Bagikan:

DPRD DKI: Pikiran Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati Sudah Berubah

KBR68H, Jakarta - Sebanyak 16 rumah sakit swasta di Jakarta menyatakan mundur dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS).

BERITA

Senin, 20 Mei 2013 15:02 WIB

Author

Doddy Rosadi

DPRD DKI: Pikiran Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati Sudah Berubah

DPRD DKI, kartu jakarta sehat, rumah sakit, mundur, jakarta

KBR68H, Jakarta - Sebanyak 16 rumah sakit swasta di Jakarta menyatakan mundur dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emawati mengatakan ke-16 rumah sakit itu tidak sanggup lagi melayani pasien KJS yang semakin membludak. Rumah sakit akan merugi jika terus melayani pasien KJS. Sebab premi peserta KJS terlalu kecil. Bagaimana menyelesaikan permasalahan ini? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Novri Lifinus dengan Wakil Ketua Komisi Kesehatan DKI Jakarta Igo Ilham

Sejauh mana anda menanggapi mundurnya rumah sakit swasta dalam kepesertaan KJS?

Pertama bahwa program pelayanan kesehatan masyarakat miskin dengan gratis atau harga murah sudah diselenggarakan oleh pemprov sejak zamannya Pak Sutiyoso, dilanjutkan dengan Pak Fauzi Bowo, dilanjutkan Pak Joko Widodo. Jadi ini sebenarnya hanya rangkaian kegiatan dari masa ke masa. Kemudian yang berbeda sekarang adalah sistem, Pak Jokowi ini punya sistem lain yang disebut dengan KJS (Kartu Jakarta Sehat). Satu terkait dengan masalah identifikasi orang miskin, kalau dulu pakai data BPS ditambah lagi data RT. Kalau sekarang siapapun warga DKI Jakarta silahkan, tapi ada eksesnya rumah sakit dan puskesmas overload. Pasien berbondong-bondong sedemikian rupa, dampak lebih parahnya lagi tenaga medis dokter dalam hal ini tidak bisa memberi pelayanan yang baik sehingga terjadilah apa yang dimaksud dengan pelayanan di bawah standar minimal. Kedua dampak lainnya adalah berubah mindset masyarakat, kalau dulu mencegah lebih baik daripada mengobati, kalau sekarang masyarakat berpikir mengobati dan mengobati , tidak diarahkan untuk mencegah. Ketiga sistem ini juga mengubah pola mekanisme klaim dari rumah sakit, dulu dari rumah sakit menyampaikan klaim ke Jamkesda, Jamkesda kemudian memberi rekomendasi Dinas Kesehatan untuk membayar. Jamkesda yang merupakan salah satu unit pelayanan teknis Dinas Kesehatan itu pakai pelayanan esensial yang mendasar untuk orang-orang tidak mampu. Sekarang ada sistem baru, di sistem ini diserahkan oleh pemda ke PT Askes untuk melakukan verifikasi, bukan bayar premi. Askes ini punya kriteria, kriteria itu diambil dari ketentuan-ketentuan. Begitu rumah sakit melakukan pelayanan kepada pasien dengan kategori KJS itu mereka melakukan rekap berkas untuk diverifikasi kepada PT Askes. Kalau yang disampaikan klaimnya itu 100 persen versi rumah sakit memang itu kebutuhannya. Dengan kriteria yang dipakai PT Askes itu tidak bisa dibayar 100 persen sehingga rumah sakit tekor bisa 30 persen dibayarnya atau 40 persen yang jelas ada perbedaan. Itu sebabnya sekarang rumah sakit berpikir kalau terus memberikan pelayanan kesehatan, padahal mereka mau bekerjasama bantu pemda yang punya cuma enam rumah sakit. Akhirnya ada 92 awalnya yang sudah gabung, cuma mereka berpikir kalau begini terus bisa tekor. Jadi tidak boleh kita menyalahkan ini rumah sakit mau kaya bukan, mereka justru bantu pemerintah.

Evaluasinya bagaimana nanti dalam waktu dekat?

Jadi minggu lalu kami sudah rapat DPRD dengan pemprov dan juga unsur rumah sakit swasta mereka menyampaikan persoalannya.Minggu ini akan ada rapat kembali antara pemprov dengan unsur-unsur Askes dan rumah sakit termasuk juga berencana mengundang Menteri Kesehatan membicarakan ini. Supaya tidak merugikan pihak rumah sakit dan memberikan pelayanan kesehatan.

Kabarnya mau dinaikkan preminya ya?

Sekali lagi ini bukan premi. Jadi pemda membayar jasanya Askes untuk melakukan verifikasi. Dulu memang ada dukungannya, memang disebut apakah ini berjalan untuk premi asuransi atau dikelola sendiri. Ujung-ujungnya tetap dikelola sendiri oleh Dinas Kesehatan tapi menambah waktu saja untuk verifikasi. Dulu angka itu estimasi saja kenapa muncul Rp 1,2 triliun karena kita punya target Rp 4,7 juta pelayanan kesehatan orang miskin. Dengan unit cost Rp 23 ribu per bulan maka hitungannya Rp 1,2 triliun.

Solusinya apa ya kira-kira?

Menurut saya kalau bicara solusi satu harus ada rekalkulasi angka-angka itu.
 
Kapan akan duduk bareng?

Pekan ini pemda akan mengundang Kementerian Kesehatan, Askes dan sebagainya.
 
Kalau penerimanya akan dievaluasi juga?

Kalau evaluasi diluar ini sebenarnya harus evaluasi secara kesuluhan sistem KJS. Sistem rujuknya harus dievaluasi, sistem penambahaan SDM harus dievaluasi, perangkat yang dibutuhkan, dan sebagainya. Karena sekarang ada 92 dikurangi 16, kalau akhirnya semua rumah sakit berpikir seperti ya wajar juga mereka mundur. 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending