Bagikan:

Konflik Lahan Berbuntut Penangkapan Warga di Musi Banyuasin

Di Sumatera Selatan ada 3,7 juta hektar lahan kawasan hutan, dan 1,3 juta di antaranya dikuasai HTI.

BERITA

Selasa, 17 Jun 2014 11:09 WIB

Author

Agus Luqman

Konflik Lahan Berbuntut Penangkapan Warga di Musi Banyuasin

KBR, Jakarta – Tujuh petani di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, ditangkap dengan tuduhan merambah Suaka Margasatwa Dangku. Lima di antaranya bahkan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Sumatera Selatan. Padahal saat itu mereka tengah mengikuti pelatihan pemetaan partisipatif wilayah adat oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantar (AMAN) Sumatera Selatan. 


Salah satu latar belakang penangkapan itu adalah konflik masyarakat dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Sumatera Selatan. Wilayah yang dikelola masyarakat seluas 28.500 hektar ini ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai Suaka Margasatwa Dangku pada 1986 silam. Di tahun 1991, tiba-tiba luasannya melonjak menjadi 31.752 hektar. Suaka margasatwa ini berbatasan dengan perkebunan sawit PT Berkat Sawit Sejati, PT Musi Banyuasin Indah dan HTI milik PT Pakerin serta kebun sawit PT Pinago. Akibatnya sekitar 18 ribu warga kehilangan lahan pertanian dan mata pencaharian. 


Aktivisi Walhi Sumatera Selatan Dedek Chaniago mengatakan saat ini di Sumatera Selatan ada 3,7 juta hektar lahan kawasan hutan, dan 1,3 juta di antaranya dikuasai HTI. Luas kebun sawit itu bahkan mencapai 1 juta hektar. Dengan 7 juta jiwa yang tinggal di Sumatera Selatan, sangat sedikit yang punya tanah secara tertulis. 


Berikut penjelasan dari Dedek Chaniago soal situasi kepemilikan tanah adat di Sumatera Selatan. 


“Dari jumlah tanah yang ada di Sumatera Selatan masyarakat cuma ada 0,7 hektar setiap KK-nya. Ini miris sehingga yang terjadi adalah masyarakat ingin mengambil tanahnya kembali yang memang punya historis bahkan sebelum zaman kemerdekaan itu mereka sudah bercocok tanam di tanah mereka.”


“Ketika sekitar tahun 1986 pemerintah menetapkan bahwa itu kawasan hutan yang sekitar 20 ribu hektar. Sementara di sana sudah ada marga adat misalnya Marga Tungkal Ulu yang sudah terbentuk dari tahun 1926 yang mereka bercocok tanam dengan padi, sayur mayur, dan sebagainya.” 


Di kawasan Suaka Margasatwa Dangku ini ada berapa masyarakat adat?


“Di sana cuma ada Marga Tungkal Ulu terbentuk tahun 1926 yang dipimpin Sirah Rahmat. Di sana ada sekitar 20 ribuan hektar yang dikelola masyarakat dan mereka aman nyaman. Sekitar tahun 86 ketika pemerintah menetapkan sebagai kawasan hutan ini mulai jadi ketimpangan.” 


Ada berapa jiwa?


“Kalau misalnya satu jiwa itu 2 hektar artinya ada 1.000 KK. Kemudian yang bikin miris juga bahwa ada pernyataan tentang hutan itu dirusak oleh masyarakat, oh tidak. Lebih mirisnya di daerah itu setelah ditetapkan kawasan hutan bahwa di sana ada perusahaan-perusahaan besar yang juga beroperasi. Perlu saya jelaskan seperti perkebunan sawit Berkat Sawit Sejati, di sebelah selatan ada perkebunan sawit Musi Banyuasin Indah, dan HTI.” 


Itu berdekatan dengan kawasan suaka margasatwa?


“Iya betul ada di sebelah selatan, utara, timur.” 


Soal advokasi untuk mereka selama ini sudah dalam bentuk seperti apa saja dan bagaimana hasilnya?


“Masyarakat coba untuk mengambil tanahnya kembali sekitar 3 tahun yang lalu. Mereka membentuk diri dengan organisasi Dewan Petani Sumatera Selatan yang beraliansi dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Kemudian mereka mendirikan rumah karena rumah yang mereka tumpangi saat ini adalah kontrak. Kemudian mereka sudah bercocok tanam dengan sayur-sayuran, tiba-tiba diambil saja secara paksa. Kemarin  tanpa surat penangkapan, tanpa surat formal seperti surat pemberitahuan ini sebagai saksi dan sebagainya cuma diambil-ambil bawa ke kepolisian dimintai keterangan eh naik jadi tersangka statusnya. Pemerintah harus memperhatikan masyarakatnya.” 


Dugaan Anda penangkapan mereka memang terkait dengan pemetaan wilayah?


“Saya tidak tahu persis yang mereka bilang pada waktu itu bahwa minta keterangan saja dari Pak Nur.” 


Pelatihan pemetaan ini dalam rangka apa?


“Kegiatan pemetaan yang sudah ada jadwal organisasi bahwa ada pelatihan, kegiatan yang sudah ditentukan teman-teman AMAN.” 


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending