KBR, Jakarta – Dari hasil hitung cepat sampai Rabu (9/7) sore ini menunjukkan keunggulan kubu Joko Widodo dan Jusuf Kalla, dibandingkan kubu Prabowo-Kalla. Sampai pukul 5 sore, dengan data yang masuk di lembaga survei CSIS-Cyrus sebanyak 99.85%, Jokowi-Kalla unggul dengan angka 51.89% sementara Prabowo-Hatta mendapatkan 48.11%.
Edward Aspinall, Indonesianis dari Australian National University mengaku lega karena kemenangan Jokowi-JK di quick count berasal dari lembaga-lembaga survei yang punya kredibilitas baik. Aspinall bahkan menyebut kemenangan Jokowi ini sebagai ‘kemenangan telak’.
Berikut penjelasan Aspinall dalam Siaran Khusus KBR “Presiden Pilihan Rakyat” hari ini.
“Saya kira walaupun kemenangan yang cukup jelas. Sehingga kalau nanti dalam proses penghitungan atau rekapitulasi yang akan berjalan selama beberapa minggu ini kalau hasil akan melenceng jauh dari hasil yang kita lihat itu akan sangat diragukan. Karena beberapa lembaga yang independen sudah menentukan hasil yang sama. Jadi saya kira kita sudah cukup yakin bahwa kemenangannya adalah Jokowi.”
Apa yang harus menjadi perhatian di masa rekapitulasi yang cukup panjang waktunya ini?
“Ya kita tahu bahwa memang itu belajar dari pengalaman pileg kemarin bahwa kecurangan bisa terjadi di tingkat atas di proses penghitungannya. Tapi kalau pileg kemarin kecurangan-kecurangan yang terjadi sebelum jual beli suara itu terjadi secara tidak tersentralisasi. Karena banyak sekali caleg melakukannya secara sendiri-sendiri tidak terkoordinasi, sehingga kita sangat sulit menangkap terjadinya kecurangan itu karena kita tidak bisa menggunakan quick count.”
“Tapi sekarang yang menjadi patokan kita adalah quick count itu yang sudah muncul dari beberapa lembaga tadi. Jadi saya kira kita pegang quick count itu sebagai ukuran sehingga kita punya sesuatu dimana kita bisa mewaspadai dan mengawasi proses penghitungan maupun rekapitulasi.”
Anda tadi menyebut Jokowi-JK menang telak di dalam proses quick count ini dan kita tahu kubu Megawati dan Jokowi sudah mendeklarasikan kemenangannya. Kemudian baru saja kita menikmati hal yang sama, Prabowo deklarasi bahwa dia juga memiliki penghitungan yang sama dan menyatakan dia sebagai pemenang. Anda melihatnya bagaimana ada dua klaim kemenangan?
“Bisa saja itu sebuah skenario yang direncanakan dari lama. Tapi sekali lagi saya tegaskan bahwa ya kita berpegang pada lembaga-lembaga survei yang punya pengalaman lama dan punya track record sangat bagus membuat quick count yang tidak jauh berbeda dengan hasil penghitungan di KPU dan lembaga-lembaga survei tersebut semuanya menyatakan bahwa yang menang adalah Jokowi.”
Anda melihat LSN dan Puskaptis itu tidak kredibel?
“Memang tidak kredibel. Apalagi LSN yang sudah lama mengeluarkan survei-survei yang sangat patut kita ragukan.”
Anda selama masa proses sebelum pencoblosan ini sudah berkeliling ke beberapa tempat Indonesia dan menjumpai banyak data. Kalau menyimak hasil survei sebelumnya adalah bahwa memang antara Jokowi dan Prabowo bedanya tipis-tipis saja dan quick count sekarang dibuktikan bahwa memang bedanya tipis antara 3,5 persen sampai 5 persen. Padahal sebetulnya data mengenai kejahatan hak asasi manusia Prabowo sudah beredar kemana-mana. Sebelumnya banyak intelektual menyebutkan bahwa ini sebetulnya perang antara yang baik dan buruk, perang yang sangat mudah ini kenapa hasilnya tipis?
“Sebetulnya ada beberapa hal. Sebagian saya kira memang harus diakui bahwa pihak Prabowo-Hatta melakukan sebuah kampanya yang direncanakan sangat rapih dan tentu saja dilandasi dukungan dana yang cukup fantastis. Sehingga mereka sangat efektif dalam melakukan kampanye dan saya kira ada beberapa kelemahan dalam kampanye yang dilakukan pihak Jokowi dan JK. Sehingga selisih suara dalam polling yang sebelumnya jauh sekali menjadi tipis. Tapi sebetulnya hasil yang muncul hari ini sesuai dengan beberapa survei yang muncul akhir-akhir ini, seperti Indo Barometer yang sudah menunjukkan bahwa Jokowi dalam satu minggu terakhir mengalami bounce effect, dukungan kepada dia naik kembali menjelang pilpres ini. Saya menduga ada sebagian pemilih yang awalnya memilih Prabowo sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap Jokowi yang kemudian mulai berpikir serius setelah mereka melihat Prabowo betul-betul bisa menjadi presiden. Sehingga mereka berpikir ulang dan kembali ke pilihan awal yaitu Jokowi, mungkin sekitar 5 persen dari pemilih.”
Dengan perbedaan yang sangat tipis ini kemudian berbagai pertanyaan yang masuk ke kami adalah apakah proses selanjutnya akan berlangsung dengan aman. Bagaimana Anda melihat perilaku pemerintah yang kemudian belakangan menunjukkan merestui Prabowo-Hatta?
“Saya kira kita menunggu sikap ksatria dari pihak yang kalah itu yaitu Prabowo dan Hatta bahwa mereka sudah berjuang sangat serius dengan upaya yang besar. Tapi yang namanya demokrasi itu yang kalah mengakui kekalahannya secara ksatria. Satu hal yang perlu saya koreksi saya kira kemenangan Jokowi ini tidak tipis, kalau antara 52 persen dengan 48 persen itu kalau di Amerika atau Australia itu jelas dianggap sebagai kemenangan yang telak. Jadi saya kira pendukung Pak Prabowo tidak harus kecewa karena mereka sudah melakukan suatu upaya yang besar untuk memenangkan calonnya tapi pada akhirnya mereka menerima kenyataan bahwa mereka kalah dalam persaingan itu.”
Sebelumnya kita mendengar beberapa kali Prabowo bilang kami akan menghormati proses pemilu dan siapapun yang menang dan kalah harus menerima. Tapi kita menyaksikan ketika tujuh lembaga survei menyatakan Jokowi menang dia tetap keukeuh mendeklarasikan sebagai pemenang. Bagaimana?
“Itu yang harus kita sayangkan sebetulnya dan mungkin mudah-mudahan beliau akan berpikir ulang. Karena taruhannya sangat tinggi kalau mau memasuki sebuah konflik yang berkepanjangan mengenai hasil pilpres ini. Karena saya kira yang mendukung Jokowi pasti tidak akan menerima sebuah upaya untuk memutarbalikkan hasil yang sudah muncul ini. Sikap legowo yang dibutuhkan karena selama ini Pak Prabowo menggambarkan diri sebagai seorang negarawan, salah satu sifat kenegarawanan itu adalah menerima kekalahan.”