KBR, Jakarta - Kita telah menyaksikan debat perdana capres-cawapres. Berbagai tanggapan, kesan dan kritik dilayangkan kepada kedua capres, cawapres bahkan moderator debat tersebut.
Dody Ambardi, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, mengatakan debat perdana itu cukup bisa menampilkan cara berpikir dan menanggapi kedua pasangan capres. Tapi ia menyarankan pasangan capres tidak hanya menyampaikan tujuan yang hendak dicapai. Tapi harus menunjukkan kebijakan macam apa yang akan mereka ambil untuk mencapai tujuan tersebut.
Simak selengkapnya wawancara Dody Ambardi dalam Program Sarapan Pagi KBR (10/6) berikut ini.
Anda puas dengan debat perdana capres-cawapres putaran pertama?
“Ada sesuatu yang bisa kita ambil dari sana. Kalau puas yang namanya manusia juga tidak akan puas, masih banyak isu yang diobrolkan. Jadi misalnya tentang isu-isu pokok karena temanya sudah ditentukan ya berarti masing-masing harus merespon terhadap pertanyaan yang diajukan moderator. Itu cukup mewakili bagaimana cara mereka berpikir, menanggapi, dan membawa Indonesia ke depan dalam konteks tema yang kemarin itu. Saya kira itu memberikan informasi yang lumayan kepada pemilih. Karena selama ini lebih banyak hal-hal di luar isu yang ramai di media apalagi media sosial, bagi saya lumayan.”
Kalau kita simak debat itu lantas kita hubungkan dengan para pemilih menjelang pilpres nanti bagaimana petanya? Apakah ini akan membuat Jokowi secara hitungan survei lebih unggul lagi ketimbang Prabowo?
“Saya kira itu ada efeknya. Selama ini ada dua stereotype yang dilekatkan pada dua pasangan calon ini yang satu tegas, visioner, dan yang lain itu kalem tidak visioner. Tapi semalam gambarnya terbalik, jadi yang semula kita duga visioner karena punya pergaulan yang kosmopolitan tapi ternyata kemudian tampilnya banyak normatif dan tidak menghadapi pertanyaan secara langsung terutama berkaitan kritik yang diajukan ke dia. Itu kelihatan jadi seperti semula mestinya itu sudah didalami dan disiapkan tapi muncul terbata-bata juga. Kemudian yang kita lihat juga dari Jokowi stereotype kita itu adalah sulit untuk melakukan pidato dan menjawab pertanyaan secara jernih dan sistematis, ternyata terbalik. Kemudian dihubungkan dengan pemilih apakah akan mempengaruhi, saya kira iya akan mempengaruhi cuma kemudian pertanyaan yang lebih penting seberapa banyak pengaruhnya. Seandainya dua orang ini jaraknya tidak jauh sekitar 6-8 persen tingkat dukungan di mata pemilih, efek debat yang mungkin menaikkan 2 atau 3 persen akan menjadi besar. Karena itu akan membantu memperjauh jarak antara Jokowi dan Prabowo atau antara Prabowo dan Jokowi.”
(Baca juga: Pengamat: Pasca Debat, Elektabilitas Jokowi-JK Naik)
Apakah ini menyasar persis misalnya para pemilih mengambang yang selama ini masih belum tahu mau memilih siapa. Apakah ini bisa digoyah melalui debat capres-cawapres putaran pertama ini?
“Saya kira itu salah satu kemungkinan bawa swing voters pada akhirnya juga akan mendapat informasi tambahan. Karena kita bisa membagi pemilih menjadi dua kategori, pertama adalah pemilih yang setia sehingga mereka itu perlu hanya dimobilisasi diingatkan untuk memilih. Kemudian kategori kedua adalah pemilih yang swing, pemilih yang swing ini ada beberapa sub kategori yaitu swing kurang informasi dan swing pencari informasi. Pencari informasi itu saya kira mereka mendapatkan bahan baru untuk mengevaluasi kemana mereka atau kepada pasangan siapa mereka memilih. Kalau yang setia itu ya sudah apapun yang terjadi tidak akan menggeser piliha mereka. Menariknya itu beda dengan tahun 2009 kita sempat melakukan survei sebelum dan sesudah debat, tidak ada perbedaan signifikan hanya bergeser 1-2 persen. Tetapi saat itu jarak antara pasangan pertama dengan pasangan yang lainnya yakni SBY-Boediono, Megawati-Prabowo, Jusuf Kalla-Wiranto itu jaraknya terlalu jauh antara 60 persen dengan 28 persen. Jadi efek debat itu menjadi sangat minimal dan hampir tak berarti. Lain halnya dengan situasi yang sekarang karena jarak di antara mereka sempat mendekat, pada akhir tahun kemarin jaraknya sampai 30 persen sehingga banyak pengamat yang mengatakan dipasangkan dengan sandal jepit pun Jokowi akan terpilih. Tapi setelah itu jarak di antara kedua pasangan itu mendekat, sampai dua minggu lalu sekitar 8-10 persen. Itu kemudian pada titik itu akan melebar atau sejajar ataukah akan menyempit, salah satu faktor yang menentukan adalah debat yang kemarin itu. Dimana Jokowi terlihat fokus dan menjawab pertanyaan itu dengan lebih siap, cukup operasional. Jadi apa yang mau dikerjakan kalau mereka terpilih kelihatannya sedikit diluar “dugaan” karena selama ini yang kita dengar cemoohan bagi dia dan kemarin dia membuktikan bisa juga bergaul dengan debat yang serius.”
(Baca juga: Ini Hasil Analisa Dukungan Debat Capres di Dunia Maya)
Kalau ada debat berikutnya Anda punya koreksi terhadap mereka?
“Koreksi terhadap dua orang ini adalah mereka harus pasti membayangkan bahwa mereka nanti adalah presiden yang akan membuat kebijakan. Jadi tidak sekadar mendaftar tujuan apa yang hendak dicapai Indonesia adil makmur ya semua orang akan begitu. Tapi mereka ini mau jadi presiden kebijakan macam apa untuk mencapai kemakmuran itu ekonomi, politik, persaingan dunia internasional, toleransi di Indonesia itu yang harus dibayangkan mereka. Mereka adalah bukan sekadar ahli pidato, jadi harus dirumuskan dalam rumusan kebijakan.”
(Baca juga: KPU Evaluasi Debat Capres Semalam)
Lembaga Survei Indonesia: Capres Harus Memaparkan Kebijakan Mereka Dalam Debat
Koreksi terhadap dua orang ini adalah mereka harus pasti membayangkan bahwa mereka nanti adalah presiden yang akan membuat kebijakan.

BERITA
Rabu, 11 Jun 2014 12:45 WIB


Debat, Capres, Pilpres, Prabowo-Hatta, Jokowi-JK
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai