KBR68H, Jakarta- Usia muda tidak menghalangi Alia Noor Anoviar untuk terjun ke dunia bisnis sosial. Melalui Dreamdelion Community Empowerment, dia mengajak ibu-ibu rumah tangga di bantaran kali Manggarai, Jakarta Selatan untuk menyelam dalam industri kerajinan tangan. Dari situ, mereka menciptakan tas, boneka, bando, bros dan lain sebagainya.
Saat ini, buah tangan ibu-ibu bantaran kali Manggarai itu sudah diserap oleh Hotel Hilton Bandung, Indolicius Cafe dan UKM Center FE Universitas Indonesia. Selain bisnis, Alia juga membantu masyarakat sekitar Manggarai melalui program Manggarai Cerdas, Manggarai Sehat, dan Manggarai Berkarakter.
Alia Noor Anoviar menjelaskan, ia bersama dengan anak-anak muda di wilayah tersebut mencoba memberdayakan masyarakat di Manggarai, terutama kaum perempuan untuk bisa memanfaatkan sesuatu yang sebelumnya tidak bernilai menjadi sesuatu yang punya nilai jual tinggi.
“Produk itu antara lain pin dari perca, graberry, boneka wisuda dan kerajinan lain yang bernilai. Namun, bukan kita yang melakukan tetapi ibu-ibu di Manggarai. Kita hanya memberdayakan, dan mengakomodir mereka agar lebih sejahtera,”ceritanya.
Tak hanya membuat kerajinan, Dreamdelion Community Empowerment juga mengadakan program sosial lain semisal pengobatan gratis dan sanggar belajar anak-anak.
“Ini adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat agar bisa menjadi lebih sehat secara fisik dan ekonomi,”tutur Alia Noor.
Selain di wilayah Manggarai Jakarta Selatan, saat ini ia juga tengah melakukan hal serupa di wilayah Dayeuhkolot Bandung.
“Ini merupakan program yang sama dengan yang di Manggarai. hanya sasarannya yang berbeda, yakni warga yang sering menjadi korban banjir dan tidak bekerja. Program ini bekerjasama dengan ITT bandung. Tujuannya sama, untuk memberdayakan Ibu-ibu agar lebih sejahtera,_ katanya.
Namun, tak mudah untuk mengajak kaum perempuan di dua wilayah tersebut untuk mau bersama-sama mengubah pola hidup agar lebih sejahtera dan sehat. Alia Noor dan teman-temannya sempat mengalami penolakan ketika mencoba untuk mengenalkan program itu.
“Awalnya saya mencoba door to door. Waktu itu Juli 2012. Sempat mengalami penolakan dari masyarakat. Mereka memiliki semacam resistensi kepada mahasiswa. Pasalnya, banyak mahasiswa yang datang menawarkan program yang serupa, tapi mereka pergi. Jadi programnya tidak dilaksanakan. Mereka seolah diberi harapan palsu kepada ibu-ibu yang di sana. Akhirnya, ketika saya datang, perlahan mereka mulai bersedia. Menurut mereka, program ini sama dengan yang sebelumnya. Dari puluhan rumah itu, hanya 7 orang yang tertarik untuk diberdayakan. Dari situ, Alhamdulillah ada 15 orang lagi yang bergabung. Kemudian kita bekerjasama dengan Kemenakertrans untuk membuat pelatihan kepada ibu-ibu di sana,”tutur Alia.
Alia menambahkan, dalam program ini ia mengelompokkan para ibu-ibu dalam beberapa kelompok sesuai dengan kemampuan masing-masing. Ini untuk mempermudah penerapan program, dan mengetahui kemampuan masing-masing.
“Pengelompokkan itu berdasarkan level-level, mulai level 1 hingga level 4. Level 1 itu, kita masih memberikan semua materi, mulai dari bahan baku, pola dan model. Namun, saat ini sudah ada yang di level 3, yaitu mereka sudah mulai belanja bahan baku dan pola sendiri, sementara untuk level 4, mereka sudah bisa berjualan sendiri produk mereka,” jelas Alia.
Perencana Keuangan, Mike Rini berpendapat, saat ini banyak orang yang memiliki ide tentang usaha namun tidak konsisten dengan idenya. Konsistensi merupakan hal yang penting dalam penerapan ide, dan usaha, terutama bagi kaum perempuan.
“Saya sendiri juga mengalami kesulitan ketika menginformasikan atau mengajak masyarakat, terutama kaum perempuan untuk dapat mandiri secara financial. Apa itu mandiri secara financial? Mandiri secara financial adalah punya bisnis sendiri, duit sendiri dan penghasilan sendiri,_ ujar Mike.
“Untuk itu, saya biasanya menggunakan pendekatan yang selalu saya terapkan ketika mencoba mengajak kaum perempuan untuk memulai sebuah usaha, dan menjadi mandiri secara financial.”ungkapnya.
“Ibu-ibu selalu beralasan tidak memiliki waktu, karena memiliki anak dan sudah sibuk dengan urusan rumah tangga. Namun, ketika pendekatan yang dilakukan adalah tentang masa depan, banyak dari mereka yang tergugah. Karena, hidup tidak hanya saat ini, tapi ada masa depan dan impian yang diraih. Yang menyedihkan adalah ketika kaum perempuan tidak memiliki cita-cita, ini sangat menyedihkan. Karena, pada dasarnya perempuan punya hak yang sama untuk maju,”jelas Mike.
Menurut Mike, modal tidak harus selalu menjadi masalah dalam pengembangan usaha. Kalau modal kita pas-pasan, kita harus mencari orang lain untuk mau mendanai usaha kita. Contoh seperti yang dilakukan, oleh Alia Noor.
Modal Alia Noor adalah komitmen, dan kenekatan. Tapi, itu saja tidak cukup. Karena, tidak aka nada orang yang mau mendanai orang yang berusaha dengan modal kenekatan dan komitmen. Namun, Alia punya tujuan lain yaitu, dengan usaha yang ia tawarkan ada solusi untuk mengurangi sampah, dan memberdayakan masyarakat.
“Jadi ada dampak positif dari usaha tersebut, serta ada keterlibatan masyarakat dari usaha yang diciptakan atau kita kerjakan. Untuk itu, kita harus jeli dalam melakukan usaha, dan mencoba mengangkat sesuatu yang unik dari daerah kita,”jelas Mike.
Tak semudah membalik telapak tangan, kaum perempuan binaan Dreamdelion Community empowerment juga mengalami kesulitan saat memasarkan produk hasil karya mereka.
_Ketika kita punya produk bagus tapi tidak dikemas secara bagus pula, itu juga merupakan kendala. Hal itu terjadi saat kita mendapatkan pesanan bros. meski brosnya bagus, tapi karena packagingnya kurang, produk itu dikembalikan, dan diganti sampai tiga kali. Karena konsumen tidak mau tahu soal itu. Kita pun harus professional, dan berani menggaransi produk yang kita jual, terutama jika ada yang rusak,_ tuturnya.
Saat ini, Alia Noor melalui Dreamdelion Community Empowerment berharap, agar masyarakat bisalebih banyak lagi menghasilkan keuntungan, serta mengembangkan usaha ini ke daerah lain. Meski hal yang dilakukan ini bernilai sosial, Alia Noor mengaku, sudah memperoleh keuntungan dari usaha yang ia jalankan.
“Motivasi untuk memproduksi lebih akan menghasilkan keuntungan yang lebih juga. Program ini pun bukan murni sosial, ada profit juga. Saat ini 40 persen dari keuntungan itu kita berikan kepada pelaksana dari proyek itu. Ke depan, kita berharap bisa lebih profitable, dan mengembangkan ke wilayah lain. Dan satu hal lagi, agar branding kita diakui dan dapat bertahan, kita harus berikan pelayanan terbaik dengan produk yang baik. Untuk pemasaran, kita bisa gunakan media sosial sebagai media promo produk dan image kita,”pungkas Alia.
Perlu Komitmen dan Kenekatan untuk Terjun ke Dunia Bisnis
KBR68H, Jakarta- Usia muda tidak menghalangi Alia Noor Anoviar untuk terjun ke dunia bisnis sosial

BERITA
Jumat, 03 Mei 2013 15:50 WIB


bisnis, modal, komitmen
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai