Bagikan:

Pegiat Wahid Institute: NU Pernah Jadi Target Pemurnian Agama

KBR, Jakarta -

BERITA

Senin, 12 Mei 2014 14:09 WIB

Author

Erric Permana

Pegiat Wahid Institute: NU Pernah Jadi Target Pemurnian Agama

manifesto partai gerindra, pemurnian agama, partai islam, target pemurnian agama

KBR, Jakarta - “Keislaman di tanah Mekkah dan Madinah pun banyak mengadopsi budaya lokal. Di Indonesia pun sama, keislaman di Sumatera dengan tanah Jawa itu juga berbeda,” kata Pegiat Kebebasan Beragama Wahid Institute, Abdul Moqsith Ghazali mengomentari gagasan pemurnian agama.

Di media sosial Twitter, belakangan ini sempat ramai diperbincangkan tentang manifesto Partai Gerindra. Manifesto perjuangan menyebutkan tentang visi dan misi dalam tulisan setebal 50 halaman. Partai berlambang Burung Garuda itu menyatakan bakal menjamin hak kebebasan beragama dan menjalankan ibadah. Gerindra juga menyatakan negara wajib mengatur kebebasan di dalam menjalankan agama atau kepercayaan.

Selain itu juga, negara dituntut menjamin kemurnian agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan. Dalam tulisan manifesto tersebut dinyatakan, negara akan memberikan efek jera untuk orang yang menistakan agama. Kata efek jera dalam manifesto tersebut dinilai banyak pihak sebagai ancaman hak kebebasan beragama. Apakah keduanya bertentangan ketika digabungkan dalam satu manifest ?

Pegiat Kebebasan Beragama Wahid Institute, Abdul Moqsith Ghazali menilai gagasan pemurnian agama sudah pernah disampaikan oleh kelompok modern Islam, seperti Muhammadiyah dan Persis. Karena saat itu, Islam yang tumbuh di Pulau Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Madura banyak mengadopsi budaya lokal dan menyimpang. Saat itu, yang menjadi target pemurnian agama adalah organisasi Nahdhatul Ulama (NU). Ini lantaran organisasi tersebut merupakan organisasi tertua di Indonesia.

“Karena NU saat itu dianggap organisasi yang paling banyak mengadopsi kebudayaan lokal. Dahulu disebut banyak mengidap TBC (Takhayul, Bidáh dan Churofat),” ujar Moqsith saat berbincang dalam Program Talkhow KBR dan Tempo TV “Agama dan Masyarakat.”

Namun seiring waktu, Muhammadiyah tidak lagi memunculkan gagasan pemurnian Islam. Bahkan, Muhammadiyah saat ini mengadopsi kebudayaan lokal dan tidak mempersoalkan kembali  pemurnian agama, khususnya Islam di Indonesia, yang menurutnya banyak mengadopsi budaya lokal.

Dia mempertanyakan sikap Partai Gerindra yang kembali memunculkan gagasan pemurnian agama. Menurutnya, yang nantinya akan terkena dampak pemurnian agama merupakan jenis-jenis Islam tradisional yang ada di Nusantara.

“Jangan-jangan yang menjadi penasehat agama di Partai Gerindra salah alamat. Dikiranya mungkin partai Islam sepenuhnya akan mendukung pemurnian agama, khususnya agama Islam. Kalau kita lihat PPP itukan banyak orang NU, tidak mungkin agenda pemurnian itu bisa diterima. Tapi mungkin sasarannya adalah PKS. Karena mempunyai pandangan yang sama tentang pemurnian agama, khususnya agama Islam,” kata Moqsith.

Selain itu juga, pemurnian agama tidak pernah ada dalam UU di Indonesia. Bahkan menurut dia, saat ini Kementerian Agama tidak mengintervensi keyakinan masyarakat di Indonesia. Moqsith, menambahkan jika pemurnian ini diterapkan di Indonesia, bisa menghancurkan tafsir agama.  Ini lantaran umat Islam di Indonesia tidak hadir dengan warna yang tunggal, warna keislaman akan sangat ditentukan oleh warna daerahnya masing-masing.

“Dalam tradisi pemikian Islam, tradisi masyarakat bisa dijadikan rujukan hukum dalam Islam, Adar itu menjadi rujukan dalam Islam, kecuali membunuh orang,” kata  Moqsith.

Meski demikian, gagasan pemurnian agama tetap masih ada. Tetapi, gagasan tersebut tidak akan menarik kelompok-kelompok agama tradisional. Seharusnya, para pemimpin nanti menghargai pandangan antar umat beragama.

“Jika pemurnian agama digunakan untuk menarik partai lain, kita perhatikan dari perolehan partai-partai yang menjual Islam itu tidak laku, dan partai yang menjual Katolik dan Protestan tidak laku. Jadi kecil sekali. Partai Islam saja tidak bisa ketemu satu sama lain, apalagi menyatukan pendapat pemurnian agama,” kata Moqsith.

Editor: Fuad Bakhtiar

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending