KBR68H, Samarinda-Indonesia pada kurun waktu 2015 hingga 2025 diperkirakan akan menikmati keuntungan ekonomis atas struktur umur penduduk (demographic dividen). Pada kurun ini jumlah penduduk usia produktif akan meningkat sehingga diperkirakan akan memberi dampak positif pada ekonomi. Tapi banyak yang mengingatkan demographic dividen ini bisa saja menjadi demographic disaster kalau Pemerintah gagal membangun sumberdaya manusianya. Karena itu Indonesia harus segera menggerakkan seluruh kemampuannya untuk membangun pendidikan pada seluruh jenjang pendidikan, khususnya pendidikan tinggi.
Oleh karenanya peran pendidikan tinggi sangat penting. Perguruan tinggi merupakan sarana memproduksi sumber daya manusia yang paling baik. Tetapi sayangnya untuk menjadi mahasiswa itu tidak mudah dan gampang. Faktanya proses seleksi yang berbelit dan melangitnya biaya kuliah menyebabkan timbulnya keengganan untuk duduk di bangku kuliah untuk beberapa kalangan masyarakat. Kuliah seakan diperuntukkan bagi mereka yang beruang. Lalu bagaimana dengan masa depan orang yang kurang mampu apabila kesempatan mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa depan syaratnya harus memiliki ijazah perguruan tinggi negeri?
Kekuatiran itulah yang disuarakan oleh Menteri Kebijakan Publik BEM Universitas Mulawarman Wahyudi dengan kehadiran UU Pendidikan Tinggi Nomor 12 tahun 2013. Ia beranggapan terjadi pergeseran fungsi perguruan tinggi yang seharusnya mengedepankan kualitas pendidikannya menjadi keuntungan finansial dengan terbitnya UU itu. “Kekhawatiran saya adalah ketika otonomi kampus itu terbentuk, maka kampus memiliki wewenang untuk membentuk badan hukum pendidikan sehingga kampus bisa seenaknya meraup keuntungan-keuntungan dari mahasiswanya. Fungsi penyelenggaraan pendidikan merupakan tugas pokok pemerintah karena ini sesuai dengan UUD 45, jelas menyebutkan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa dan pasal 31 ayat 1 menyebut setiap warga berhak mengenyam pendidikan. Lalu bagaimana dengan warga negara yang secara kemampuan materi tidak mampu. Oleh karenanya negara wajib menganggarkan 20 persen APBNnya hanya untuk menyelenggarakan pendidikan,” kata Wahyudi panjang lebar dalam Diskusi Publik membahas UU DIKTI di Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur (23/05).
Anggapan mahasiswa itu dibantah oleh Anggota Dewan Pendidikan Tinggi, Mochammad Munir. Kata dia, Undang-Undang Pendidikan Tinggi dibuat justru untuk mengakomodir semua kalangan agar dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan undang-undang ini juga mengatur agar semua daerah membuat perguruan tinggi yang memfokuskan pada bidang yang dibutuhkan oleh daerah tersebut.
“Jangan dibayangkan bahwa perguruan tinggi itu hanya universitas. Di dalam undang-undang ini juga mengatur soal akademi komunitas. Setiap kabupaten dan kotamadya harus membuat minimal sebuah akademi komunitas. Bidang keahliannya adalah sesuai dengan keunggulan didaerah tersebut. Ini untuk menjangkau kekhawatiran tadi. Karena akademi kamunitas ini akan menghasilkan profesional dan bukan ilmuan. Akademi komunitas ini diperuntukkan untuk kelompok atau golongan masyarakat yang kurang mampu dalam hal finansial dan kecederdasan,” ujar Munir.
Dia juga memastikan bahwa undang-undang ini melarang komersialisasi pendidikan dan itu jelas tertuang di salah satu pasal di dalamnya. ”Undang-undang ini justru membantu karena dengan undang-undang ini keterbukaan akses pendidikan tinggi kedaerah semakin terbuka,” tambah Munir.
Pengamat Pendidikan Universitas Mulawarman, Susilo berpendapat undang-undang pendidikan tinggi memiliki sisi kekurangan dan kelebihan. Kata dia, yang menjadi kelemahan dan akhirnya melahirkan kekhawatiran terhadap Undang-undang ini adalah sistem pengelolaan keuangan. “Sistem pengelolaan keuangan di universitas ini memang agak dilematis yah. Jika dilihat dari kaca mata objektif, pasal 63 yang menjadi pokok permasalahan dari undang-undang ini, saya memastikan bahwa tidak mudah bagi perguruan tinggi untuk mengubah statusnya jadi BHP (Badan Hukum Pendidikan). Karena ini akan menyeret-menyeret kementerian,” kata Susilo.
Mekipun demikian dia meminta semua pihak harus mengawal pemberlakuan undang-undang ini. Karena apabila ketika undang-undang ini sudah diberlakukan dan pada pertengahan jalan ada unversitas yang tiba-tiba berubah menjadi BHP seperti yang dikawatirkan oleh mahasiswa maka ganjarannya adalah pidana penjara. Bentuk pengawalan yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah jangan sampai membiarkan hal ini terjadi. Selain itu kata dia, pengelola perguruan tinggi juga harus transparan kepada masyarakat terkait pelaporan pengelolaan keuangan tersebut dan media juga harus peka. Sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan oleh pengelola perguruan tinggi.
Instrumen dibawah Undang-undang seperti Permen dan PP yang mengatur tentang pelaksanaan akuntabilitas itu harus jelas, dipegang siapa di dalam universitas itu. Intinya semua pihak harus memantau, karena Indonesia ini luas. Kalau terjadi sesuatu di Papua misalnya, mana tahu orang pusat?, makanya harus diberitahu,” ujar Susilo dalam diskusi publik bertajuk ’Meningkatkan Akses dan Keterjangkauan dalam UU Pendidikan Tinggi’ tersebut.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, Toni beranggapan bahwa Undang-undang ini membuktikan kalau pemerintah sendiri tidak yakin dengan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal tersebut tertuang dalam pasal 90 yang mengatur dan memfasilitasi perguruan tinggi dari luar negeri untuk membuka cabang di Indonesia. Menurut dia juga, secara tidak langsung pemerintah telah membiarkan informan-informan luar untuk mengambil data yang bersifat rahasia dari Indonesia.
“Apabila benar perguruan tinggi dari luar benar-benar masuk maka itu merupakan ancaman bagi perguruan tinggi lokal, karena pastinya orang mampu akan memilih perguruan tinggi dari luar tersebut yang sudah pasti lebih berkualitas,” kata Toni yang kuatir akan kehadiran UU No.12 Tahun 2012.
Senada dengan Toni, salah satu dosen Universitas Mulawarman, Muhammad Dahzar beranggapan pemerintah pusat tidak mengetahui bagaimana kondisi yang terjadi di daerah. Kata dia, Undang-undang ini mengatur perguruan tinggi dari luar masuk namun ketika perguruan tinggi lokal ingin melebarkan sayap malah dihambat oleh pemerintah. “Undang-undang guru dan dosen kan mewajibkan 2014-2015 guru itu harus sudah sarjana. Di Kalimantan Timur masih ada kurang lebih 4000 guru yang belum menjadi sarjana. Ketika kampus kami membuka diri untuk memfasilitasi target pemerintah tersebut justru dipersulit peraturannya karena harus mengkloning universitas yang ada disini,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Munir mengatakan memang benar kalau Indonesia membuka fasilitas tersebut. Hanya saja alasanya bukan karena pemerintah mengakui akan ketidakberkualitasan pendidikan tinggi di di Indonesia. sistem ini justru untuk memancing perguruan tinggi lokal agar bisa bersaing. Dia juga memastikan bahwa banyak persyaratan yang harus dilakukan apabila ada perguruan tinggi dari luar ingin membuka cabang di Indonesia.
“Ayat 4 pada pasal 90 menyebutkan pertama wajib memperoleh izin dari pemerintah, kedua berprinsip nirlaba, ketiga bekerjasama dengan perguruan tinggi di Indonesia, dan yang paling penting adalah mengutamakan tenaga pengajar atau dosen dari Indonesia. Ibarat sepak bola, jika sebuah tim menggunakan tenaga pemain asing itu kan bukan semata mencari kemenangan, tetapi juga supaya pemain asing tersebut bisa menulari kemampuan kepada pemain lokal,” kata Munir.
Munir memastikan, Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi sangat sudah mengakomodasi keinginan dari berbagai pihak mengenai kualitas dan keterbukaan akses bagi semua kalangan.
Mendebat Jaminan Keterjangkauan Dalam UU Pendidikan Tinggi
Indonesia pada kurun waktu 2015 hingga 2025 diperkirakan akan menikmati keuntungan ekonomis atas struktur umur penduduk (demographic dividen).

BERITA
Rabu, 29 Mei 2013 15:24 WIB


UU Pendidikan Tinggi, UU No 12 Tahun 2012, otonomi kampus, Umul, keterjangkauan
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai