KBR, Jakarta - “Libur tlah tiba, libur tlah tiba, hore...hore...hore”, potongan bait lagu anak-anak yang dinyanyikan oleh mantan penyanyi cilik Tasya ini menggambarkan suasana hati anak sekolah yang saat ini sedang liburan. Tapi apakah liburan anak Anda sudah cukup berkualitas? Atau malah jadi membosankan?
Psikolog anak Anna Surti Ariani menggambarkan apa yang dimaksud dengan liburan berkualitas. “Liburan itu harus menyenangkan, jangan sampai menjenuhkan,” katanya dalam program Klinik KBR. Untuk itu butuh inovasi dan kreativitas orangtua untuk menciptakan liburan yang positif buat anak. “Orangtua harus punya tujuan apa yang akan dicapai anak dalam liburan ini. Maka kegiatannya nanti akan menyesuaikan.”
Sebagai orangtua, Ilma Sovie bertekad menciptakan liburan yang positif bagi anaknya yang berusia 7 tahun. “Rencananya anak saya akan menjalankan liburan dengan berbagi di panti asuhan,” kata Ilma. Ini namanya ‘liburan sosial’, jelasnya. “Saya ingin anak saya bisa peka dan mau berbagi dengan sesama. Dan ini waktu yang tepat.”
‘Liburan sosial’ ini bertepatan dengan ulang tahun ke-7 anaknya. Bakti sosial ini sudah dirancang sejak lama dan anak diminta menyisihkan uang saku demi membeli bingkisan yang dibagikan kepada anak-anak yang membutuhkan. “Inisiatif datang dari si anak ketika dia bertanya soal anak-anak yang ada di jalanan saat jam sekolah.”
Nina menyambut baik rencana Ilma. Menurut dia, orangtua harus mendukung apa keinginan anak selama itu masih masuk kegiatan yang aman dan positif. “Ini bisa melatih mental anak. Kepekaan, emosi, senang dan lain-lain bisa dilatih. Supaya anak tetap belajar meski sedang liburan.”
Sandy dari Kuningan, Jawa Barat, ingin tahu bagaimana caranya menciptakan liburan yang bisa mempererat hubungannya dengan sang anak. “Soalnya saya sibuk bekerja dan saya orangtua tunggal.”
Kunci utamanya, kata Nina, adalah menciptakan liburan yang berkualitas. “Tidak harus keluar uang banyak, yang penting kreativitas orangtua,” jelasnya. Misalnya, kata Nina, anak dan orangtua bisa sama-sama membersihkan rumah ketika liburan. Atau sama-sama memasak di dapur sembari mencoba menu baru. “Biarkan anak memiliki waktu sendiri di rumah untuk melatih dunia kreatifnya ketika berada di rumah.”
Bentuk kegiatan juga harus menyesuaikan dengan usia si anak. Jika satu keluarga punya anak dari usia yang berbeda-beda, maka kegiatan mereka pun tidak boleh disamakan. Begitu pula dengan tempat tujuan liburan. “Harus yang ramah anak, jangan sembarangan,” pesannya. Orangtua pun mesti ikut ‘berkorban’ dengan ambil cuti demi menjaga keintiman dengan anak.
Mengajak anak ke tempat kerja bisa jadi salah satu pilihan. “Asalkan tidak terlalu sering,” kata Nina. Kegiatan ini bisa ikut mengenalkan anak tentang dunia dan aktivitas orangtuanya. “Ini juga bisa membuat anak mengerti soal kegiatan kita yang mungkin jarang punya waktu untuk anak.”
Intinya, kedekatan dan keintiman mesti terus terjalin dengan aneka kreativitas orangtua. Dan ini, kata Nina, sama halnya dengan belajar. “Belajar kan tidak harus di kelas, menulis dan membaca buku pelajaran.”
Editor: Citra Dyah Prastuti