KBR68H - Pemerintah mengubah RUU Pembalakan Liar menjadi RUU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Pasca pengesahan Rancangan UU P3H itu, penolakan masyarakat terus mengalir. Penolak berdalih aturan ini akan mengkriminalisasikan masyarakat di sekitar hutan. Koalisi masyarakat yang peduli dengan hutan pun kini menyiapkan uji materi atas peratyuran yang diklaim akan menerabas hak masyarakat adat atas hutannya. Bagaiamana sikap pemerintah terkait hal ini? Simak penjelasan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto dalam perbicangan di Program Sarapan Pagi KBR68H, Kamis (11/7).
Sudah menjadi Undang-undang P3H ini tapi masih banyak juga penentangan terutama yang concern terhadap masyarakat adat. Sebenarnya kalau versi Kementerian Kehutanan bagaimana implementasi undang-undang ini?
Sebetulnya secara filosofi masyarakat adat dilindungi undang-undang ini. Dia tidak disentuh, apalagi MK (Mahkamah Konstitusi, red.) memutuskannya kalau masyarakat adat itu adalah di wilayah hukum adat. Jadi yang kita sentuh adalah perusakan hutan yang dilakukan korporasi dan yang terorganisir, kita paham bahwa kejahatan yang terorganisir tidak bisa dikenakan dengan KUHAP. Sebagai contoh yaitu Undang-Undang Terorisme, Undang-Undang Narkoba, dan Undang-undang Korupsi karena kejahatannya luar biasa dan merusak segala sendi masyarakat. Oleh karena itu undang-undang ini hanya menyasar pada korporasi yang melakukan kegiatan terorganisir, sehingga kalau kita lihat pasal-pasalnya memang keras terhadap kejahatan perusakan hutan.
Kata terorganisir ini bisa dijelaskan maksudnya apa?
Memang setelah teman-teman anggota DPR bertemu dengan aliansi masyarakat hukum adat di DPR ada dugaan bahwa ini akan melanggar HAM kita masukkan dalam konsideran. Dinyatakan yang terorganisir adalah dua orang atau lebih bermufakat jahat untuk merusak hutan, kecuali masyarakat hukum adat. Karena masyarakat hukum adat di dalam Undang-undang No. 41 jelas bahwa ada masyarakatnya, ada pranata sosial, ada pemimpinnya, dan memang masih berlaku hukum-hukum adat misalnya didalam menetapkan wilayahnya, mengatur hubungan antara hutan dan masyarakat.
Jadi dijamin ketika masyarakat adat beberapa orang masuk ke hutan mengambil hasil hutan tidak akan dipidana?
Bahkan pada waktu terakhir kita sangat melindungi. Misalnya di dalam pasal membawa alat-alat yang dicurigai, kita katakan masyarakat hukum adat kalau ke ladang pasti bawa parang itu boleh. Bahkan kalau pejabat saja lalai itu sama dikenakan sanksi, waktu itu pada saat terakhir banyak sekali permintaan kepada saya sendiri, kepada pak menteri pejabat yang dikenakan kalau membiarkan kegiatan illegal logging atau perusakan hutan. Karena biasanya kalau korporasi kalau melakukan kegiatan kita tahu sendiri kemungkinan besar ada oknum-oknum yang membekingi. Kalau masyarakat hukum adat sepanjang ini saya kira aman, tidak ada kriminalisasi. Karena kita meyakinkan bahwa jangankan masyarakat adat di kampung-kampung kita kalau petani atau orang yang mencari kayu bakar di hutan untuk keperluan sendiri itu memang dibolehkan membawa parang, alat-alat untuk menebang.
Ada tidak batasan perusakan hutan seperti apa? Apakah misalnya menebang satu pohon dikatakan merusak?
Jadi di dalam itu ada definisi yang disebut merusak itu yang mengakibatkan kerusakan ekologis yang dilakukan dua atau lebih orang yang terorganisir. Kalau dikatakan belum ada naskah akademisnya ini sudah dirintis sejak tahun 2002. Jadi sebetulnya yang ingin kita lihat seperti kejahatan narkotika, terorisme, korupsi itu akan kita kenakan. Kalau di Undang-undang No. 41 tidak cukup, karena untuk mendapat informasi tentang kejahatan terorganisir seperti narkotika, terorisme, dan korupsi itu punya kewenangan memperoleh informasi. Kalau dengan Undang-undang No. 41 atau KUHAP untuk mendapatkan bukti itu tidak bisa. Oleh karena itu tidak usah takut, karena kita pemerintah dan aliansi masyarakat adat atau pegiat sosial mari kita kawal kalau ada masyarakat adat dikriminal pasti akan kita tolong.
Artinya ada kepastian bahwa perusakan ini tidak tertuju pada misalnya memanfaatkan hutan dengan memotong beberapa kayu untuk kebutuhan mereka ya?
Ada pasalnya bahkan debatnya lama sekali. Jadi pertama memang pada waktu teman-teman LSM ini ketemu dengan teman-teman di DPR dikatakan ini melanggar HAM. Lalu kita lihat di dalam konsideran, biasanya dalam undang-undang itu spirit-nya itu ada di dalam pembukaannya itu, kita tambahkan. Teman-teman anggota DPR juga sangat concern karena mereka juga bukan orang dari Jakarta, banyak sekali teman-teman yang datang dari Jambi dan sebagainya itu bersikeras jangan sampai masyarakat adat itu kena, jangan sampai masyarakat tradisional yang memang pekerjaannya berladang tertindas.
Sanksinya berapa lama kalau terbukti ada perusakan hutan?
Hukuman yang paling rendah 5 tahun. Jadi tidak mungkin hakim menetapkan di bawah 5 tahun dan di undang-undang ini kita punya hakim ad hoc, jadi pengadilannya harus cepat. Kalau kita lihat banyak kasus kegiatan-kegiatan illegal logging kadang-kadang bebas murni, oleh karena itu undang-undang ini membentuk pengadilan ad hoc dan hakimnya dipilih.
Editor: Anto Sidharta
Kemenhut: Undang-Undang P3H Lindungi Masyarakat Adat
Pemerintah mengubah RUU Pembalakan Liar menjadi RUU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Pasca pengesahan Rancangan UU P3H itu, penolakan masyarakat terus mengalir. Penolak berdalih aturan ini akan mengkriminalisasikan masyarakat di sekitar

BERITA
Kamis, 11 Jul 2013 10:23 WIB


Kemenhut, Undang-Undang P3H, Masyarakat Adat
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai