KBR, Jakarta - Sampai sekarang, negara masih belum bisa menjamin setiap warga negaranya bisa menjalankan ibadah keagamaannya dengan baik. Terutama mereka dari kelompok minoritas, yang kerap mengalami kekerasan akibat kegiatan keagamaannya. Padahal, katanya undang-undang dan konsitusi sudah menjamin soal kebebasan beragama itu.
Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dalam Program Talkshow Agama dan Masyarakat KBR dan Tempo TV mengatakan agama di Indonesia itu diatur oleh undang-undang dan konstitusi. Negara menjamin kebebasan beragama dan mewajibkan warga negaranya untuk beragama sesuai dengan keyakinan.
“Bagaimana bisa tidak beragama? Negara mengatur manusia harus beragama. Bahkan dalam UUD 1945 di pembukaan juga disebutkan bahwa kemerdekaan itu sudah mempercayai agama dan berdasarkan Ketuhanan. Bagaimana kalau orang mau jadi pejabat kalau tidak beragama, harus beragama untuk bisa disumpah menjadi pejabat,” jelas Patrialis Akbar.
Menanggapi itu, Peneliti dari Setara Institute Ismail Hasani berpendapat kebebasan beragama warga negara Indonesia itu tidak perlu diatur. Yang penting justeru negara wajib melindungi dari intimidasi, “Jaminan orang untuk beragama dan berkepercayaan, negara harus menjamin apa pun keyakinan beragama, bahkan tidak berkeyakinan pun harus dijamin. Negara tidak boleh diam ketika ada diskriminasi terhadap orang yang beragama dan berkeyakinan,” ungkap pria berkaca mata itu.
Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga gawang terakhir konstitusi menganggap tidak ada masalah dalam pengaturan negara terhadap kehidupan beragama. Yang ada adalah kesalahapahaman ketika negara mengatur warganya untuk beragaman.
“Dalam pernikahan contohnya. Pernikahan dianggap sah secara hukum negara apabila sudah menjalani prosesi agama. Artinya, negara hadir dalam mengatur agama dan diberikan kebebasan, namun bukan untuk mengatur tidak beragama. Konstitusi kita tidak memisahkan agama dengan negara,” jelas Patrialis yang juga bekas Menteri Hukum dan HAM itu.
Tapi, Ismail Hasaini punya pandangan berbeda. Di era kemerdekaan banyak tokoh menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia bebas beragama, bahkan atheis pun bisa hidup di Indonesia. Pendapat itu memberikan keyakinan bahwa negara menjamin kebebasan orang untuk memeluk agama atau berkepercayaan, “Tidak ada kalimat yang mengatakan semua orang harus beragama. Atheis juga boleh hidup di Indonesia. Harusnya negara hadir melindungi warga negara beragama, bukan mengatur harus beragama,” ungkapnya.
Akibat dari terlalu dalam mencampuri agama, maka agama mayoritas mendapatkan porsi lebih. Misalnya mendapatkan anggaran lebih dari agama minoritas, sehingga tidak ada pemerataan sesuai dengan konstitusi, “Kita lihat di Kementerian Agama. Agama mayoritas mendapatkan anggaran lebih, sedangkan urusan agama lain mendapatkan anggaran kecil, tidak merata,” jelasnya.
Bahkan, akibat dari salah memahami bagaimana seharusnya negara mengatur kehidupan beragama, banyak kelompok intoleran yang berlindung di balik aturan negara. Akibatnya, menurut Hasani, banyak pemerintah daerah ingin menerbitkan Perda Syariah.
Negara harus menjadi universal dengan melindungi kepercayaan dan agama yang dianut penduduknya. Negara juga harus menjadi pengayom dengan berlaku adil untuk seluruh manusia.
Editor: Fuad Bakhtiar
Setara Institute: Tidak Berkeyakinan Pun Harus Dilindungi Negara
Sampai sekarang, negara masih belum bisa menjamin setiap warga negaranya bisa menjalankan ibadah keagamaannya dengan baik.

BERITA
Kamis, 19 Jun 2014 18:29 WIB


melindungi kebebasan beragama, setara institute, beragama dan berkeyakinan
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai