Bagikan:

Imparsial: Uji Ucapan Para Jenderal Soal Penculikan 1998 Lewat Pengadilan

Isu ini kembali muncul di tengah politik elektoral pilpres sebagai konsekuensi dari tidak pernah tuntasnya persoalan ini.

BERITA

Jumat, 27 Jun 2014 13:39 WIB

Author

Vitri Angreni

Imparsial: Uji Ucapan Para Jenderal Soal Penculikan 1998 Lewat Pengadilan

kampanye, pilpres, penculikan, Prabowo, Wiranto

KBR, Jakarta - Bekas Panglima ABRI Wiranto menegaskan tidak pernah memerintahkan Prabowo Subianto melakukan penculikan. Ini disampaikannya untuk mengklarifikasi pernyataan Prabowo dalam debat calon presiden beberapa waktu lalu.

Pernyataan Wiranto ini dilihat Ghufron Mabruri, koordinator peneliti dari Imparsial, bisa memperkuat dan menegaskan dugaan keterlibatan Prabowo Subianto dalam peristiwa penculikan aktivis 97-98.

Dalam perbincangan dalam Program Sarapan Pagi KBR (20/6), ia meminta segera digelar pengadilan untuk memvalidasi semua informasi dan fakta-fakta itu karena informasi ini muncul di masa kampanye.

Berikut wawancara selengkapnya.

Soal pernyataan Wiranto kemarin semakin menegaskan keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan di 97-98. Apa sebenarnya efek yang Anda lihat saat ini?

“Kalau kita bicara efek dari pernyataan tersebut saya kira memang kalau kita coba cermati apa yang disampaikan oleh Wiranto kemarin sesungguhnya itu betul bahwa pernyataan itu memperkuat dan semakin menegaskan dugaan keterlibatan Prabowo Subianto dalam peristiwa penculikan aktivis 97-98. Saya kira ini juga semakin kuat dengan pernyataan sejumlah perwira yang lain terutama beberapa anggota DKP beberapa waktu yang lalu dan dokumen itu sendiri yang kini beredar di publik. Dari situ saya kira hal yang menjadi jelas bagi publik, bahwa Prabowo Subianto saya kira tidak bisa lagi menghindar dari peristiwa tersebut untuk dimintai pertanggungjawaban.”

Ini soal pernyataan terkait dengan masalah HAM. Sebagai masyarakat awam bagaimana bisa mempercayai bahwa itu sesuatu yang benar apalagi ini keluar di masa kampanye?

“Memang isu soal kasus penculikan aktivis 97-98 ini bukan isu baru ya sebenarnya kalau masyarakat kita mencoba membuka file-file pemberitaan tentang peristiwa ini. Bahkan sejak 98-99 sampai sekarang bahwa isu ini kembali muncul di tengah politik elektoral pilpres sekarang saya kira itu merupakan konsekuensi dari tidak pernah tuntasnya persoalan ini. Misalnya proses yang jelas tuntas, adil bagi korban terhadap proses ini.”

“Hari ini misalnya muncul banyak informasi baru, kemudian fakta-fakta baru terutama dokumen Dewan Kehormatan Perwira yang secara jelas menegaskan soal pemecatan Prabowo Subianto. Saya kira ini mestinya merupakan fakta informasi baru yang sesungguhnya tidak bisa lagi dibiarkan bahwa ujungnya saya kira hal penting supaya publik juga benar-benar sadar dan tahu. Harus ada ruang saya kira yang untuk memvalidasi seluruh informasi dan fakta-fakta baru ini, yaitu ruang pengadilan.”

Pengadilan harus dibuka ya?

“Iya betul. Saya kira itu ruang yang sangat penting untuk memvalidasi semua informasi dan fakta-fakta itu.”

Kalau bicara teknis respon dari pemerintah dan DPR saat ini pasca mendengar pernyataan Wiranto seperti apa?  

“Saya kira 2009 DPR sudah merekomendasikan kepada Presiden SBY untuk membentuk pengadilan Ham Ad Hoc. Hari ini saya kira kuncinya ada di SBY punya keinginan politik tidak untuk membentuk pengadilan HAM Ad Hoc itu, ini ada informasi dan fakta baru bagi publik. Hasil penyelidikan Komnas HAM juga memperkuat dugaan bahwa Prabowo harus dimintai pertanggungjawaban sebagai mantan atasan tim Mawar dalam peristiwa itu. Saya kira ada SBY mau tidak membentuk pengadilan HAM Ad Hoc sehingga publik juga tidak dibuat bingung oleh kontroversi semacam ini.”

Kalau tidak mau melakukan apa yang bisa kita lakukan?

“Bagi masyarakat saya kira informasi-informasi soal penculikan ini perlu untuk mereka. Untuk dicerna, dipahami bahkan kalau perlu saya kira masyarakat bisa lebih memperjelas, bisa membuka dokumen-dokumen resmi  misalnya ringkasan hasil penyelidikan Komnas HAM bahwa ada dugaan kuat bahwa prabowo dalam kaitannya dengan kasus penculikan aktivis 97-98.”

Untuk menyegarkan ingatan kita semua catatan lama Anda mengatakan seperti apa? Kenapa kasus ini begitu lama dan sekarang muncul secara terbuka di masa sekarang ini?

“Saya kira ini berkaitan dengan kalau bicara upaya keluarga korban aktivis yang masih hilang itu, ini merupakan upaya-upaya yang sudah dilakukan sejak 98. Jadi 16 tahun itu mereka mengupayakan dan sampai hari ini belum ada kejelasan aktor-aktor kunci. Juga tidak ada proses dimana mereka dimintai pertanggungjawaban. Tahun 2006 kalau tidak salah Prabowo pernah dipanggil Komnas HAM tetapi tidak datang, terakhir juga misalnya Kivlan Zain mau dimintai keterangan oleh Komnas HAM juga tidak datang. Jadi memang ada satu tembok tebal kekuasaan di Indonesia yang menghambat proses pengusutan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu entah itu di DPR, kejaksaan atau di presiden.”

“Satu-satunya capaian maju yang positif dari pengungkapan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu adalah kasus penculikan. Dimana ada keputusan politik DPR yang merekomendasikan Presiden SBY untuk membentuk pengadilan HAM Ad Hoc. Saya kira ini capaian yang tidak boleh begitu saja dibiarkan oleh masyarakat, terutama oleh presiden karena dia yang punya wewenang untuk membentuk pengadilan HAM itu. Saya kira masalahnya soal tembok tebal kekuasaan yang tidak berpihak pada korban ya dan keluarga korban di Indonesia.”

Apakah ada kesempatan buat SBY untuk mendobrak tembok-tembok itu ya?

“Saya kira hari ini kuncinya ada di SBY, mau tidak. Jangan sampai kebenaran tentang masa lalu, kemudian keadilan bagi masyarakat juga korban khususnya dan keluarga korban diabaikan semata karena kepentingan politik pragmatis Pemilu 2014.”        

(Baca juga: Korban Penculikan Bantah Keterangan Prabowo)

(Baca juga: Prabowo Subianto, Kandidat Presiden Indonesia: “Tuduhan adalah Bagian dari Permainan Politik”)




Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending