Bagikan:

Sejak Pemilu 1999 Hingga 2009, Angka Golput Terus Naik

KBR68H, Jakarta - Sederet kasus korupsi yang melibatkan politisi yang juga mengatasnamakan partai politik diduga akan memicu keengganan masyarakat terhadap pesta demokrasi lima tahunan (Pemilu 2014).

BERITA

Kamis, 30 Mei 2013 13:17 WIB

Author

Doddy Rosadi

Sejak Pemilu 1999 Hingga 2009, Angka Golput Terus Naik

golput, pemilu, partai politik, jakarta

KBR68H, Jakarta - Sederet kasus korupsi yang melibatkan politisi yang juga mengatasnamakan partai politik diduga akan memicu keengganan masyarakat terhadap pesta demokrasi lima tahunan (Pemilu 2014). Surutnya partisipasi pemilih akan menjadi pertaruhan oleh para politisi untuk membalikan keadaan dalam pemenangan pemilu nanti. Jelang 2014, nada akan surutnya pastisipasi pemilu bisa dilihat jelas dari tingkat pastisipasi pemilih pada sejumlah pemilihan kepala daerah yang berlangsung belakangan ini. Kenapa angka golput semakin tinggi? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan dengan Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (TEPI Indonesia), Jeirry Sumampow dalam program Sarapan Pagi.

Kalau bercermin dari pemilihan gubernur-gubernur angka partisipasi cukup rendah, apakah ini nanti bisa tercermin juga di pemilihan umum 2014?


Saya kira sangat mungkin. Karena tidak hanya pilkada-pilkada kita yang tren partisipasinya menurun tapi pemilu kita juga sejak 1999 sampai sekarang cenderung memperlihatkan tren yang menurun. Di 1999 kita ada di 90 persen, kemudian 2004 sekitar 84 persen, di pemilu 2009 tinggal sekitar 70 persen partisipasinya. Jadi ada penurunan signifikan saya kira dari satu pemilu ke pemilu berikutnya, hampir kira-kira 10 persen penurunannya. Jadi tidak hanya pilkada, ini indikasi hampir semua pemilu kita ya menurun partisipasinya.

Menurut anda apa penyebabnya?

Saya kira banyak faktor dan seperti yang selama ini kita lihat memang sehari-hari khususnya yang berkaitan dengan kinerja partai politik, lalu banyaknya kasus korupsi, tidak ada perbaikan signifikan dari satu pemilu ke pemilu lain. Akhirnya orang merasa memilih tapi kok situasi hidupnya sama saja sejak dulu sampai sekarang.

Tidak bisa disalahkan pemilihnya juga ya?

Saya kira iya tidak bisa disalahkan. Meskipun memang faktor-faktor ini sebetulnya tidak terkait langsung dengan pemilu, dia adalah hasil dari pemilu. Padahal kalau kita mau mendorong sebetulnya masyarakat bisa diarahkan, kalau partainya tidak baik dan orangnya banyak melakukan korupsi ya jangan kita pilih lagi. Tapi siklus lima tahunan pemilu seperti itu, jadi pemilu itu sudah berlangsung baik tapi pasca pemilu seringkali tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh masyarakat tentang partai politik, pemimpin, dan lain-lain. Jadi ini membuat masyarakat pasif, buat apa milih kalau orang yang kita pilih begitu-begitu saja. Artinya saya tadi mengatakan ini tidak terkait langsung, sebenarnya pemilu itu sendiri ya momentumnya lalu setelah pemilu pemerintahannya itu ada mekanisme yang lain. Tapi bagaimanapun logika masyarakat tidak bisa kita halangi, lalu kemudian berpengaruh sikap mereka atau keinginan mereka memilih atau tidak. Jadi memang kalau kita ingin meningkatkan partisipasi pemilih kita harus melakukan perbaikan banyak hal mulai dari partai politik, para politisi kita, lalu juga figur-figur yang mau tampil dalam konteks kepemimpinan bangsa.

Saat ini KPU sedang gencar-gencarnya untuk sosialisasi kepada masyarakat untuk berpartisipasi pemilu tahun depan. Apa yang harus dilakukan KPU untuk meningkatkan rasa keinginan masyarakat? 
  
Memang KPU juga problem. Karena masyarakat yang berharap kepada KPU menjadi sarana semacam mendorong hasil sebuah pemilu yang baik ternyata dalam banyak hal juga menjadi problem. Tapi saya kira spirit KPU untuk meningkatkan partisipasi pemilih ini baik, karena mungkin melihat tren dari tahun ke tahun. Sosialisasinya saya kira harus dilakukan secara lebih kreatif, tidak seperti selama ini. Selama ini cenderung mobilisasi dan agak teknis, saya kira kurang juga KPU melakukannya.

Jadi harus dibuat terobosan-terobosan?

Iya harus ada terobosan-terobosan baru yang dilakukan oleh KPU supaya orang punya impresi yang berbeda. Disamping tentu perbaikan kinerja KPU itu sendiri, artinya kemampuan dia untuk lebih sungguh-sungguh menjaga independensinya, memberi ruang yang lebih adil dan jujur bagi semua kandidat. Performance KPU itu sendiri juga akan menentukan impresi masyarakat untuk memilih dalam pemilu-pemilu kita.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending