KBR, Jakarta – Bogor adalah satu dari lima kota dari 500 kota yang ada di Indonesia yang dianggap berhasil menerapkan aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Di seluruh Indonesia sendiri, dari 500 kabupaten/kota yang ada, baru 120 saja yang sudah punya aturan soal KTR.
“Meski begitu, belum dipastikan bisa 100 persen berhasil,” kata Tubagus Haryo Karbianto dari Divisi Advokasi Komnas Pengendalian Tembakau. Tapi paling tidak, jelasnya, ada komitmen tinggi dari kepala daerah untuk menerapkan KTR ini. “Ketika kita bicara soal Kota Bogor, Bogor penduduknya berapa, berapa perokoknya dan sebagainya, pelanggaran pasti tetap ada. Yang kita lihat adalah komitmen kepala daerah dalam penegakkan regulasinya. Semua kembali ke sana.”
Walikota Bogor Bima Arya mengakui, ketika aturan KTR baru mulai diterapkan di lingkungan kantor instansi pemerintahan Kota Bogor, terasa sangat berat.
“Kita fokuskan pertama di kantor instansi pemerintah. Kita paling tidak berusaha membuat suasana setidak kondusif mungkin untuk merokok. Selain itu, papan soal larangan merokok juga dipampang di tiap-tiap sudut,” jelas Bima Arya.
Kedua, kata Bima, Pemkot Bogor sering melakukan sidak di internal pemerintah kota Bogor dan tempat-tempat umum lain, semisal hotel. Bima mengaku juga memberikan penghargaan dan sanksi bagi pelanggar KTR di wilayahnya.
“Kita koordinasikan semua agar bisa dipantau tingkat kepatuhannya,” kata Bima.
Ia menambahkan kalau Bogor baru saja menandatangani sejumlah penghargaan kepada wajib pajak, yang punya tingkat kepatuhan KTR sebesar 74 persen. “Angka ini yang menempatkan Bogor menjadi kota yang cukup tinggi penilaiannya disbanding kota lain.” Targetnya, kata Bima Arya, nilai bisa naik menjadi 80 persen di kali berikutnya.
“Jadi masih ada kelemahan di beberapa titik, semisal pasar tradisional dan hotel-hotel.Kita surati lagi hotel-hotel agar betul-betul menerapkan Perda KTR, termasuk dengan pasar-pasar tradisional,” ucapnya.
Politisi Partai Amanat Nasional ini mengakui, tak mudah untuk tetap konsisten memberlakukan aturan ini di wilayahnya. Namun ia juga meminta bantuan LSM, pelajar dan mahasiswa untuk mengingatkan dan mengkritik Pemkot Bogor jika dianggap lemah dalam menerapkan aturan KTR.
“Kunci utamanya adalah kolaborasi,” kata Bima Arya.
“Pemerintah kota ini kan kadang-kadang konsentrasi pecah terhadap hal lain. Nah, mereka-mereka ini kan memang setiap hari ini lah yang dipikirkan. Kita juga bahkan membentuk tim relawan khusus untuk terus mengkampanyekan ini, saya minta ke mahasiswa atau pelajar, kalau ada yang merokok di KTR langsung di foto aja kemudian segera diunggah ke Twitter.”
Aturan soal iklan pun, kata dia, juga sudah tak lagi diperbolehkan terpasang di ruang-ruang publik.
“Di Bogor sudah tidak boleh. Tapi, memang kadang ada inkonsistensi pada masa lalu. Insya Allah iklan rokok ini akan kita bersihkan tanpa terkecuali,” kata Bima Arya.
“Saya sendiri bukan perokok, dan tak mau generasi muda kita dicekoki dengan racun rokok.”
Tubagus Haryo Karbianto dari Komnas Pengendalian Tembakau mengapresiasi Bogor yang serius menerapkan aturan soal KTR.
“Bogor merupakan satu-satunya kota yang melarang display rokok di minimarket dan warung. Saya kira teman-teman Bogor sangat antisipatif,” ujarnya.