Bagikan:

Sebut Mendag Terlibat Kartel, KPPU: Tidak Ada Aturan yang Dilanggar

KBR68H, Jakarta - Seteru dua lembaga yakni Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU) dengan Kementerian Perdagangan kian memanas.

BERITA

Rabu, 31 Jul 2013 12:45 WIB

Author

Doddy Rosadi

Sebut Mendag Terlibat Kartel, KPPU: Tidak Ada Aturan yang Dilanggar

kartel bawang, KPPU, menteri perdagangan, gita wirjawan

KBR68H, Jakarta - Seteru dua lembaga yakni Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU) dengan Kementerian Perdagangan kian memanas. Setelah menyebut Menteri Perdagangan Gita Wirjawan tahu adanya praktik kartel bawang, kini giliran Gita menyomasi lembaga KPPU. Apa tanggapan KPPU atas somasi yang dilakukan Mendag Gita Wirjawan? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Quinawaty Pasaribu dengan juru bicara KPPU Ahmad Junaidi dalam program Sarapan Pagi.

Soal masalah antara KPPU dengan Kementerian Perdagangan bagaimana?

Jadi apa yang ada di media sebagian besar merupakan pemberitaan dari sidang pembacaan laporan dugaan pelanggaran. Bahwa dalam laporan dugaan pelanggaran ini investigator menuntut pembacaan dalam sidang terbuka untuk umum sebagaimana ketentuan dalam hukum acara KPPU dan ada dugaan tiga pasal dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 yang dilanggar. Yaitu Pasal 11 tentang kartel, dimana kelompok pelaku usaha bersama-sama mengatur suplai sehingga harga naik. Kemudian Pasal 19 c itu isinya di grup usaha masing-masing mengatu satu sama lain supaya suplai barang ditahan, sehingga harga naik. Ketiga adalah dugaan Pasal 24 disebut pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat pesaing, sehingga suplai barang di pasar yang bersangkutan jadi berkurang. Terkait dengan beberapa pejabat pemerintah yang masuk dalam dugaan pelanggaran itu terkait dengan Pasal 24 untuk unsur pihak lain. Jadi kalau di beberapa pemberitaan disebut bahwa tidak mungkin ada kartel karena kartel hanya melibatkan pelaku usaha memang benar itu diatur dalam Pasal 11 dan kami tidak pernah mencantumkan pelanggaran terkait pejabat regulator itu untuk pasal kartel.

Tapi dugaan persekongkolan yang dimaksud ya?

Iya di Pasal 24 bahasa hukumnya dilarang bersekongkol dengan pihak lain.

Kalau begitu Pak Gita perannya apa bersama dengan 14 importir tadi? 

Pertama kami dari KPPU melihat permasalahan ini sebagai permasalahan murni investigasi. Hasil penyelidikan yang memang harus dibacakan satu sidang tebuka dan ada 22 terlapor. Hukum acara KPPU itu memungkinkan bahwa terlapor bisa pelaku usaha atau pelaku lain. Ada 19 pelaku usaha yang itu terdiri dari tiga grup, kemudian tiga pejabat pemerintah yaitu Pak Gita Wirjawan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian. Jadi penyebutan nama Menteri Perdagangan dalam konteks ini adalah dalam LDP (Laporan Dugaan Pelanggaran) dalam sidang terbuka menjadi terlapor dari 22 terlapor yang diduga melanggar Undang-undang No. 5 Tahun 1999. 


Perkembangan selanjutnya bagaimana? akan ada sidang lanjutan?


Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dan peraturan komisi No. 1 Tahun 2010, setiap terlapor mendapatkan kesempatan untuk memberikan tanggapan atas LDP yang telah mereka terima setelah dibacakan. Diagendakan nanti pada pertengahan bulan Agustus, sekitar tanggal 19 Agustus akan diadakan sidang kembali. Isinya mengagendakan tanggapan terlapor atas LDP dan semua pihak yang menjadi terlapor dari 19 dan 3 pejabat pemerintah itu diberi kesempatan untuk memberi tanggapannya.

Untuk 19 perusahaan atau importir yang terduga kartel ini sanksi apa yang minimal bisa menjerat mereka?

Terkait sanksi sebetulnya kita terlalu dini untuk membicarakannya. Karena sanksi merupakan deskresi dari majelis, itupun kalau terbukti ada pelanggaran. Tapi Undang-undang No. 5 Tahun 1999 menentukan, bahwa di Pasal 47 dimungkinkan adanya sanksi diantaranya adalah denda, ganti rugi, dan larangan kegiatan usaha dalam bidang tertentu dalam jangka waktu tertentu. Tetapi itu hanya bisa diterapkan kalau majelis komisi menyatakan terbukti ada pelanggaran dan majelis komisi memang memilih sanksi-sanksi.

Bukti apa yang dimiliki oleh KPPU bahwa ada keterlibatan tiga pejabat pemerintah dalam hal persekongkolan?

Sebetulnya semua sudah ada di LDP. Apa yang saya sampaikan apa yang ada di dalam LDP yang sudah dibacakan dalam sidang terbuka. Tim investigator menduga bahwa ada proses perpanjangan SPI yang tidak didasarkan kepada Permendag No. 30 Tahun 2012 dimana setiap pemberian SPI harus berdasarkan RIPH dan itu tidak ada. Jadi rentang waktu SPI itu diberikan kepada importir dari November sampai Desember 2012. Dari 2012 berhenti sudah SPI itu, dari 23 Desember 2012 sampai tanggal 28 Februari itu ada pemberian SPI dan tanpa RIPH jadi melanggar Permendag. Dalam LDP disebut bahwa itu diskriminatif oleh karena tidak semua pemberian SPI yang mendapatkan SPI sampai 23 Desember 2012 itu mendapatkan perpanjangan SPI. Bahkan ketika di antara mereka bertanya apakah ada perpanjangan SPI jawabannya tidak ada. Jadi disitulah ada aspek diskriminatif, kemudian kita melihat bahwa perpanjangan SPI itu kaitannya dengan impor dan impor dalam data sementara kami itu menguasai hampir 85 persen dari suplai nasional. Tiga grup yang mendapatkan SPI itu menguasai kuota impor 86 persen. Kita menduga ada grup yang sudah mendapat SPI sementara ada pelaku usaha lain yang tidak mendapatkan SPI, disitulah ada potensi kontrol atas suplai. Karena dari data menyebutkan ternyata impor tidak datang secara berbarengan, bertahap dan uniknya tidak semua selesai pada tanggal 23 Desember tapi selesai sampai tanggal 28 Februari.

Tentang somasi dari Pak Gita Wirjawan yang sudah diajukan, bagaimana tanggapannya?

Kami sudah menanggapinya. Sebetulnya somasi itu dari sekjen, kita baca di dokumen resminya somasinya dari sekjen yang mempertanyakan tentang pemberitaan dan publikasi yang disampaikan oleh investigator di KPPU dan melanggar kode etik. Saya jelaskan, pertama terhadap somasi itu sudah kita tanggapi, kemarin suratnya sudah kita kirim juga. Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang hukum memang pembacaan LDP harus diacakan oleh investigator. Jadi penyebutan itu tidak bisa tidak harus dibacakan, justru kalau tidak dibacakan itu melanggar hukum acara. Kedua, tidak ada pelanggaran kode etik oleh karena itu pelaksanaan Undang-undang dan hukum acara yang berlaku dengan KPPU. Kalau kita simak kode etik yang dimaksud itu adalah kode etik untuk anggota komisi pada tahun 2009. Jadi subjek hukumnya tidak pas dan kode etik itu memang kode etik tahun 2009 itu diperuntukan untuk hukum acara KPPU yang lama. Jadi sebelum Perkom No. 1 Tahun 2010 itu ada Perkom No. 1 Tahun 2006 dimana sifat pemeriksaannya tertutup dan investigator berada dalam satu tim dengan komisi. Sekarang dengan Perkom No. 1 Tahun 2010 sidangnya terbuka dan investigator tidak dalam satu tim dengan komisi. Ini yang mungkin mindset yang kemudian dipegang oleh beberapa pihak. Jadi mindset yang dimiliki sudah berbeda, ini sebagai informasi kepada publik memang hukumnya sudah berganti.          

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending