Bagikan:

Meluruskan Persepsi Atas UU Pendidikan Tinggi

UU Pendidikan Tinggi disahkan tahun lalu. Semangat dari pengesahan UU ini adalah mencegah upaya komersialisasi dan liberalisasi Perguruan Tinggi. Namun sebelum disahkan UU ini mendapat penolakan. Pun ketika sudah disahkan. Isu-isu yang masih hangat diperb

BERITA

Senin, 10 Jun 2013 16:28 WIB

Author

Dede Riani

Meluruskan Persepsi Atas UU Pendidikan Tinggi

UU Pendidikan Tinggi, UU No 12 Tahun 2012, otonomi kampus, Ade Armando

KBR68H, Jakarta- UU Pendidikan Tinggi disahkan tahun lalu. Semangat dari pengesahan UU ini adalah mencegah upaya komersialisasi dan liberalisasi Perguruan Tinggi. Namun sebelum disahkan UU ini mendapat penolakan. Pun ketika sudah disahkan. Isu-isu yang masih hangat diperbincangkan adalah soal biaya dan pendanaan, keterjangkauan serta otonomi kampus.

Penolakan itu salah satunya datang dari ranah minang. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Andalas Padang Sumatera Barat mengajukan uji materi  UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi ke Makamah Konstitusi. Mereka menilai UU tersebut membebani mahasiswa yang kurang mampu untuk kuliah di perguruan tinggi. Sebagian mahasiswa menilai, UU Pendidikan Tinggi ini bukan jadi jaminan bagi anak bangsa mengeyam pendidikan. Sebaliknya, justru ancaman ketika perguruan tinggi mencari sumber pendanaan tanpa melihat situasi mahasiswanya.

Namun anggapan itu dinilai tak benar. UU Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 justru memikirkan kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia. Termasuk di dalamnya memikirkan hak dan akses anak bangsa untuk mengenyam pendidikan tinggi. Anggota Dewan Pendidikan Tinggi Sofian Effendi menyebutkan dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU PT) dimandatkan soal bagaimana semestinya PTN dikelola dan diatur. “Ada landasan hukum yang jelas soal pengelolaan pendidikan tinggi. Kalau otonom harus seperti apa dan bagaimana. Tidak boleh sampai anak yang kurang mampu dan pintar tak bisa kuliah,” tutur Sofian Effen dalam Talkshow Sarapan Pagi KBR68H tentang ‘UU Pendidikan Tinggi, Jaminan atau Ancaman? Pandangan Kritis Media terhadap UU PT.’

Hal serupa dituturkan Praktisi Pendidikan yang juga Pakar Komunikasi Media Ade Armando; “UU PT adalah sebuah produk hukum pendidikan yang bagus. Sebab dalam UU ini memberi kepastian dan jaminan serta kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia. UU yang pro rakyat. Saya merasa bersyukur yang membuat undang-undang ini pikirannya jernih, sehat dan hasilnya bagus,” ujar Ade Armando dalam kesempatan yang sama. Ade melanjutkan, banyak perguruan tinggi yang pengelolaannya belum mandiri. “Masih banyak yang berstatus satuan kerja (satker). Kalau Satker, kaku tak punya keleluasaan, tak inovatif dan susah untuk berkembang karena ada dibawah kendali kemdikbud. Mau mengkritik kebijakan pemerintah susah. Jadi takut-takut,” cerita Ade Armando.

Memberikan Kepastian & Jaminan
UU Pendidikan Tinggi menyebutkan secara tegas keberpihakan pemerintah bagi masyarakat tak mampu. Misalnya, Pasal 74 menyebutkan PTN wajib mencari dan menjaring 20%  calon mahasiswa yang miskin, tapi pintar secara akademik untuk bisa berkuliah. “Paling sedikit 20% untuk kalangan yang tidak mampu. SD-SMP-SMA saja tidak ada jatah ini,” sebut Ade Armando.


Pelaksanaan otonomi perguruan tinggi pun tak betul bila dikatakan menyebabkan komersialisasi dan biaya kuliah menjadi mahal. “Otonomi itu memang kemandirian. Tapi bukan berarti perguruan tinggi seenaknya mencari uang dan memungut dari mahasiswa seperti yang dipikirkan orang-orang. UU PT justru yang menggawangi supaya hal tersebut tidak terjadi,” tutur Ade Armando.


Dalam UU PT disebutkan juga tentang penetapan biaya dan subsidi dari pemerintah. Inilah yang membuat biaya kuliah bisa terjangkau. “Kalau Anda baca undang-undangnya dengan  jelas, ada otonomi akademik, tidak bisa mengeruk keuangan tanpa mempedulikan publik. Ada juga satuan biaya operasional yang digelontorkan ke perguruan tinggi untuk memastikan keterjangakuan biaya,” tambah Ade Armando.


Dukungan Media Untuk Luruskan Persepsi
Sementara itu menurut Anastasia Andriarti Jurnalis dari Berita Satu TV, banyak media termasuk jurnalisnya tak paham betul soal UU Pendidikan Tinggi. Hal ini diperparah dengan pemilihan jenis liputan yang dianggap seksi; berita demo atau gugatan UU Pendidikan Tinggi. “Persoalannya lebih ke teman-teman generasi jurnalis, mungkin bagian dari produk budaya yang malas membaca. Saya kebetulan mengajar jurnalistik dan menemukan dari mahasiswanya itu malas baca. Lalu jurnalis baru, apalagi di TV, hanya ingin tampil, tapi mereka melupakan substansi,” cerita Anastasia. Hal ini ditambah dengan sosialisasi UU Pendidikan Tinggi yang minim. “Informasi yang minim soal UU Pendidikan Tinggi, kekurangan gambar yang bagus kalau untuk televisi. Kalau demo, ada spanduk atau lainnya,” ujar Anastasia.


Bila ingin pengelolaan dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia maju, termasuk mimpi semua anak bangsa untuk mengenyam pendidikan tinggi bisa terwujud; dukung pelaksanaan UU Pendidikan Tinggi. “Buat jurnalis, sebarkan informasi yang benar terkait UU Pendidikan tinggi, tanyakah ke sumber yang ahli. Jangan hanya dari sisi yang menolak saja. Biar hakim di MK juga tambah informasinya. Bukan hanya berita demo yang tolak dan tolak,” ujar Ade Armando.


Kawal bersama adalah jalan terbaik yang bisa dilakukan untuk pelaksanaan UU Pendidikan Tinggi. “Ya memang harus kita kawal, memastikan 20% itu benar-benar terlaksana. Biaya kuliah juga terjangkau. Tapi juga tolong informasi dan sosialisasi terkait pendidikan tinggi dan UU PT bisa lebih banyak dan mudah lagi diakses oleh semua,” tutup Anastasia.

Perbincangan ini hasil kerjasama KBR68H, Tempo TV dengan Kemdikbud RI.



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending