Bagikan:

UU tentang Pemilu Dibuat Bukan untuk Jangka Waktu Panjang

KBR68H, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat membatalkan Revisi Undang-Undang Pemilihan Presiden (RUU Pilpres) Nomor 42 Tahun 2008.

BERITA

Kamis, 04 Jul 2013 15:40 WIB

Author

Doddy Rosadi

UU tentang Pemilu Dibuat Bukan untuk Jangka Waktu Panjang

UU Pilpres, pemilu 2014, jangan panjang, situ zuhro

KBR68H, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat membatalkan Revisi Undang-Undang Pemilihan Presiden (RUU Pilpres) Nomor 42 Tahun 2008. RUU tersebut dibatalkan karena tidak ada kesepakatan antarfraksi di DPR. Anggota Fraksi Golkar, Nurul Arifin mengatakan, karena tidak menemukan kesepakatan untuk mengubah tentang UU Pilpres, akhirnya berdasarkan saran dari pimpinan fraksi, Baleg dan Ketua DPR, maka disepakati mendrop UU tersebut dan tidak mengubahnya pada masa periode ini. Siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dengan pembatalan revisi UU Pilpres ini? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Arin Swandari dengan pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro dalam program Sarapan Pagi.

Dengan kemarin dibatalkannya sebenarnya itu lebih menguntungkan atau bagaimana?

Jadi sebetulnya alasan satu Undang-undang direvisi itu memang harusnya ada naskah akademiknya. Itu sepengetahuan saya ketika kami melakukan revisi terhadap Undang-undang Pemerintah Daerah, jadi harus ada pemicunya. Tentunya ini karena ada keberatan-keberatan dari masyarakat terhadap Undang-undang yang diterapkan, lalu pemerintah dan DPR meninjau ulang mengapa Undang-undang ini ada resistensi, digugat, dituntut untuk direvisi mungkin karena tidak cocok. Dalam kasus Indonesia ini agak berlebihan, hampir setiap periode menjelang pemilu itu paket Undang-undang politik itu seolah-olah tanpa ada kesepakatan. Dalam arti meskipun tidak ada semacam kesepakatan bersama itu setiap lima tahun harus diubah. Jadi setiap menjelang pemilu dua tahun sebelumnya itu sudah mulai ada upaya untuk mengubah, merevisi, dan sebagainya.

Karena kepentingan politik yang terus berkembang ya?

Kalau diubah menjadi lebih baik itu tidak apa-apa dan memikirkan long term penggunaan kesinambungan dari Undang-undang ini, tapi ini tidak. Nanti tahun 2019 pemilunya tahun 2017-2018 itu mulai lagi revisi-revisi muncul. Jadi karena memang pemikiran kita bukan untuk long term, tidak hanya berpikir setelah tiga tahun wajib hukumnya direvisi kembali. Ini yang harusnya diubah mental seperti itu sehingga baik pemerintah dan DPR fokus untuk mengeksekusi program, mengawasi, membuat legislasi yang memang lebih bermanfaat terhadap rakyat. Karena memang kadang kita semacam lupa, karena ini menjadi satu ritual setiap menjelang pemilu ada pemikiran untuk diubah, apapun diubah. Karena memang tentunya karena kesepakatan sampai ketok palu satu Undang-undang itu ternyata semangatnya bukan untuk bagaimana ini diterapkan oleh siapapun yang memerintah, oleh siapapun yang menjadi anggota dewan di parlemen itu untuk kemanfaatan rakyat. Ini sudah saatnya, kalau kita terus menerus mereproduksi perilaku yang seperti ini kita akan jadi negara gagal dalam arti yang sebenarnya.

Perdebatan hanya terpusat pada presidential threshold, apakah ada masalah lain yang mesti direvisi?

Mestinya dana pemilu. Itu yang sangat urgent kalau kita sepakat bersama.

Apa yang dipersoalkan dengan dana pemilu?

Dana pemilu harus transparan. Upaya dari semua warga masyarakat ini ingin memutus mata rantai politik uang, politik uang itu harus dihindari atau dihentikan sama sekali. Kalau tidak kita akan mereproduksi hal-hal negatif pasca pemilu, tahapan-tahapan pemilu ini akan terkontaminasi atau mengalami distorsi. Karena mindset kita masih bagaimana menggunakan uang untuk tahapan-tahapan pemilu. Kekuatan uang lebih berbicara daripada kita sungguh-sungguh merekrut seorang pemimpin yang kita dambakan. Jadi yang kita damabakan tereliminasi karena tidak laku, kurang persyaratan modalnya, nanti yang lebih ke depan bukan orang-orang yang kita hendaki. Dalam konteks ini memang kita harus mengedepankan dana pemilu betul-betul transparan. Presidential threshold itu menjadi tidak relevan menurut saya karena kita sudah melakukan bagaimana penyaringan partai melalui verifikasi. Jadi partai-partai yang bisa mengikuti pemilu legislatif ini disaring sedemikian rupa melalui verifikasi, melalui parliamentary threshold sudah cukup. Jadi kalaupun nantinya kita harapkan muncul calon-calon yang lebih dikehendaki itu biarlah berkompetisi. Tentunya mengikuti kriteria dan sebagainya, disini peran kita sebagai masyarakat ikut mengawal bahwa pasangan-pasangan ini layak atau tidak kita sampaikan sejak awal.

Kalau ketika Partai Hanura sudah mengajukan Wiranto, Gerindra sudah kampanyekan Prabowo. Ini tertutup peluang calon-calon yang ada?

Sebetulnya semua partai politik wait and see dan selalu mengupayakan legal framework atau peraturannya itu apakah kita terpayungi. Siapapun khususnya partai-partai besar itu apakah mereka sudah terpayungi, kalau sudah terpayungi ya sudah selesai. Tapi tidak seperti itu, kita berpikirnya bagaimana fungsi representasi itu menjadi lebih tercerminkan di parlemen ketimbang hanya partai-partai tertentu. Dalam pilpres ini kita sudah tiga kali melakukan pemilu sejak 1999 sampai 2009 sekarang yang keempat kali. Jadi yang keempat ini starting point kita membangun betul-betul demokrasi ala Indonesia kita, yaitu penguatan pemilu dalam konteks penguatan sistem presidensial. Supaya siapapun yang muncul jadi presiden memiliki keabsahan, dalam arti keabsahan untuk memimpin negara ini. Jadi itulah konstitusi kita memberikan payung yang sangat kuat.  

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending