Bagikan:

Suara yang Terbeli di Pemilu Legislatif

KBR, Jakarta - "Kartu Jakarta Pintar itu dari partai atau pemerintah? Banyak orang yang bingung karena daftarnya di caleg.

BERITA

Rabu, 07 Mei 2014 11:45 WIB

Author

Rio Tuasikal

Suara yang Terbeli di Pemilu Legislatif

politik uang, suara yang terbeli, politik uang di pemilu legislatif


KBR, Jakarta - "Kartu Jakarta Pintar itu dari partai atau pemerintah? Banyak orang yang bingung karena daftarnya di caleg. Caleg itu menekan banyak orang untuk memilihnya," curhat Shinta, warga Jakarta, dalam program Pilar Demokrasi KBR di Kedai Tempo, Jakarta, Senin (5/5) malam.
Kebingungan Shinta masuk akal. Ia mewakili warga lain yang juga menghadapi politik uang di pileg kemarin.

"Kartu Jakarta Pintar jelas program pemerintah," tegas Abdullah Dahlan, peneliti LSM anti-korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW).

Dahlan menjelaskan kini politik uang tak cuma berbentuk tunai, tapi bermacam-macam. Politik uang bisa membajak program bantuan, seperti Kartu Jakarta Pintar KJP di Jakarta. Bisa juga program bansos, yang menjelang Pemilu tiba-tiba diklaim sebagai hasil perjuangan caleg tertentu. "KJP seharusnya jadi hak kita. Bansos, BLSM sudah jadi hak masyarakat. Ini hak kita sebagai warga. Para caleg kemas seolah-olah dari partai atau caleg," kata Dahlan.

Politik uang bisa juga jadi barang sumbangan. Seperti yang diceritakan Dahlan, "Ada juga kalau pengajian, ibu-ibu dikasih baju muslim. Atau ada pertemuan, saat pulang warga dikasih sembako." Dahlan juga menemukan politik uang lewat jasa, misalnya pengobatan gratis.

ICW mencatat kasus politik uang dengan berbagai modus mencapai lebih 300 kejadian. Hampir semua caleg dan hampir semua partai melakukannya. Pelaku kadang bukan caleg, tapi tim suksesnya.

"Politik uang bukan berkah," kata Dahlan. Politik uang membutakan para pemilih. Rakyat tidak lagi peduli visi misi atau program caleg. Warga sibuk mencari caleg dengan uang terbanyak. Dahlan mengingatkan, "Seratus ribu mungkin bermanfaat beli sembako, tapi tidak lebih dari lima hari. Ke depan mau berobat tetap bayar, mau sekolahkan anak ada banyak pungutan. Karena yang dipilih tidak memikirkan kita, dia sibuk memikirkan balik modal."

Sementara itu, banyak kasus politik uang yang dilaporkan masih di tengah proses panjang. Dahlan mengeluhkan kinerja Bawaslu atau Panwaslu daerah yang ia sebut lamban. Beberapa aduan tidak digubris, beberapa lainnya diproses tapi tak jelas sejauh mana.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Endang Wihdatiningtyas juga curhat soal Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakumdu). Sentra Gakumdu adalah pusat pelaporan pidana pemilu yang dibentuk Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Masalah muncul ketika tiga lembaga ini memutuskan apakah satu kasus masuk pidana atau tidak. "Nah, di forum ini yang kadang-kadang debatnya cukup keras. Bawaslu bila sudah yakin memenuhi unsur pidana tentu akan memperjuangkan. Tetapi bisa jadi antara Kepolisian dan Kejaksaan berbeda pendapat," cerita Endang. Tiga lembaga ini sudah menyamakan definisi soal pidana pemilu, tapi pada praktiknya tidak semudah itu. Mereka tetap harus melihat kasus per kasus.

Masalah lainnya adalah tenggat waktu pengusutan kasus. Kadang kasus terpaksa dihentikan, meski masih dipelajari hanya karena tenggatnya lewat. Bagaimana pun Endang menilai lembaganya sudah bekerja sebaik mungkin.

Apa kabar dengan Pemilihan Presiden Juli mendatang?

Dahlan meramalkan politik uang akan semakin ramai. Endang sendiri meminta, “Jangan tergiur oleh 50 ribu, tapi mempertaruhkan hidup lima tahun ke depan.”

Endang menambahkan, “Jangan mau kalau ada yang mengiming-imingi. Kalau perlu galang warga dan bilang kami menolak. Harus berani. Kalau bukan kita yang melawan siapa lagi? Kalau kita sudah berani, calon atau timses tentu akan berpikir ulang.”

Endang juga mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan politik uang. Kata Endang, melapor itu mudah. Masyarakat hanya perlu mengumpulkan data kejadian apa, di mana, kapan dan siapa pelakunya. Akan lebih baik bila ada saksi. Dahlan sepakat soal ini sembari memberi catatan. Dahlan melihat masyarakat takut melapor karena diancam. Karena itu Dahlan mengusulkan sistem perlindungan kepada pelapor di Pilpres mendatang.

Kampanye melawan politik uang ini sudah lama digemakan. Di berbagai daerah, muncul spanduk-spanduk bertuliskan 'ambil uangnya, jangan pilih orangnya.' Dahlan dan Endang tahu betul soal itu. Namun keduanya juga mengakui bahwa kasus politik uang tetap saja terjadi.
Itulah kenapa Dahlan bilang tidak setuju dengan isi spanduk. Sebetulnya Dahlan setuju, dia hanya ingin sekali menambahkan: "laporkan juga pelakunya!"

Editor: Fuad Bakhtiar

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending