat. Selama ini Subhi dikenal sebagai aktivis di The Wahid Institute, lembaga yang mempromosikan toleransi dan kebebasan beragama. Namun hari itu Subhi hadir di Komnas HAM tidak lagi sebagai pendamping korban kebebasan beragama. Kini dia staf khusus Imdaddun. Tugas pertama Subhi adalah menerima aduan 7 gereja yang ditutup di Cianjur.

Bersama tiga orang lainnya, Subhi bergabung dalam Satuan Kerja Komnas HAM yang baru saja dibentuk. "Komnas HAM mulai bulan ini membuka desk kebebasan beragama," kata Imdaddun yang memimpin desk ini.  Desk adalah satuan kerja yang fokus untuk isu tertentu. Desk ini adalah yang pertama di Komnas HAM.

"Ini merupakan cara Komnas HAM membuat terobosan dari hambatan kelembagaan," kata Imdaddun dalam perbincangan Agama dan Masyarakat KBR dn TV Tempo, Rabu (4/6) malam.
Komnas HAM selama ini bekerja berdasarkan divisi kajian, pendidikan dan penyuluhan, mediasi, dan pemantauan. Setiap anggota Komnas HAM akan berpindah-pindah dari satu kasus ke kasus lain, dari kebebasan beragama ke isu konflik lahan. Sementara jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas HAM mencapai 5.000 sampai 6.000 tiap tahun. Dengan sistem itu, kata Imdaddun, "Komnas HAM menjadi tidak fokus pada isu tertentu hingga pada penanganan sampai kasus itu selesai."

Desk ini Imdaddun klaim tidak mengubah mekanisme apa pun. Hanya ada jabatan staf khusus yang tak pernah ada sebelumnya. Namun itu setimpal karena dengan desk ini, kata Imdaddun, Komnas HAM bisa selesaikan kasus secara "lebih tajam."

Sementara Imdaddun melihatnya sebagai langkah besar, Bonar Tigor Naipospos dari Setara Institute menilai pembentukkan desk itu "sebetulnya sudah terlambat."

Bonar mengatakan kebebasan beragama sudah menjadi masalah serius di Indonesia sejak beberapa tahun ke belakang. Kata dia tidak ada perhatian dari pemerintah untuk selesaikan kasus yang terjadi. "Hampir tidak ada kasus yang diselesaikan, dibiarkan menggantung," ujar Bonar.

Setara Institute mencatat kasus intoleransi yang terus bertambah sejak tiga tahun terakhir. Ada 244 persitiwa (2011), 264 peristiwa (2012), dan 222 perstiwa (2013). Jumlah kasus pada 2013 yang turun bukan kabar baik karena ratusan kasus sebelumnya banyak yang tidak selesai.
Pekerjaan rumah kebebasan beragama Indonesia makin menumpuk. Pemerintah berutang selesaikan kasus gereja GKI Yasmin, gereja HKBP Filadelfia, pengungsi Ahmadiyah di NTB, pengungsi Syiah Sampang, Ahmadiyah di Bekasi, dan gereja Kranggan Bekasi. Jangan lupa ditambah dua kasus baru dari Sleman, Yogyakarta, yang terjadi pekan lalu.

Kata Bonar, situasi ini "bagaikan sebuah bom waktu yang terus berjalan."

Komnas HAM sudah menyadari gejala itu dan karenanya membuat isu kebebasan beragama sebagai desk pertama di Komnas HAM.

Bagaimana pun, Bonar melihat desk kebebasan beragama sebagai langkah baik. "Tetapi dikuatirkan ini seperti mengulang laporan komnas HAM lainnya. Laporannya dipublikasikan, tapi berhenti di situ," ujar Bonar.

Bonar melihat itu buah dari kewenangan Komnas HAM yang terbatas. Kata dia pemerintah perlu merevisi Undang-Undang nomor 39 tentang Hak Azasi Manusia dan memberikan kewenangan lebih kepada Komnas HAM.

Tapi revisi undang-undang tidak akan terjadi esok hari. Sementara ada ribuan orang yang hak beragamanya tidak dipenuhi. Karena itu Imdaddun berharap bisa mengambil jalan pintas melalui desk kebebasan beragama ini.

Imdaddun, dibantu Subhi dan tiga staf lainnya, akan fokus pada kasus yang terjadi satu tahun terakhir. Jumlahnya sekitar 50 induk kasus dengan 3 atau 4 pelanggaran HAM di setiap kasusnya. Staf khusus akan menyediakan data, memberi analisis dan memberi saran kepada Imdaddun. Dengan cara baru ini, Imdaddun mengatakan "harapan itu ada."

Di meja baru bernama kebebasan beragama itu akan berkumpul kasus intoleransi dari Sabang sampai Merauke. Di meja itu Imdaddun dan Subhi akan membawa kasus intoleransi mencapai garis finish.

Editor: Fuad Bakhtiar

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending