Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) adalah salah satu partai yang tidak lolos ke ajang Pemilu tahun ini. Untuk itu, partai mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 8/2012 tentang anggota DPR, DPRD dan DPD ke Mahkamah Konstitusi. Dan Juni tahun lalu, MK manyatakan kalau pemohon tidak terlalu dalam menyebutkan kerugian yang diderita.
Ini tak menghalangi Atnike Sigiro, Sekretaris Nasional kedua dari Partai SRI untuk tetap aktif berpolitik. Atnike sendiri menggambarkan dirinya sebagai ‘orang biasa yang berpartai’.
Lantas bagaimana pandangan Atnike soal hasil Pemilu Legislatif tahun ini? Berikut wawancara Wimar Witoelar dalam Perspektif Baru yang disiarkan KBR68H.
Berdasarkan hasil quick count pemilihan umum (Pemilu) legislatif, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menduduki peringkat pertama namun hasil sementara menunjukkan pemilih PDIP tidak menacapai 35%. Tentu hal ini akan berdampak pada nama-nama pencalonan presiden. Bagaimana menurut Anda?
“Berdasarkan pengalaman hasil Pemilu atau pemerintahan yang terdahulu, tentu kita berharap memiliki sebuah pemerintahan yang kuat, baik eksekutif maupun legislatif. Pemerintahan yang kuat akan mengarahkan kepada pemerintahan, pembangunan, dan kebijakan yang lebih baik dan konsisten. Dalam arti bila sedang ada masalah maka berani untuk bertindak dan menyelesaikan masalah, dan kalau ingin membangun sesuatu pembangunan dilakukan dengan serius. Dengan begitu kita bisa mencapai hasil yang diinginkan. Tidak seperti yang terjadi saat ini, hasil dari dua periode pemerintahan hanyalah sebuah kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahan. Kekecewaan tersebut tercermin dari rendahnya perolehan suara Partai Demokrat tahun ini.”
“Dalam kasus Jokowi, tentu banyak masyarakat berharap PDIP akan mendapatkan suara yang besar. Secara pribadi saya merasa senang tidak ada satu partai pun yang memenangkan Pemilu secara mutlak termasuk PDIP. Dengan begitu sedikit banyak PDIP sedang mendapat hukuman. Seperti saya katakan sebelumnya, jika ingin memiliki pemerintahan yang efektif tidak cukup dengan memiliki presiden yang baik atau kabinet yang kuat, tetapi juga parlemen yang cukup kuat dan visi konkret.”
Apakah parlemen yang kuat harus dari gabungan beberapa partai?
“Tidak juga, satu partai cukup jika ada kekuatan dominan dalam hal positif dan memiliki visi. Seperti yang kita ketahui, dalam Pemilu legislatif PDIP bukan mempromosikan bahwa mereka memiliki caleg yang berkualitas, melainkan jika masyarakat memilih PDIP maka Jokowi akan menjadi presiden.”
“Mereka tidak mengatakan, “Kami mempunyai Caleg yang baik untuk dipilih yang dapat membawa legislator yang baik pula ke dalam parlemen. Kita akan memiliki pemerintahan lebih baik untuk negara ini.” Menurut saya akan terjadi kekacauan jika PDIP dapat 35% suara atau lebih, kemudian Jokowi dengan mudah memenangkan pemilihan presiden dalam satu putaran karena memiliki popularitas yang sangat hebat, tetapi kita tidak punya kekuatan yang bisa mengimbanginya di DPR.”
Apakah sama mengerikannya bila Jokowi menjadi presiden dengan Prabowo menjadi presiden?
“Saya pribadi belum dapat memberikan penilaian terhadap hal tersebut. Namun perlu saya menekankan bahwa saya belum mendukung Prabowo ataupun Jokowi.”
Apakah dengan kata lain Anda mendukung Aburizal Bakrie?
“Saya belum menentukan pilihan apakah akan mendukung satu individu sebagai presiden. Terdapat kemungkinan bila masyarakat atau bahkan saya sendiri masih terjebak pada satu figur terdahulu. Masih banyak masyarakat yang percaya dengan pemerintahan yang tegas akan memberikan perubahan terhadap bangsa ini.”
Mengapa Anda belum menentukkan pilihan?
“Anda selalu mengatakan bahwa saya adalah orang biasa. Saya memang orang biasa tetapi saya orang biasa yang berpartai. Jadi buat saya ketika mendukung satu kandidat presiden, ada dua alasan yang menyertai. Pertama karena pemilih menyukai sosok calon secara individu dan kedua karena terlibat secara politik dan aktif melakukan mobilisasi propaganda.”
Jadi Anda belum yakin bahwa pilihan yang baru tidak akan membawa masalah baru?
“Ya, dan kalau berbicara mengenai individu, menurut saya, tidak terlalu efektif jika tidak masuk ke dalam tim sukses calon yang dipilih. Masyarakat harus berfikir bahwa setelah memilih kemudian apa channel yang dapat digunakan kalau ingin melanjutkan komunikasi politik dengan Jokowi. Menurut saya, PDIP tidak akan menjadi channel bagi orang biasa seperti saya untuk menyampaikan aspirasi politiknya.”
Apa yang dapat dilakukan untuk melakukan perubahan terhadap budaya atau kerangka partai?
“Koalisi antar partai.”
Kalau bukan dengan koalisi antar partai, adakah hal lain yang dapat dilakukan?
“Kalau tidak melakukan koalisi partai, cara lain yang dapat dilakukan ialah koalisi gerakan sosial. Misalnya, teman-teman di luar partai yang mendukung Jokowi dapat membuat sekretariat nasional atau relawan. Gerakan tersebut merupakan sebuah uji coba yang menarik bagi saya untuk mengetes apakah jika Jokowi terpilih menjadi presiden maka mereka tetap mempunyai suara.”
Itu bagus sekali, inspirasional.
“Tetapi jika Jokowi terpilih, apakah mereka memiliki respresentasi politik dihadapan Jokowi. Itu karena nanti suara yang didengar saat pemilihan susunan kabinet hanyalah yang memiliki akses langsung seperti PDIP atau partai yang berkoalisi dengan PDIP.”
Apakah mungkin akan terbentuk sekretariat bersama yang anggotanya bukan dari partai tertentu?
“Mungkin saja kalau untuk Jokowi. Seperti yang sudah terjadi, keunggulan Jokowi dalam pemilihan gubernur karena didukung oleh besarnya jumlah relawan. Jika Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden, barangkali akan tetap mendapat dukungan dari para relawan di luar anggota PDIP.”
Apakah jika Anda menjadi ketua sekretariat bersama dan suara Anda lebih didengar dari Megawati maka otomatis Anda sudah mendapatkan akses?
“Sampai saat ini saya belum melihat ada aktor di luar partai yang dapat menentukkan kemana Jokowi akan melangkah. Misalnya, seperti apa wakil presiden yang diingini oleh Jokowi, lalu seperti apa wakil presiden yang diingini oleh PDIP, dan seperti apa wakil presiden yang diingini oleh masyarakat di luar partai. Hal ini merupakan tantangan bagi Jokowi, apakah betul Jokowi dapat konsisten dengan suara orang-orang non partai, yang dalam hal ini merupakan pendukung utama beliau dan menjadi pendukung PDIP pada Pileg kemarin.”
Bagaimana peta koalisi saat ini?
“Saya belum mendapatkan gambaran mengenai peta koalisi karena proses ini terjadi secara tertutup di belakang layar. Namun salah satu tanda yang terlihat saat ini seperti sebelum Pileg, Jokowo banyak dimunculkan di Metro TV. Tanda-tanda lain belum ada yang terlihat. Menurut saya, Partai Nasdem melakukan itu bukan mengarah ke koalisi melainkan memperoleh kemanangan.”
Apakah kalau begitu secara individu dapat dikatakan Prabowo memenangkan pemilihan?
“Sulit untuk dijelaskan. Jika berdasarkan ukuran persentase suara, maka PDIP jelas lebih unggul. Tetapi jika diukur dari peningkatan suara yang diperoleh Prabowo sedikit memukul hati nurani publik karena tidak sedikit masyarakat dengan gencar berkata bahwa Prabowo pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).”
Sedangkan yang ingin ditegakkan adalah HAM.
“Iya.”
Ibarat seseorang yang sudah diikat dengan batu saat mengikuti balapan tetapi masih bisa menjadi juara tiga.
“Ada kemungkinan isu tersebut bukan menjadi isu yang relevan bagi para masyarakat yang terlibat dalam Pemilu.”
Apa yang menyebab masyarakat menjadi apatis, apakah itu karena kurang perhatian, kurang informasi, atau kurang pengetahuan?
“Kurang pengetahuan. Sebenarnya begini, dengan kemenangan partai-partai yang relatif memiliki kedekatan politik dengan Orde Baru, kita bisa melihat Indonesia belum secara sungguh-sungguh merefleksikan Orde Baru sebagai masalah sejarah. Jadi kalau pertanyaannya, apakah masyarakat tidak tahu atau kurang peduli, maka jawabannya bisa jadi adalah kedua hal tersebut. Pemilih saat ini mayoritas merupakan generasi muda, generasi ketika 1998 masih berusia di bawah lima tahun (Balita) atau bahkan baru lahir. Jadi mereka sama sekali tidak memiliki pengetahuan.”
Dan mereka tidak bisa membayangkan betapa kejamnya pelanggaran Hak Asasi Manusia.
“Ya. Jadi pertama, bagaimana mungkin kita bisa berdialog mengenai pelangaran HAM yang terjadi sedangkan generasi muda sekarang tidak dapat membayangkannya. Kedua, menurut saya tidak peduli bukan berarti tidak memiliki hari nurani. Ketidakpedulian tersebut kemungkinan karena di Indonesia terdapat banyak masalah lain yang tidak kalah pentingnya bagi sebagian pihak dan masalah tersebut seakan-akan tidak bersinggungan dengan HAM. Beberapa orang mendefinisikan pelanggaran HAM ketika seseorang diculik atau dibunuh.”
Dengan permasalahan yang ada, masyarakat jadi mendahulukan penyelesaian masalah kemacetan Jakarta dan banjir.
“Saya pribadi tetap percaya kalau Indonesia mau menjadi lebih baik, seorang pemimpin harus berani mengutarakan nilai-nilai yang dianggap benar. Meski hal tersebut masih belum bisa diterima oleh pemilih, tetap harus disuarakan.”
Apakah tindak kejahatan di masa lalu sudah tidak dianggap penting saat ini?
“Kalau membandingkan pelanggaran HAM yang terjadi, kejahatan NAZI di Jerman pada 1940-an sampai saat ini masih terus dikejar. Jadi tidak ada yang namanya kadaluarsa kejahatan karena akibat dari pelanggaran HAM yang dirasakan oleh Indonesia pada Orde Baru berdampak meluas. Sayangnya mayoritas masyarakat saat ini tidak tahu dan sebagian tidak peduli karena tidak mau terjebak oleh masalah masa lalu.”
Mengenai kasus korupsi, apakah korupsi dapat dikatakan sebagai salah satu pelanggaran HAM?
“Korupsi hubungannya di sistem hukum. Kita bandingkan kasus korupsi dan pelanggaran HAM. Kalau KPK memanggil dan menangkap paksa tersangka koruptor, kemudian terbukti polisi ikut terlibat maka semua pihak yang mendukung akan ditangkap. Sedangkan ketika Komnas HAM membuat sebuah tim pencari fakta atas kasus pelanggaran HAM, kemudian mereka memanggil pihak-pihak yang diduga. Namun kalau pihak tersebut tidak hadir ke Komnas HAM maka polisi dan pengadilan tidak akan menangkap pihak tersebut. Padahal Komnas HAM mempunyai kekuatan untuk memaksa. Dari sini terlihat bahwa pemberantasan korupsi lebih dipriotitaskan daripada menyelesaikan pelanggaran HAM. Orang lupa, kita dengan mudah mengatakan A melakukan korupsi karena adanya kebebasan yang hanya bisa diperoleh ketika otoritanisme tumbang, freedom of expression. Seandainya Indonesia masih dipimpin oleh pemimpin yang otoriter, kita tidak bisa dengan mudahnya menunjuk pelaku korupsi dan mengeluh atas masalah yang dihadapi seperti macet dan banjir. Tidak ada ruang kebebasan untuk masyarakat.”
“Kebebasan inilah yang harus kita jaga dan yang saya mau pastikan sebagai warga negara. Saya tidak puas dengan hasil Pemilu legislatif dan kemungkinan juga tidak puas dengan hasil pemilihan presiden nanti karena bagaimanapun politik dagang sapi akan terus terjadi. Namun saya hanya ingin memastikan siapa pun yang terpilih sebagai presiden, maka beliau akan tetap memelihara kebebasan dan demokrasi yang didalamnya terdapat HAM.”
Anda mengatakan belum bisa memutuskan akan memilih siapa, lalu kapan Anda akan menentukan pilihan?
“Karena saya berada di luar kekuasan untuk menentukan kandidat, maka yang bisa saya lakukan adalah menilai kandidat-kandidat yang akan muncul nanti.”
Dari ketiga atau keempat orang yang diduga menjadi kandidat presiden, manakah yang menurut Anda less-evil?
“Untuk menjawab pertanyaan ini, jawabannya akan ditentukan juga oleh koalisinya. Kalau koalisi partainya sudah jelas tidak akan menghasilkan apa-apa, tidak akan memberikan ruang kebebasan atau pasangan Wapresnya juga tidak akan memberikan suatu keyakinan buat saya, maka saya harus menyerahkan itu kepada Anda, Wimar Witoelar.”
Perspektif Baru disiarkan di KBR68H setiap hari Minggu pukul 08.30 WIB.