Bagikan:

Ini Dia Kades Perempuan Pertama di Aceh

Didesak warga jadi kepala desa, posisi yang didominasi p

BERITA

Rabu, 18 Jun 2014 14:41 WIB

Author

Arin Swandari

Ini Dia Kades Perempuan Pertama di Aceh

kades perempuan Aceh

KBR, Jakarta - Asnaini adalah  kepala desa perempuan pertama di Serambi Mekah. Komitmennya jelas: memperjuangkan hak-hak perempuan. Kiprahnya dimulai lewat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, PNPM Mandiri. Keberhasilan Asnaini membuat warga desa memaksanya ikut pencalonan kepala daerah, sebuah ajang politik yang selama ini hanya diikuti oleh laki-laki. Dan Asnaini pun menang. 


Aceh memberlakukan hukum syariah dan di sana juga masih sangat jarang ada pemimpin perempuan. Kok Anda bisa jadi pemimpin di sana?


“Dulu saya cuma masyarakat biasa. Pertama dari kita ingin berubah dulu dari kita perempuan dan kita lihat perempuan itu selalu dinomorduakan. Jadi di sini saya bersama kelompok ibu-ibu yang lain mendapat program dari pemerintahan melalui kecamatan, yaitu Program PPK dan sekarang menjadi PNPM. Di sini saya dapat berorientasi dengan masyarakat di desa, kecamatan, juga kabupaten.” 


Pada saat PNPM sudah menjadi kepala desa?


“Belum, masih jauh. Sementara PPK tahun 2009 saya terpilih tahun 2011. Jadi setelah itu saya coba membawa apa yang dibutuhkan perempuan saya usahakan dan itu berhasil.”


Bagaimana para bapak di sana percaya dengan Anda?


“Saya membuka diri, bahwa saya punya kemampuan untuk berorientasi bukan hanya pada pemerintah di desa tapi juga dengan pemerintah di kecamatan. Jadi di situ mungkin kalau kita melihat orang lain berarti orang lain melihat kita. Jadi dari situ komitmen mereka mengajak saya menjadi kepala desa.”


“Sebetulnya saya bukan mencalonkan tapi dicalonkan, dicalonkan oleh bapak-bapak ibu-ibu juga kelompok janda. Jadi di situ saya menolak selama setahun karena saya punya prinsip juga kalau perempuan di Aceh tidak ada yang jadi pimpinan, apalagi pimpinan desa. Jadi kebetulan setelah adanya programnya kerja sama pemerintahan Indonesia dengan Australia, dari situ maka masyarakat kadang melihat apa kemampuan saya maka mereka meminta mencalonkan diri sebagai kepala desa. Jadi waktu pertama saya menolak berat itu tapi mereka datangnya ke suami saya, ke orangtua saya.” 


Akhirnya suami yang membuat Anda berani menerima pencalonan itu?


“Iya dari orangtua saya dulu. Jadi di sana orangtua kalau anaknya sudah dipingit berarti sudah menjadi hak suaminya, apa pun keputusannya harus minta ke suaminya dulu.” 


Suami langsung setuju?


“Pertama menolak tapi setelah diberi arahan oleh yang minta saya jadi kades akhirnya suami saya mengalah. Terakhir saya minta pendapat suami saya bilang, kalau saya sudah jadi kepala desa otomatis rumah tangga kita tidak lagi 24 jam bisa saya ayomi apalagi di situ saya tidak ada minat untuk kawin dengan bapak saya jadi kepala desa, boleh tidak saya tidak lagi sepenuhnya di rumah kita. Karena kalau sudah jadi pimpinan otomatis kepentingan masyarakat lebih penting daripada kepentingan pribadi.” 


Apa kata suami saat itu?


“Kalau memang masyarakat membutuhkan kita, kenapa tidak kita coba. Berarti mereka percaya kalau kamu mampu, saya bilang jangan ada umpan baliknya buat keluarga kita.” 


Bagaimana rasanya memimpin laki-laki di Aceh?


“Sama saja dengan membina keluarga kita. Kalau kita bisa membuka diri buat keluarga berarti kita sudah bisa membuka diri buat masyarakat kita. Jadi sama saja tidak ada kendala kalau kita mau transparan, musyawarah, dan untuk mufakat.” 


Di Aceh itu banyak perda syariah membuat perempuan itu kurang setara. Menurut Anda bagaimana? 


“Kita tinjau dulu ke depan ya apakah kalau dihapus ada efek negatifnya atau positifnya. Kita harus dapat memilah dulu sebetulnya yang dibilang diskriminasi tidak ada, pertama perempuan itu yang belum bisa membuka diri untuk maju. Kalau kita mau membuka diri kita pasti akan sampai ke tujuan kita dan mimpi kita akan tercapai. Karena kemarin-kemarin saya bermimpi saya pemimpin paling bawah kapan saya bisa jumpa dengan pimpinan teratas. Supaya mereka juga punya mimpi seperti saya motivasi mereka dulu, bisa komunikasi langsung dengan pemimpin yang ada. Kedua dukungan dari suaminya tidak ada, itu yang lebih menutupi perempuan untuk maju.”


Kenapa suami belum mendukung di sana?


“Karena kalau suami seperti suami saya 1001 dapatnya. Kadang kepercayaannya yang belum dapat diterima. Kalau saya di rumah memang musyawarah, terbuka apa pun persoalan ya dibicarakan. Mungkin karena kami sudah 14 tahun berumah tangga, belum ada yang sifatnya negatif berarti dia percaya dan saya juga menjaga kepercayaannya.” 



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending