KBR68H, Jakarta - Jika mendengar nama Akbar Tanjung, kira-kira kemana arah ingatan anda? Benar, jika anda menduga dia sebagai salah satu menteri orde baru. Tak salah jika anda mengingatnya sebagai bekas Ketua DPR pasca reformasi Mei 1998. Ya, Akbar Tanjung yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Golkar setelah bekas Presiden Soeharto jatuh pada 20 Mei 15 tahun silam, namanya memang kian menjauh publikasi media. Tapi apakah itu berarti dia memang sudah menjauh dari perpolitikan tanah air? Jurnalis KBR68H Novri Lifinus menyambangi rumahnya untuk berbincang dengannya, tentang keseharian di rumahnya, di kantornya dan politik negeri ini, saat 15 tahun lalu dan hari ini.
Biasanya kalau hari Senin biasanya apa yang rutin dilakukan?
Kalau setiap hari yang saya lakukan adalah kaitannya dengan posisi saya sebagai pimpinan pendiri dari lembaga yang saya bentuk bernama Akbar Tanjung Institute. Saya berkantor setiap hari sekaligus tempat itu menerima kalau ada tamu-tamu khususnya rekan-rekan Partai Golkar, adik-adik dari organisasi mahasiswa khususnya HMI. Selain daripada kegiatan di lembaga ini saya juga menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, saya juga menerima tokoh-tokoh Golkar. Saya juga sering berkunjung ke daerah-daerah.
Anda hobi sama renang ya?
Iya saya memang selalu berusaha menjaga fitness-nya ya dalam bentuk apa tentu olahraga. Olahrga yang saya tekuni sejak muda senang olahraga renang tetapi tidak selalu renang karena tergantung waktu. Saya juga melakukan kegiatan olahraga treadmill, sepeda statik.
Terkait posisi anda di Partai Golkar sebagai Ketua Dewan Pertimbangan, tugasnya apa saja?
Kalau di zaman Orde Baru, Dewan Pertimbangan itu disebut sebagai Dewan Pembina. Dewan Pembina itu mempunyai kewenangan-kewenangan yang sangat penting dan sangat menentukan. Pada era Orde Baru waktu itu ketua dewan pembinanya adalah Pak Harto, banyak sekali putusan-putusan atau arahan-arahan dari Dewan Pembina yang harus dilaksanakan oleh organisasi Partai Golkar pada waktu itu. Kalau setelah ada reformasi memang kita adakan sedikit perubahan-perubahan. Dewan Pertimbangan itu memberi saran dan pertimbangan terhadap hal-hal yang bersifat penting dan strategis yang akan diambil Partai Golkar. Misalnya dalam kaitan dengan pemilihan umum legislatif 2014, Dewan Pertimbangan juga memberikan saran dan pertimbangan kepada DPP dalam kaitan penyusunan caleg. Itulah beberapa latar belakang pertimbangan yang kami berikan kepada DPP tetapi terakhir yang memutuskan tetap DPP. Bahkan saran dan pertimbangan kami yang cukup penting beberapa waktu lalu misalnya berkaitan dengan soal penetapan calon presiden dari Partai Golkar. Tapi kelihatannya DPP punya pendapat lain, pendapat itulah yang sekarang ini menetapkan calon presiden sehingga terpilih Bapak Aburizal Bakrie.
Terkait pencalonan presiden, waktu itu anda sempat ada catatan untuk mengevaluasi pencalonan Pak Aburizal Bakrie sebagai calon presiden dari Partai Golkar?
Saya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan pernah menyampaikan bahwa elektabilitas itu supaya dicermati, tidak hanya pada momen-momen amat penting. Pada waktu ditetapkan saudara Aburizal Bakrie menjadi calon presiden itu bulan Juli tahun 2012, sedangkan pemilihan presidennya bulan Juli 2014. Kami waktu itu pernah menyampaikan satu pandangan ada baiknya bulan Juli 2013 coba kita lihat elektabilitas calon presiden kita. Kalau elektabilitasnya biasa, artinya tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan ya kita persilahkan terus, apalagi kalau ada tren yang baik ya kita dorong. Tapi kalau seandainya trennya menurun bagaimana terhadap gagasan. Pertama perlu dicermati secara umum itu sepakat, tapi terhadap gagasan bahwa Juli 2013 perlu secara khusus dilakukan kajian mendalam sejauh mana elektabilitasnya waktu itu belum dijadikan satu kesepakatan.
Terkait situasi politik anda sempat menyambangi Anas Urbaningrum di kediamannya, seperti apa?
Mengenai Anas Urbaningrum ada dua hal yang saya merasa perlu mendatangi. Pertama saudara Anas itu adalah tokoh HMI, jadi saya perlu memperhatikan ikut concern terhadap situasi yang dihadapi junior saya. Kedua sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, dimana Partai Demokrat salah satu partai yang ikut ambil bagian proses politik di Indonesia. Terutama sejak 2004 partai ini betul-betul muncul dan menghasilkan seorang presiden, Pak SBY. Saya sebagai orang partai dalam kaitan ini Partai Golkar posisi sebagai Ketua Dewan Pertimbangan itu juga menjadi dasar saya bertemu saudara Anas, paling tidak dukungan moral dalam menghadapi situasi yang cukup sulit. Kemudian saya membesarkan hatinya, saya juga mengatakan dalam politik itu orang bisa mati berkali-kali berbeda dengan peperangan orang mati satu kali ya meninggal. Saya sendiri juga punya pengalaman karena saya pernah pimpin Partai Golkar, terutama pada waktu-waktu krisis saya dan kawan-kawan betul-betul diuji kemampuan kami mengatasi situasi yang begitu kritis, menyangkut tentang hidup matinya Partai Golkar. Karena pada waktu awal-awal reformasi Partai Golkar selalu dihujat, dianggap partai yang mengakibatkan terjadinya berbagai kemerosotan, kebobrokan dalam kehidupan bangsa. Karena apa, karena Golkar kekuatan pendukung utama pemerintahan Orde Baru, bahkan pilar utama pemerintah Orde Baru. Dengan adanya reformasi itu artinya terjadi perubahan karena ada kemerosotan yang amat tajam dalam kehidupan bangsa dan negara kita akibat pemerintahan Orde Baru yang didukung secara politik oleh Partai Golkar. Sehingga demikian Golkar dianggap bertanggung jawab terhadap kemerosotan, sehingga pada awal reformasi ada kekuatan-kekuatan masyarakat yang ingin supaya Golkar dibubarkan, setidaknya tidak boleh ikut pemilu pada tahun 1999.
Di Kabinet Pembangunan VII anda termasuk salah satu dari 14 menteri yang saat itu menyatakan mundur dan tidak ingin diajak ke kabinet reformasi yang rencananya dibuat Pak Harto. Kenapa? bagaimana situasi saat itu?
Situasi pada waktu itu kita mengalami situasi yang amat kritis. Para menteri mengamati situasi ekonomi dikaitkan dengan situasi politik yang ada pada waktu itu, kemudian berkesimpulan bahwa masalah yang dihadapi yang terkait dengan soal kemerosotan ekonomi, inflasi dolar yang begitu tinggi sampai Rp 18 ribu per satu dolar itu kesimpulannya adalah tidak mungkin diatasi melalui pendekatan ekonomi. Karena aspirasi tuntutan supaya dilakukan perubahan semakin kuat, bahkan terakhir DPR juga ditekan oleh publik. DPR hanya menyampaikan pandangan-pandangan supaya dilakukan perubahan-perubahan, bahkan terakhir DPR menyebut Pak Harto sebaiknya berhenti. Melihat situasi itu para menteri yang 14 itu melihat tidak mungkin diatasi melalui pendekatan penyelesaian ekonomi . Dari secara implisit sebetulnya dikatakan ini sudah diselesaikan melalui politik, tapi secara eksplisit tidak disebut. Atas dasar itu bilamana presiden akan melanjutkan tugas kepresidenan tentu kami semua turut memberikan dukungan kepada Pak Harto waktu itu. Tapi ternyata presiden akan membentuk kabinet baru dalam mengatasi situasi yang ada itu kami sepakat bahwa kita tidak perlu ikut kabinet baru. Karena secara implisit dikatakan tidak akan menyelesaikan persoalan.
Editor: Doddy Rosadi
Akbar Tanjung: Saran Dewan Pertimbangan Soal Capres Golkar Tidak Digubris DPP
KBR68H, Jakarta - Jika mendengar nama Akbar Tanjung, kira-kira kemana arah ingatan anda? Benar, jika anda menduga dia sebagai salah satu menteri orde baru.

BERITA
Senin, 20 Mei 2013 15:14 WIB


akbar tanjung, capres golkar, Dewan pertimbangan, jakarta
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai