KBR68H, Jakarta - Indonesia, dengan populasi terbesar keempat di dunia memiliki wilayah kepulauan luas dan kekayaan alam yang melimpah. Kemajuan demokrasi dan pertumbuhan ekonomi, keragaman etnis, budaya, agama, serta bahasa pun mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Dengan kata lain, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi bangsa yang besar, seperti yang dicita-citakan oleh para Pendiri Bangsa. Namun, tidak bisa dipungkiri kalau Indonesia juga salah satu negara dengan angka kemiskinan yang cukup mengkhawatirkan. Indonesia juga terkenal dengan berbagai konflik yang berkaitan dengan kesukuan dan keagamaan.
Hal ini lah yang mendorong Meiske Demitria Wahyu yang dibantu oleh tujuh temannya yang lain untuk membuat suatu gerakan lewat dunia pendidikan. Gerakan ini dilatar belakangi oleh luasnya wilayah dan bentangan lautan Indonesia. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam mengatasi ketimpangan keberlanjutan pendidikan anak bangsa. Perbedaan kualitas guru, sarana pendidikan, dan akses pendidikan tinggi mengakibatkan banyak anak bangsa yang tidak berkesempatan untuk bermimpi meraih pendidikan setinggi anak Indonesia yang kebetulan dilahirkan dan dibesarkan di wilayah yang lebih maju. Gerakan yang tidak menjadikan perbedaan menjadi suatu alasan bagi perpecahan. Gerakan tersebut adalah gerakan Sabang Merauke (Seribu Anak Bangsa Merantau Untuk Kembali).
Meiske Demitria Wahyu, adalah adalah alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang pernah menjadi nominator Mahasiswa Berprestasi FH UI dan lulus tahun 2007. Paska menyelesaikan tugasnya menjadi tenaga sukarelawan pada Indonesia Mengajar, Mieske dan kawan-kawan ingin tetap memberikan kontribusi kepada bangsa.
“Gerakan Sabang Merauke adalah program pertukaran pelajar antar daerah di Indonesia, dengan tujuan membuka cakrawala anak-anak Indonesia untuk memahami pentingnya pendidikan bagi masa depan mereka dan menanamkan nilai ke-bhinneka-an, sehingga mereka dapat memahami, menghargai, serta menerima keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia”, kata Meiske.
Dedi K Wijaya, salah satu relawan dalam gerakan ini menambahkan “Melalui program ini, kami ingin menyebarluaskan bahwa toleransi tidak cukup hanya dipelajari tetapi juga harus dirasakan. Pertukaran pelajar akan menjadi solusi karena exposure terhadap tempat, orang dan kebudayaan yang berbeda akan membantu seseorang untuk berpikiran lebih terbuka, lebih mampu menerima perbedaan sebagai sebuah kewajaran yang bermuara pada sikap toleran”
Selama dua minggu pada tanggal 29 Juni- 14 Juli 2013 bertepatan dengan libur sekolah, 10 anak SMP atau yang disebut sebagai Anak SabangMerauke (ASM) dari berbagai daerah akan diterbangkan ke Jakarta untuk mengikuti berbagai kegiatan yang telah dirancang secara khusus. Kegiatan-kegiatan tersebut pada akhirnya bermuara pada upaya menumbuhkan rasa toleransi dan semangat ke- Indonesiaan serta semangat untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya. Beberapa tema telah diusung dalam dua minggu tersebut antara lain adalah Technology Day, Art Day, Religious Day, danmasih banyak lagi.
Selain ASM (Anak SabangMerauke), program ini juga mempunyai dua komponen penting dalam berlangsungnya program pertukaran tersebut. Selama dua minggu di Jakarta, para ASM akan tinggal bersama Famili SabangMerauke (FSM) yang akan memenuhi kebutuhan sehari-hari secara wajar.Para ASM juga akan ditemani oleh Kakak SabangMerauke (KSM) sebagai mentor selama program ini berlangsung dimana para KSM adalah mahasiswa di Jakarta yang dapat menjadi contoh teladan dalam keterbukaan pikiran dan toleransi terhadap perbedaan.
Sejak tanggal 20 April dan direncananka hingga 22 Mei nanti, pendaftaran dan penyeleksian ASM (Anak SabangMerauke), Famili SabangMerauke (FSM), dan Kakak SabangMerauke (KSM) masih dilakukan oleh pengurus Gerakan Sabang Merauke.
Melalui tujuan mulia SabangMerauke, nilai-nilai yang diharapkan dari anak –anak Indonesia melalui program ini adalah mempunyai semangat ingin tahu, kegigihan, integritas, berpikiran terbuka,kebangaan terharap Indonesia dan juga kepemimpinan.
Pengalaman anak-anak ini dapat membuka cakrawala mengenai hal-hal baru yang munkin tidak pernah ditemui sebelumnya akan menanamkan mimpi untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Gerakan Sabang Merauke menggarisbawahi pentingnya prinsip untuk menjaga agar anak-anak ini tidak melupakan akar budayanya, namun sekembalinya mereka ke daerahnya, diharapkan mereka dapat menjadi jendela kemajuan dan menginsipirasi teman-temannya untuk berani bermimpi.
Mieske berharap paparan terhadap tempat, orang, dan kebudayaan yang berbeda akan membantu seseorang untuk berpikiran lebih terbuka, lebih mampu menerima perbedaan sebagai sebuah kewajaran, yang bermuara pada sikap toleran. Selain itu bahwa pengalaman ini dapat membuka cakrawala anak mengenai hal-hal baru yang mungkin tidak pernah ditemui sebelumnya dan menanamkan mimpi untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
“Indonesia, dengan komposisi usia warga negara saat ini, 5-10 tahun lagi akan mengalami masa penentuan, yaitu apakah anak-anak bangsa yang nanti beranjak dewasa akan menjadi beban negara (population disaster) atau menjadi pilar pembangunan negara (population bonus). Pembedanya adalah pendidikan. Pendidikan adalah alat rekayasa sosial yang bisa menentukan arah bangsa. Maka sangat penting bagi Indonesia untuk memiliki anak-anak bangsa yang persisten dan berpikiran terbuka.” Kata Meiske.
Menanamkan Kebhinekaan Melalui Gerakan Sabang Merauke
Indonesia, dengan populasi terbesar keempat di dunia memiliki wilayah kepulauan luas dan kekayaan alam yang melimpah. Kemajuan demokrasi dan pertumbuhan ekonomi, keragaman etnis, budaya, agama, serta bahasa pun mendapatkan pengakuan dari dunia internasion

BERITA
Jumat, 10 Mei 2013 12:08 WIB


gerakan sabang merauke, kebhinekaan, pendidikan
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai