KBR68H, Jakarta - KH. Ma'aruf Amin, Ketua Bidang Fatwa MUI mengatakan informasi yang menyebut di Indonesia sulit mendirikan tempat ibadah adalah informasi yang sangat tendensius dan menyesatkan. Mengutip data dari kementerian agama yang dibacakan Ma'aruf, dalam dua dekade terakhir pertumbuhan rumah ibadah sebagai beriku: Islam 64 persen, Katolik 133 persen, Protestan 155 persen, Hindu 300 persen, Budha 400 persen. Ma'aruf pun menambahkan di toleransi Indonesia bisa dievaluasi dari jumlah hari libur nasional yang juga merupakan hari-hari besar keagamaan. Apakah benar pembangunan rumah ibadah di Indonesia itu mudah? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Rumondang Nainggolan dengan Ketua Bidang Fatwa MUI Ma’ruf Amin dalam program Sarapa Pagi.
Bagaimana bisa dibilang bahwa pembangunan rumah ibadah di Indonesia mudah?
Karena memang buktinya pertumbuhan tempat ibadah di Indonesia tinggi sekali. Islam paling rendah yang lainnya lebih tinggi pertumbuhannya, artinya bahwa pendirian tempat ibadah memang sangat pesat.
Tapi berdasarkan peraturan itu justru syaratnya dipersulit?
Justru peraturan itu untuk mengatur supaya tidak terjadi benturan di masyarakat. Tempat ibadah itu berdasarkan kebutuhan nyata dari masyarakat, kalau masyarakatnya ada seperti diatur itu 90 orang kemudian lingkungannya tidak keberatan maka tidak ada masalah. Tapi kalau tidak ada jumlahnya, cuma sedikit kemudian mendirikan tempat ibadah itu akan menimbulkan masalah dan tidak efisien, itu kesepakatan dari majelis semua agama. Jadi kalau ada penertiban supaya dia patuh pada peraturan itu.
Ini dasar penghitungannya seperti apa?
Itu dari data Litbang Departemen Agama, dari data yang lain itu datanya sangat akurat.
Ini berdasarkan persentase dan bukan jumlah ya?
Iya artinya pertumbuhannya sangat tinggi, Islam paling rendah. Islam itu 64 persen pertumbuhannya, Katolik 133 persen, Protestan 155 persen, Hindu 300 persen, Budha 400 persen. Ini datanya akurat semua dari Litbang Departemen Agama, jadi itu menunjukkan pertumbuhan tempat ibadah sangat tinggi. Artinya ini lebih tinggi dari kebutuhan dan kalau ada isu sulit tidak betul itu.
Bagaimana menjelaskan ketika ada upaya-upaya untuk mendirikan rumah ibadah sudah mengajukan IMB, kemudian sudah meminta persetujuan dari warga sekitar.
Ini selama bertahun-tahun misalnya tidak kunjung jadi ini kesannya dipersulit bagaimana?
Saya bilang kita ada aturan yang disepakati. Kalau aturan yang disepakati dipenuhi ya pemerintah daerah dan masyarakat harus menerima itu.
Kalau yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung bagaimana?
Itu yang mana.
Di Bogor?
Di Bogor yang diputuskan Mahkamah Agung bukan soal pendirian rumah ibadah, soal pencabutan oleh dinas yang tidak memiliki kewenangan. Karena itu ketika dibatalkan oleh walikota walaupun sudah ada keputusan Mahkamah Agung, gugat saja walikotanya untuk diputuskan. Berarti keputusan Mahkamah Agung bukan masalah pelarangannya tapi pencabutan oleh dinas.
Jadi MUI menganggap proses pendirian rumah ibadah sangat mudah?
Maksud saya tidak ada kesulitan, hanya ada pengaturan dan penertiban.
Kalalu dibanding tahun-tahun sebelumnya sekarang ini lebih sulit atau mudah?
Saya kira tetap mudah.