KBR68H, Jakarta - Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) merilis hasil survei yang menyebut banyaknya parpol yang masih mendaftarkan caleg bermasalah diduga terlibat kasus korupsi dalam daftar caleg sementara (DCS) ke KPU. Jawaranya jatuh pada Partai Demokrat sebagai parpol dengan caleg terbanyak yang bermasalah. Kenapa Demokrat masih memasukkan caleg bermasalah dalam DCS yang diajukan ke KPU Pusat? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Quinawaty Pasaribu dengan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua dalam program Sarapan Pagi.
Calon-calon yang sudah diajukan hari ini akan dipleno oleh KPU. Tapi dapat sorotan bahwa Partai Demokrat dan partai lainnya bermasalah dalam memilih kader-kader yang terbaik sehingga kemudian dianggap asal comot saja, bagaimana?
Saya kira ada persepsi yang keliru dalam menilai berbagai peraturan rekrutmen caleg. Kalau Partai Demokrat memang partai ini sudah mengeluarkan SK No. 172 dari Dewan Pimpinan Pusat yang diedarkan ke seluruh Indonesia. Dimana dalam surat keputusan itu para caleg yang menempati peringkat atas adalah mereka yang incumbent, artinya mereka sudah duduk sebagai anggota DPR, kemudian mereka dari pengurus, ada sekian persen dari luar. Alasannya bahwa mereka yang sudah ada pada periode yang lalu sampai sekarang ini adalah mereka yang memiliki konstituen. Artinya mereka sudah menggalang daerah pemilihan sejak 4-5 tahun yang lalu hingga sekarang ini, apalagi mereka yang sudah dua periode. Memang betul kurang pas, misalnya ada rekrutmen yang baru. Tapi kami punya sistem dimana ada penilaian khusus yang kita nilai berdasarkan dia di daerah ataupun pendapat dari Ketua DPD di semua provinsi terhadap caleg daerah tersebut apakah bisa jadi vote getter kita masukan dia pada urutan berikutnya. Kalau ada satu dapil punya sepuluh kursi setiap partai politik bisa mengajukan sepuluh orang.
Antara yang pendulang suara dengan track record yang bagus, bersih, tingkat kepercayaan publik juga. Ini komposisinya bagaimana?
Saya kira mereka yang masuk dari luar yang non kader atau non incumbent itu sekitar 15-20 persen yang sisanya didominasi para incumbent. Bagaimanapun juga kita bisa melihat bahwa ada figur-figur baru yang memang dari luar punya track record yang bagus, kecakapan yang bagus bisa jadi vote getter di sebuah daerah pemilihan. Saya kira itu wajar-wajar saja dan semua partai politik mempraktikkan itu.
Misalnya caleg yang didaftarkan kembali Pak Sultan atau Mas Ibas yang pernah tersangkut kasus korupsi. Apakah ini tidak memperburuk citra buruk pada publik?
Saya kira memang betul publik mengetahui itu dari media massa. Partai politik ini bukan lembaga hukum yang menetapkan seseorang bersalah atau tidak sebelum ada ketetapan dari lembaga hukum. Kita tidak bisa mengatakan soal bersih ini kita harus punya keputusan berdasarkan penilaian partai politik atau penilaian media yang on publish sampai ke masyarakat. Kita berdosa juga sebelum orang itu dinyatakan bersalah, karena dia mampu untuk melakukan sesuatu di daerah pemilihannya dan dia di daerah pemilihannya dipercaya masyarakat. Apakah itu yang harus kita singkirkan hanya karena sifatnya on publish dikarenakan ada pendapat A, B, dan C. Saya kira kita punya garis, partai politik dengan hukum berbeda, partai politik tidak boleh masuk ke wilayah hukum. Sehingga partai politik hanya bisa mendengar apa keputusan hukum terhadap partai politik yang notabene kepada kader-kader itu. Kecuali kalau dia sudah tersangka, otomatis secara organisasi dia pernah menandatangani pakta integritas dan peraturan organisasi yang mengatakan kalau dia tersangka tidak boleh ikut serta lagi.
Kalau sampai banyak yang dicoret sudah siap cadangannya?
Saya kira kita sudah sangat siap. Kita akan mengikuti semua peraturan yang berlaku yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini KPU. KPU memberi sebuah keputusan misalnya terhadap seorang caleg dengan alasan-alasan yang rasional. Kalau rasional otomatis tidak ada masalah bagi kami, kami gantikan atau kami revisi kembali daftar-daftar tersebut. Tapi kalau misalnya alasan-alasan itu hanya berdasarkan opini publik misalnya pembicaraan 1-2 orang atau media massa saya kira perlu pertanyakan. Sudah banyak sekali mereka yang untuk menggantikan tempat itu.
Gubernur Maluku Utara Thaib Armaiyn meskipun menyandang status tersangka tapi tetap masuk nomor 2 di daerah pemilihan Maluku Utara. Pertimbangannya apa?
Masuknya Pak Thaib Armaiyn ini memang di daerah tersebut hanya tiga atau empat kursi, kalau memang KPU menyatakan tidak sah saya kira tidak masalah 1 x 24 jam sudah tergantikan.
Kalau misalnya mayoritas calon incumbent yang di legislatif didaftarkan kepada KPU yang bermasalah ini apakah Partai Demokrat ada masalah di kaderisasinya?
Kalau di legislatif otomatis dia punya hak untuk maju lagi. Jadi tidak perlu kita melihat bahwa yang lain bisa, tetapi sekarang ada sedang ada di legislatif berarti dia sudah menggalang daerah pemilihannya lima tahun. Jadi itulah yang kita butuhkan kalau dia vote getter di sana, kami tidak mau berspekulasi dengan hal-hal yang kita mengambil orang lain. Kita lebih baik pada satu track yang bisa memperlihatkan bahwa dia sekian tahun menggalang daerah itu. Jadi bukan persoalan kaderisasi atau tidak, itu adalah kader yang terbina selama ini. Kecuali kalau dari eksekutif, mereka yang duduk saat ini adalah para menteri yang berasal dari partai, jadi otomatis dia harus mengabdikan dirinya juga pada partai.
Demokrat: Kita Berdosa Apabila Menolak Caleg yang Belum Jadi Tersangka
KBR68H, Jakarta - Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) merilis hasil survei yang menyebut banyaknya parpol yang masih mendaftarkan caleg bermasalah diduga terlibat kasus korupsi dalam daftar caleg sementara (DCS) ke KPU.

BERITA
Senin, 06 Mei 2013 11:26 WIB


caleg bermasalah, DCS, Partai Demokrat
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai