Siapa yang menyangka kalau keisengan bisa berbuah masa depan terancam. Gara-gara mengunggah video di laman youtube, sobat teen dari Tolitoli Sulawesi Tengah tidak boleh ikut Ujian Nasional (UN) Ini gara-gara video tari sobat teen dari SMA Negeri 2 Tolitoli ini menuai protes dari umat muslim. Wah mengapa ya? Dan apakah hukuman bagi keisengan mereka itu pantas? Simak yuk di Cerita Kita yang disusun sama Kak Ika Manan.
Sobat Teen, sudah mendengar kabar lima siswa SMA Negeri 2 Tolitoli yang gagal mengikuti Ujian Nasional kan? Kali ini sebabnya bukan berkas soal yang terlambat datang, tapi karena keisengan mengunggah video di laman Youtube. Video mereka isinya memadukan gerakan sholat dengan tarian modern berlatar lagu Maroon 5. Jelas saja, setelah itu, video tersebut menuai protes umat Islam karena dinilai melecehkan agama.
Siapa yang menyangka keisengan ini berujung pada sanksi yang aaaaaamat berat. Tidak hanya dikeluarkan dari sekolah dan tidak ikut Ujian Nasional, tapi juga tekanan sosial dan harus berhadapan dengan hukum. Saking tertekannya, salah satu siswa yang terlibat, ada yang mencoba bunuh diri. Haduuuuuuh, kasihan juga yaaa. Bisa membayangkan dong bagaimana tertekannya mereka?
Pakar Hukum, Pak Todung Mulya Lubis berpendapat, kesalahan yang dilakukan
itu tidak seharusnya menghilangkan kesempatan siswa mengikuti Ujian Nasional.
“Menurut saya sih hukuman ini tidak mendidik dan tidak adil ya. Ya mereka memang salah ya mungkin, tapi kalaupun kesalahan kan tidak membuat mereka kemudian tidak bisa mengikuti ujian. Boleh dihukum, tapi kan tidak harus dengan menghilangkan kesempatan mereka untuk ikut ujian,” kata pak Todung Mulya Lubis.
Pendapat yang sama juga diberikan oleh Ibu Badriah, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ibu Badriah bilang tugas orang tualah untuk memberikan pemahaman soal batas keisengan pada anak-anak. Bukan menghukum mereka begitu berat atas keisengan mereka tersebut.
“Apa yang dilakukan siswi SMA Tolitoli ini memang sebuah kesalahan, tapi bagaimana orang dewasa menyikapi kesalahan mereka. Kemungkinan anak-anak ini juga tidak berpikir dan punya niat untuk menistakan agama. Sehingga dampaknya mereka dikeluarkan dari sekolah, berurusan dengan hukum, caci maki, andai kata anak-anak tahu dampaknya seperti itu, maka saya yakin mereka tidak akan melakukannya juga,” kata ibu Badriah.
Kak Fajar Riza Ulhaq, seorang tokoh agama dari Maarif Institut bahkan bilang, kesalahan bukan semata milik lima siswa tadi. Ada peran orang tua dan sekolah di dalamnya.
“Ini adalah bagian dari proses pencarian identitas remaja. Kalau saya melihat akar masalahnya. Dengan tidak melihat ini adalah persoalan kenakalan remaja semata, tapi juga persoalan orangtua, sekolah dan tokoh agama. Ada satu ungkapan, kenakalan remaja itu mencerminkan kebobrokan situasi pendidikan dan situasi hubungan sosial di keluarganya,” menurut salah satu tokoh di Maarif Institut. Maarif Institut adalah salah satu lembaga yang rajin mengkaji hal-hal soal agama Islam.
Simpati buat sobat teen di Tolitoli juga datang dari sobat teen Mahada Aulia kelas 1 SMP Negeri 7 Jakarta. Aulia memang belum nonton videonya tapi ia mengaku ikut sebal, tapi seharusnya sekolah tetap memberikan hak buat ikut ujian.
“Seharusnya diberi pembinaan tapi tetap dikasih kesempatan untuk mengikuti UN. Setelah sudah mengikuti UN, terserah deh mau diapakan,” ujar Aulia.
Juli sobat teen kelas 1 SMK Negeri 40 Jakarta juga idem sama Aulia. Sebel
sama perbuatan iseng mereka tapi tetep tidak setuju dengan hukuman berat buat
mereka.
“Ya harusnya dia dapat pengarahan dari orantuanya, kalau perlu dikasih pembinaan kalau menghina agama itu tidak boleh, meskipun itu bukan agama dia sekalipun. Itu kan pelecehan agama. Setelah dikeluarkan, dia juga tidak boleh dikucilkan, dia harus benar-benar dibina biar dia sadar bahwa yang dia lakuin itu nggak baik, biar yang lain juga nggak mencontoh,” kata Juli.
Caci maki dan dampak psikologis sudah begitu berat diterima sama kelima siswi SMA 2 Tolitoli itu Sobat Teen. Tidak seharusnya terus-terusan mengutuki kesalahan mereka. Mungkin seharusnya orang tua juga harus ingat juga kalau setiap anak-anak pasti pernah dan suka berbuat iseng. Hal terpenting adalah memberikan penjelasan sampai mana batas iseng dan tentunya bisa mempertanggungjawabkan semua kesalahan yang pernah kita perbuat.