Bagikan:

Jangan Pilih Capres Pelanggar HAM

KBR, Jakarta - Seorang pria tengah duduk sendiri menghadap laptopnya.

BERITA

Rabu, 07 Mei 2014 17:01 WIB

Jangan Pilih Capres Pelanggar HAM

jangan pilih capres pelanggar HAM, kivlan zen, penculikan aktivis

KBR, Jakarta - Seorang pria tengah duduk sendiri menghadap laptopnya. Ia terlihat sibuk pagi itu. Di mejanya terdapat secangkir kopi hitam yang baru saja disajikan oleh pelayan di Café Sarongge, sebuah café yang berada di Jl. Utan Kayu Utara, No. 68D, Jakarta Timur.

Pria itu adalah Mugiyanto, Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI). Hari itu Mugi, begitu ia biasa dipanggil, akan menjadi narasumber talkshow Reformasi Hukum dan HAM di studio TV Tempo di Utan Kayu yang biasa digelar tiap hari Senin. Tema hari itu soal “Jangan Pilih Capres Pelanggar HAM.”

Dalam talkshow tersebut, Mugiyanto bercerita pengalamannya diculik pada 1998 silam.
“Saya diculik 13 Maret 1998. Saat itu saya berada di rumah kontrakan kami di Rusun di Klender, Jakarta Timur. Sebelum saya diculik, dua teman saya yang lain, Nezar Patria dan Aan Rusdianto. Saya diambil satu jam kemudian dari rumah kemudian dibawa ke Koramil Duren Sawit,“ ungkap Mugiyanto dalam talkshow Reformasi Hukum dan HAM, KBR dan TV Tempo, Senin, (05/05).
Kisahnya berawal dari Kodim Jakarta Timur. “Setelah dari situ, mata saya ditutup di dalam kendaraan, terus berhenti di suatu tempat. Di situlah penyiksaan saya alami. Disetrum, ditendang, saya enggak tahu. Tapi, itu terjadi selama dua hari dua malam,” kenangnya.

Di tempat penyekapan tersebut, ia baru menyadari temannya juga mengalami siksaan yang sama dari penculik. “Saya mendengar Nezar dan Aan menjerit-jerit karena siksaan dan interogasi dari para penculik itu. Jadi, itu yang terjadi. Dua hari dua malam kami disiksa, diinterogasi. Setelah itu kami diserahkan ke pihak kepolisian Polda Metro Jaya. Tanggal 15 sore setelah saya jalan dalam keadaan mata tertutup, setelah dibuka ternyata sudah ada di Polda Metro Jaya, tanggal 15 Maret.”

Setelah diserahkan ke Polda Metro Jaya, ketiganya di BAP dan dikenakan UU Antisubversi.
“UU itu diberlakukan karena kami dinilai ingin menggulingkan orde baru pada waktu itu, dan ditahan selama kurang lebih tiga bulan, tanpa proses pengadilan, dan dilepaskan tanggal 6 Juni 1998. Tapi, kemudian Presiden Habibie mencabut UU itu. Sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menahan kami sehingga kami dilepaskan pada waktu itu dengan bantuan advokasi Cak Munir.”

Meski sudah memasuki tahun ke-16, hingga kini 13 aktivis masih hilang dan belum ditemukan. Tak ada kejelasan keberadaan mereka. Menurut Mugiyanto, jumlah korban penculikan lebih banyak dari yang disebutkan saat ini. Dua puluh tiga orang yang dinyatakan hilang itu hanya jumlah yang diadvokasi oleh jaringan LSM.

“Betul. Bagi kami korban dan keluarga korban ini perjalanan yang lama. Kami juga sudah melakukan berbagai cara untuk mengetahui di mana mereka berada. Kami ingin tahu di mana kuburan mereka, apa penyebab kematian mereka.”

Pemerintah pasca reformasi dinilai tidak serius menangani kasus penculikan aktivis dan penghilangan paksa. Padahal pada 2006 Komnas HAM telah menyerahkan hasil penyelidikan kasus itu ke Kejagung. Namun, tak juga ditanggapi. Rekomendasi DPR pun juga tak direspon. Mugi menduga, ada unsure politis dalam kasus ini.

“Kejagung bilang hasil penyelidikan Komnas HAM kurang lengkap. Tapi, kami menduga ada unsur politis. Kami berharap SBY bisa menyelesaikannya sebelum akhir jabatannya,” kata Mugiyanto.

Menurut Direktur Program LSM pemerhati HAM, Imparsial, Al Araf, salah satu kendala penuntasan kasus itu adalah mereka yang diduga terlibat kasus pelanggaran HAM masuk dalam partai politik. Ini membuat mereka memiliki kekuatan.

“Kasus ini juga bisa masuk menjadi politik transaksional, tergantung daya tawarnya. Harusnya Presiden SBY mudah membuat Keppres tentang Pembentukan Pengadilan HAM Adhoc, namun hingga kini Keppres belum juga keluar. Ini kesempatan SBY untuk menunjukkan legacy-nya dalam menuntaskan kasus HAM masa lalu. Karena, meski ada 9 aktivis yang diculik telah dilepas, mereka juga mengalami siksaan. Jadi tidak bisa dilepaskan begitu saja. Harus diungkap!” tegasnya di acara yang sama.

Pengakuan bekas Kepala Staf Komando Strategi Angkatan Darat (Kas Kostrad) Kivlan Zen dalam sebuah program talkshow di stasiun televisi swasta, menurut Al Araf bisa dijadikan langkah baru bagi Presiden dan Kejagung.

“Negara bisa dan harus memanggil Kivlan Zen karena memiliki informasi penting. Ini fakta baru. Kalau memang Prabowo tidak terlibat dalam kasus ini, itu harus dijelaskan. Karena, faktanya mereka yang diculik pernah bertemu di Cijantung, markas Koppasus.”

Keterangan dan pengakuan yang disampaikan Kivlan Zen membuat Mugiyanto merinding. “Dia membicarakan itu tanpa rasa empati dan kemanusiaan dan penyesalan apapun. Tiga belas orang itu dibunuh dan disiksa seolah dia tak merasa. Betapa hancur partai politik ketika elitnya menyampaikan sesuatu tanpa empati. Saya yakin politisi yang berlatar belakang militer dan terlibat kasus HAM masa lalu pasti berlaku sama. Fadli Zon selalu mengingkari soal itu. Prabowo bertanggung jawab tidak hanya 13, tapi 23 orang. Itu juga jangan dilupakan. Jangan ketika dilepaskan, itu bukan masalah. Belum ada pengadilan terhadap Prabowo,. Dan belum pernah.”

Sementara itu, Komnas HAM mengaku akan memanggil Kivlan Zen dalam waktu dekat untuk meminta keterangannya. Anggota Komnas HAM Nurcholis mengatakan, lembaganya juga akan melakukan rapat paripurna untuk merespon pengakuan tersebut.

“Bisa Kejagung atau Komnas HAM yang memanggil Kivlan Zen, karena semua berkas sudah kita serahkan ke sana. Hasil penyelidikan Komnas HAM soal kasus ini sudah ada di Kejagung. Namun, aspek legal tidak cukup untuk ini karena prinsip kemanusiaan ada di atas segalanya. Ada legal dan non legal.”

Nurcholis menambahkan, Komnas HAM harus bersikap dan melakukan terobosan hukum. Karena, keterangan Kivlan Zen bisa dijadikan bahan untuk pengungkapan kasus lama yang belum terungkap.

“Penyelidikan sebenarnya sudah lama. Hanya Kejagung yang belum ada progress, hanya bolak-balik berkas tanpa ada kemajuan. Tapi ini harus ada komitmen bersama, bukan hanya presiden yang memiliki otoritas tertinggi, parlemen juga bisa merespon pengakuan ini dan memberikan dukungan politik bagi korban. Bagi Komnas HAM, ini agenda nasional. Karena sudah nyata! Masa tak bisa tuntas?” ujar Nurcholis via sambungan telfon di acara yang sama.

Namun sayangnya, Partai Gerindra enggan memberikan tanggapan soal perbincangan ini. Beberapa petinggi partai tersebut, semisal Fadly Zon dan Martin Hutabarat tak mengangkat telfon saat dihubungi atau membalas pesan singkat atau SMS.

Salah satu korban penculikan 1998, Mugiyanto berharap Komnas HAM segera menindaklanjuti keterangan Kivlan Zen. Menurutnya, keterangaan itu justru bisa jadi pintu masuk Komnas HAM.
“Kami tunggu hasil paripurna dari Komnas HAM untuk menindaklanjuti keterangan Kivlan Zen. Yang jelas ini bukan kepentingan asing. Ini kepentingan korban, masyarakat Indonesia dan bangsa ini. Agar tidak ada lagi yang mengalami siksaan seperti saya. Agar generasi kita yang kritis tak dibungkam kembali. Jika tak diselesaikan secara hukum, seolah-olah menculik dan membunuh itu boleh. Apalagi jika sampai orang yang telah menculik itu akan kita jadikan presiden. Kita hrs bersama-sama bergerak memastikan agar presiden kita bebas dari kasus pelanggaran HAM. Jangan pilih capres pelanggar HAM!”

Senada dengan Mugiyanto, Direktur Program Imparsial, Al Araf meminta masyarakat menolak capres yang diduga kuat terlibat pembunuhan dan penculikan aktivis.

“Kita harus selamatkan pemilu dari orang-orang yang punya catatan buruk di masa lalu.”

Editor: Fuad Bakhtiar

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending