Bagikan:

TABUK: Perketat Pengawasan Pelaksaan Aturan Alih Daya

Meski ada nota pengawasan, masih banyak perusahaan yang tidak mau memperbaiki hubungannya dengan para buruh.

BERITA

Senin, 19 Mei 2014 12:59 WIB

Author

Vitri Angreni

TABUK: Perketat Pengawasan Pelaksaan Aturan Alih Daya

Undang-Undang, alih daya, Buruh, MK, Tabuk

KBR, Jakarta - Perwakilan TABUK (Tim Advokasi Buruh Untuk Keadilan), Muhammad Isnur, mengatakan pemerintah harus memperketat pengawasan pelaksaan aturan soal alihdaya di berbagai perusahaan.  Hal ini dia sampaikan saat diwawancara dalam Program Sarapan Pagi KBR (8/5). Ia mengatakan meski ada nota pengawasan, masih banyak perusahaan yang tidak mau memperbaiki hubungannya dengan para buruh. 


Sebelumnya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). 


Simak wawancara selengkapnya berikut ini. 


Apa yang menjadi alasan Apindo mengajukan judicial review ini? Apakah memang saat ini tidak ada kepastian antara pengusaha dan pekerja soal status pekerjaan?


“Bukan. Sebenarnya fakta yang di lapangan adalah banyak sekali perusahaan yang tidak taat pada Undang-undang Ketenagakerjaan. Jadi banyak sekali misalnya di Undang-undang jelas pekerjaan yang bisa dikontrakkan dan pekerjaan yang bisa dialihdayakan hanya sedikit, terbatas sekali. Misalnya pekerjaan yang memang tidak terus menerus, sifatnya musiman, bukan dari core business perusahaan tapi faktanya di lapangan banyak perusahaan yang melanggar itu. Kemudian ditambah lemahnya pengawasan, pengawasan memang selama ini kita akui lemah sekali di lapangan. Buruh selama ini berusaha untuk meminta pengawasan agar bekerja, ada beberapa pengawasan bekerja kemudian memberikan nota pengawasan dan akhirnya meminta perusahaan agar memperbaiki hubungan hukumnya dengan buruh-buruhnya tapi banyak perusahaan yang tidak mau.” 


Apindo menggugat Undang-undang No. 13 soal perselisihan antara pengusaha dan pekerja terkait perjanjian kerja antar waktu tertentu yang katanya tidak pernah menemukan titik temu. Apakah gugatan itu beralasan? 


“Jadi gugatan mereka hanya ingin menafsirkan sah demi hukum. Tadi yang saya bilang ada istilah kontrak dan outsourcing, ketika misalnya mereka melanggar harusnya ini perjanjian yang dia tidak boleh dikontrakkan atau di-outsourcing-kan. Tiba-tiba perusahaan mengalihdayakan, maka demi hukum dia beralih statusnya menjadi hubungan tetap dengan perusahaan pemberi kerja. Kemudian Apindo ingin demi hukum ini dimaknai dengan putusan pengadilan. Jadi nanti buruh-buruh misalnya saya diposisikan sebagai outsourcing padahal ini perkerjaan yang core business saya harus menggugat ke pengadilan, terus kemana fungsi pemerintah. Itu menurut saya menjadi menghilangkan semangat Undang-undang ini sendiri, Undang-undang kan semangatnya musyawarah mencari penyelesaian tanpa masuk ke pengadilan.” 


Kalau memang dibawa ke pengadilan belum tentu ada titik temu ya?


“Betul. Jadi kalau ke pengadilan bawaannya jadi sengketa, berantem, padahal bisa selesai melalui musyawarah, bipartit, pemerintah melalui nota pengawasan itu lebih cepat. Makanya hakim sepakat untuk itu bahwa pemerintah punya kewenangan.” 


Artinya ini nafas baru untuk “perang” terhadap pola outsourcing yang selama ini dituntut para buruh?


“Betul.”


(Baca juga: Hari Buruh, Geber BUMN Tetap Tuntut Hapus Outsourcing)


Kira-kira apakah payung hukum yang ada selama ini cukup memadai misalnya dengan adanya SK menteri yang membatasi bahwa outsourcing berlaku terbatas? 


“Ada dua posisi. Kenapa saya mengatakan bahwa itu dianggap cukup tapi memang implementasinya buruk. Undang-undang yang sekarang ini outsourcing misalnya itu memang ada batasannya, tapi pemerintah tidak mau menegakkan. Kedua ada yang mengatakan memang itu tidak boleh ada outsourcing karena sebagai perbudakan modern. Minimal sekarang undang-undangnya masih ada dan menteri sudah mengeluarkan SK soal outsourcing yang terbatas, maka minimal itu dulu ditegakkan. Di MK kemarin memberikan penguatan, memberikan penegasan bahwa pemerintah dalam hal ini Menakertrans dan lain-lain itu punya kewenangan.” 


Cukup tegas putusan itu, apakah perlu dipertegas lagi untuk memperkuat agar outsourcing dihapuskan?


“Ini Undang-undang ya ranah pertarungannya di DPR. Sementara ini ada kekhawatiran misalnya outsourcing dihapuskan dari Undang-undang tapi jadi seperti kotak pandora, kita buka satu pasal kemudian pasal-pasal lain juga diubah. Dulu tahun 2006 Menakertrans mengajukan perbaikan Undang-undang, yang diajukan bukan malah baik tapi tambah buruk. Untuk penguatan saya pikir ya sementara ini manfaatkan yang ada kita dorong pengawasan, penyidik kepolisian kalau ada pelanggaran pidana ketenagakerjaan.”  



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending