KBR68H, Jakarta – Pergerakan koalisi terus bergeser, sementara pengamat politik keluar dengan perhitungannya masing-masing soal siapa yang akan menggandeng atau digandeng siapa jelang Pemilu Presiden Juli nanti. Para politisi pun sibuk berhitung dengan siapa harus berkoalisi demi menuju kursi kekuasaan.
Sejauh ini baru koalisi PDIP dan NasDem yang terlihat dengan terang benderang untuk Pilpres 2014. Namun koalisi PDIP-PKB, menurut capres dari PDIP Joko Widodo, akan mentok di posisi calon wakil presiden. PKB sendiri menawarkan tiga nama yaitu Rhoma Irama, Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar. Di sisi lain, Gerindra tak ketinggalan membuat pergerakan menggalang koalisi – misalnya dengan PKB, PAN, PKS dan PPP, juga dengan Partai Demokrat.
Bagaimana peneliti LIPI Siti Zuhro melihat pergerakan cepat koalisi ini? Simak perbincangannya dalam Sarapan Pagi hari ini (15/4).
Kalau melihat pergerakan terakhir Jokowi menemui banyak orang yang sudah pasti dengan Nasdem, PKB. Anda melihat komposisi hitungan untung ruginya bagaimana?
“Jadi sebelum menentukan calon harus koalisinya dengan siapa dulu. Kalau lalu pasangan dwi tunggal ditentukan nanti ada partai yang tersinggung, jadi solid dulu dengan siapa saja PDIP. Katakanlah tiga partai penghasil suara terbesar setelah PDIP ya kalau dengan PKB ya PKB berarti, setelah itu dengan Nasdem. Ini yang harus dibangun sebagai satu koalisi yang lebih solid lagi, efektif, ramping, bisa diantisipasi, bisa paralel koalisinya baik di pemerintahan maupun parlemen. Kalau koalisi paralel seperti ini diharapkan nanti konsistensi, bongkar pasang kabinet tidak terjadi. Kalau chemistry sudah nyambung bertiga ini bagus sekali.”
Ke depan kira-kira seperti apa kalau tidak cepat bakal ketinggalan karena waktunya sampai pertengahan Mei. Kira-kira rumusan yang terbayang dari Anda seperti apa?
“Rumusannya ya memang harus belajar dari koalisi yang terbangun lalu sangat gemuk, pelangi, transaksional, sifatnya sumbu pendek sementara. Setelah itu jalan masing masing dan akhirnya juga seperti ini masing-masing, bahkan kita tidak mendengar lagi setgab kemana itu sudah lama. Kita harapkan koalisi yang tidak seperti itu terjadi saat ini, semua partai didorong untuk melakukan satu koalisi yang relatif lebih terhormat. Dengan demikian memang nomor satu chemistry masing-masing nyambung dulu, karena ini Indonesia jadi profesional iya tapi lebih pada personal di pucuk pimpinan itu ketemu.”
“Kalau sudah ketemu di pucuk pimpinannya chemistry nyambung, lalu mendekatkan atau memperpendek perbedaan visi misi programnya. Jangan sampai memperbesar perbedaan, kalau sudah yang intinya ini harus konek dengan tujuan kepentingan nasional kita apa ya sudah mau mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat ya itu mulai di-breakdown bersama.”
Pergerakan dari Golkar dan Gerindra Anda melihat apakah agak lambat dalam mencari mitra?
“Kalau Gerindra sudah selesai ya di internalnya. Maksud saya tidak ada friksi, tidak ada faksi-faksi mengerucut yaitu satu Prabowo definitif. Tapi partai seperti Golkar ini masih harus menanggapi di internalnya, merespon dulu kemungkinan kecenderungan akan muncul capres atau cawapres.”
“Bahkan lebih dari satu kemungkinan Jusuf Kalla yang melesat, bahkan yang terakhir ini ada deklarasi dari cawapres untuk Akbar Tandjung. Berarti diselesaikan dulu internal atau memang mungkin pengalaman pemilu 2004 akan terjadi lagi terhadap Golkar akan melesatnya calon-calon dari kadernya ini. Memang Golkar kelihatannya kubu mayoritasnya tetap pada ARB (Aburizal Bakrie).”
Meski terlihat ada tiga poros kekuatan misalnya PDIP, Golkar, dan Gerindra tapi Demokrat juga mendapat suara tertinggi urutan keempat. Bagaimana Anda melihatnya?
“Kalau Demokrat mungkin tidak akan mencalonkan. Satu konvensinya juga belum selesai, didera kasus-kasus yang lalu itu mungkin sebagai partai penguasa tentunya sorotan itu sangat tajam dan ini tidak menguntungkan kalau dia leading untuk membangun satu koalisi baru.”
“Saya melihatnya justru dia sedang memilih antara Gerindra dan Golkar, tidak tertutup kemungkinan bisa jadi ke Gerindra. Meskipun chemistry lebih nyambung ke Golkar tapi ada perhitungan politik yang mungkin bisa jadi tidak menguntungkan Demokrat. Kelihatannya dengan PAN sudah terjalin komunikasi yang lebih baik Gerindra, Golkaritu mau mengambil siapa lagi kalau PKB condong ke PDIP. Ini akan menjadi satu koalisi yang solid karena basis massanya terukur."
“Katakanlah Nasdem mengambil infrastrukturnya Golkar dengan mendapatkan 5-6 persen. Berarti infrastruktur politiknya diambil sudah, tapi massa cair mereka dibanding dengan PKB yang bisa dimainkan mood politik dari grass root itu antusiasme mereka kembali ke kandang PKB selesai kalau orang-orang muda. Cuma ini semacam kehendak dari pemilih muda kalau mau didengarkan ini jumlahnya besar 53 juta. Kalau mau didengarkan ya kasih kita calon-calon dwi tunggal yang fresh from the oven.”