KBR68H, Jakarta - “Boleh jadi rekam jejak seseorang dalam dokumen itu bagus, tapi hati seseorang siapa yang tahu?” kata Hamka Haq, caleg PDIP terpilih, saat ditanya soal orang korup yang bisa terpilih jadi pejabat.
Semua berawal dari Hadi Purnomo. Bekas Ketua BPK ini, pekan lalu, ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK karena diduga korupsi. Hadi menyalahgunakan kewenangannya saat memutus permohonan keberatan pajak BCA. Saat itu, Hadi masih menjabat sebagai Dirjen Pajak. Melihat Hadi Purnomo yang korup pun bisa menadi Ketua BPK, wajar bila kemudian publik mempertanyakan sistem seleksinya.
Lalu bagaimana membuat sistem seleksi yang bisa mencegah kemunculan Hadi-Hadi selanjutnya di BPK, KPK, atau lembaga lain?
Hamka Haq melihat pangkal masalah pada seleksi, yang menurutnya belum membaca mental dan filosofi calon. DPR sebagai penyeleksi calon pejabat harus mencari hal itu. Namun, Hamka dalam talk show Program Pilar Demokrasi KBR68H bilang, “Ini yang sulit dicari oleh DPR. Karena calon kelihatannya bagus-bagus saja. Misalnya agamanya taat.”
Karena itu Hamka mengusulkan tes psikologi bagi calon pejabat. Hamka juga membayangkan uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan sebuah tim independen.
Ronald Rofiandri, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan PSHK, tidak tertarik membicarakan tes psikologi. Tapi Ronald senang dan sependapat dengan ide tim seleksi independen itu. Ia menilai DPR punya keterbatasan waktu dan cara menggali profil calon. Namun, yang jauh lebih penting, “DPR sebagai aktor politik tentu punya pertimbangan dan kalkulasi politik.” Kepentingan politik inilah yang sering membuat seleksi jadi licik, orang korup pun bisa jadi pejabat lagi.
Ronald bilang hitung-hitungan politik ini bisa dilakukan setelah penilaian integritas dan kemampuan calon selesai. Nah, tes integritas dan kemampuan itu menjadi porsi tim independen, bukan politisi. Ronald menggambarkan tim independen yang “Tidak ada interest politik. Parameternya akademik, ilmiah dan bisa diuji.”
Melibatkan tim independen berarti membatasi kewenangan DPR dalam seleksi ini dan itu. Sementara saat ini, jabatan anggota BPK, Komisi Yudisial, dan hakim konstitusi tercatat sebagai beberapa posisi yang diseleksi DPR. Kewenangan ini memang dibolehkan undang-undang. Karenanya Ronald juga berharap ada perubahan di level UU yang akan mengurangi kewenangan DPR ini.
Ronald mengusulkan, jabatan khusus seperti anggota Badan Pengawas Persaingan Usaha harus diseleksi tim independen, dan DPR tinggal mengesahkan. Sementara jabatan birokrasi dan hukum masih boleh melibatkan DPR dengan beberapa catatan. Antara lain, DPR perlu transparan saat seleksi awal, uji kelayakan kepatutan, juga ketika calon terpilih sudah diperoleh.
Ronald pun meminta DPR berhenti membuat lembaga baru yang pejabatnya bakal dipilih oleh DPR juga. Selain itu, DPR harus melepaskan kewenangan seleksi untuk posisi yang rentan seperti hakim. Hal-hal itu perlu dilakukan bersama supaya Hadi-Hadi selanjutnya bisa gagal bahkan saat mendaftar.
Harapan itu dititipkan pada Hamka Haq yang akan duduk di parlemen. Dia sepakat dengan Ronald soal seleksi yang mendalam dan terbuka buat keterlibatan publik. Hamka membayangkan seleksi ke depan bisa membongkar isi kepala calon. Karena, sebagaimana yang Hamka bilang, “pejabat yang rajin sholat, zakat, suka nyumbang, tidak menjadi jaminan.”
Editor: Fuad Bakhtiar
Sulitnya Mencari Pejabat Publik Bebas Korupsi
KBR68H, Jakarta -

BERITA
Rabu, 30 Apr 2014 12:30 WIB


mencari pejabat publik bebas korupsi, seleksi calon pejabat publik, tim independen seleksi pejabat publik
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai