Bagikan:

Bawaslu: Ada Potensi Pemakaian Fasilitas Negara Saat Kampanye Pilpres

Kemungkinan karena banyak kepala daerah yang akan ikut berkampanye.

BERITA

Kamis, 05 Jun 2014 09:44 WIB

Author

Vitri Angreni

Bawaslu: Ada Potensi Pemakaian Fasilitas Negara Saat Kampanye Pilpres

bawaslu, Pilpres, kampanye, capres, kepala daerah

KBR, Jakarta - Pasangan Calon Presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) mendeklarasikan kampanye damai di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (3/6). Anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak  yakin meski deklarasi ini tidak detail, mesin kampanye kedua pasangan pasti bisa menerjemahkan apa yang dimaksud dengan kampanye damai karena juga sudah diatur Undang-undang.

Nelson menilai salah satu potensi kemungkinan pelanggaran kampanye adalah pemakaian fasilitas negara karena banyak kepala daerah yang ikut berkampanye. Bagaimana Bawaslu mengantispasi hal ini?  Berikut wawancara Nelson Simanjuntak dalam Program Sarapan pagi KBR (4/6) selengkapnya.

Isi deklarasi tidak terlalu detil. Bagaimana tim sukses masing-masing menerjemahkannya secara baik?

“Intinya kampanye damai. Pada dasarnya kampanye ini dalam rangka untuk mendapatkan dukungan dari pemilih, untuk mendapatkan dukungan pemilih banyak cara mulai dari cara-cara yang baik sampai cara-cara yang buruk. Misalnya dengan cara yang baik adalah melakukan ajakan dengan cara-cara yang sopan santun, bermartabat sampai dengan cara menjelek-jelekan lawan. Terakhir ini bukan sesuatu yang bersifat damai, karena hal-hal seperti itu pasti akan menimbulkan kebencian bahkan bisa memancing keributan di antara masyarakat. Kemarin saya baca berita ada tukang becak di Madura berantem gara-gara saling menjelek-jelekan, artinya hal-hal seperti itu menjadi tidak damai. Di sisi lain kampanye juga selain untuk mendapatkan dukungan dari pemilih sekaligus menjadi pendidikan politik bagi masyarakat. Oleh karena itu saya kira yang namanya pendidikan ya salah satu tujuannya supaya bisa hidup bersama-sama dengan damai. Saya kira masing-masing pasangan calon, mesin kampanye pasti bisa menerjemahkan itu apalagi juga dalam Undang-undang kita sudah jelas apa yang dilarang apa yang dibolehkan.”

Aturannya sudah tegas ya?

“Iya sudah tegas dan lebih dari itu logika umum atau nurani masing-masing orang bisa paham mana hal-hal yang bisa menciptakan kedamaian dan tidak. Saya kira kita serahkan saja ke mereka yang pasti memang untuk hal-hal yang bersifat membatasi dalam rangka keadilan berkampanye seperti larangan untuk tidak menyalahgunakan jabatan oleh para pejabat negara yang tergabung dalam tim kampanye. Karena ini harus dihindari, jangan sampai ada penyalahgunaan jabatan atau wewenang untuk kepentingan kampanye.”

Kalau potensi pelanggaran yang paling mungkin banyak terjadi apa kira-kira?


“Kemungkinan karena banyak kepala daerah yang akan ikut berkampanye. Lalu kemudian karena pasangan calonnya akan turun ke daerah ada kemungkinan bahwa ini akan terjadi penyalahgunaan fasilitas-fasilitas negara terutama di daerah yang akan digunakan kampanye. Katakanlah misalnya untuk menjemput tim kampanye dari Jakarta yang datang ke daerah. Tapi kami akan mengantisipasi itu dan Undang-undang sudah jelas mengatakan tidak boleh menggunakan itu. Kami akan tegas soal itu supaya tidak ada penyalahgunaan, karena mulai dari sekarang mereka harus belajar kalau mereka nanti jadi pemimpin negara ke depan juga mereka tidak menggunakan apapun untuk kepentingan kelompok. Itu yang mungkin nanti banyak terjadi menurut saya, termasuk juga penyalahgunaan wewenang misalnya para gubernur memaksa masing-masing kepala dinas SKPD untuk kemudian memaksa para pegawai di lingkungannya untuk memilih calon tertentu. Saya kira ini juga perilaku buruk yang sangat kita sesali terjadi selama lebih dari 32 tahun, hal itu yang harus kita tinggalkan kalau kita mau lebih baik ke depan.”

(Baca: Kampanye Pilpres, 10 Gubernur dan Wakil Gubernur Ajukan Cuti)

(baca juga: Jadi Ketua Timses Prabowo, Plt Bupati Rembang Enggan Cuti)

Belajar dari pengalaman pemilu legislatif waktu itu juga ada semacam deklarasi dari masing-masing partai untuk juga menjaga integritas, kualitas pemilu, dan sebagainya tapi pelaksanaannya tidak mudah. Bagaimana untuk pemilu presiden saat ini?

“Kita tetap harus berharap. Karena dengan penegakan hukum dalam arti penegakan atau penjatuhan sanksi terhadap orang-orang yang masih melakukan pelanggaran, melihat Undang-undang kita yang masih longgar, demikian juga sistem penegakan hukumnya yang menurut saya masih banyak kelemahan. Saya kira kita tidak bisa mengandalkan penegakan sanksi supaya dalam rangka kampanye ini orang patuh terhadap aturan. Di sisi lain memang walaupun bahwa pemberian sanksi salah satu sarana untuk penegakan hukum artinya menimbulkan efek jera tapi juga sangat tidak baik. Paling baik adalah bagaimana masyarakat sadar secara moral bahwa menjalankan aturan itu adalah hal yang sangat penting untuk kehidupan kita bersama sebagai masyarakat bernegara. Jadi tidak melihat sanksinya jadi hukum itu dibuat untuk melindungi kepentingan bersama untuk juga melindungi hak masing-masing individu. Oleh karena itu sisi hukumnya juga harus kita patuhi bukan karena sanksinya. Jadi kalau mereka sudah berikrar kemarin untuk kampanye yang berintegritas tapi ternyata banyak juga caleg yang bermain-main melakukan pelanggaran ya memang kelihatannya masih begitu. Tapi kita harus berjuang ke depan bagaimana supaya lebih berintegritas.”

Kalau melihat peristiwa pada pemilu legislatif kemarin apakah ada pemusatan pengawasan oleh Bawaslu?

“Berbeda memang kalau kemarin pileg banyak sekali pemain hampir ratusan ribu. Karena kita mempunyai 2.400 daerah pemilihan dan ada 12 partai politik, kemudian masing-masing dikali rata-rata jumlah calon setiap daerah pemilihan itu ada 7-8 itu bisa mencapai ratusan ritu. Sehingga masing-masing calon ini menciptakan persaingan sendiri sehingga banyak sekali permainan yang harus diawasi. Tapi kalau sekarang ini pasangan calon cuma dua walaupun memang tetap pemilihan ini akan terjadi di seluruh Indonesia, mereka saling mengawasi dan itu akan sangat membantu pemilu yang berintegritas. Kalau sekarang agak susah bikin gendang sendiri untuk bermain sendiri karena saling memantau di antara mereka. Jadi kita berharap pemilu ini akan berintegritas dan imbauan kita kepada masyarakat karena ada juga potensi tidak baik. Karena hanya dua pasangan calon, jangan sampai masyarakat atau suara pendukung ini seperti menuhankan di antara pasangan calon.”   

(Baca juga: Bawaslu Akan Fokus Pencegahan Pelanggaran Pemilu Pilpres)

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending