KBR68H, Jakarta – Indonesia memang tidak sedang dirundung kasus terorisme, tapi ini bukan berarti bibit-bibit terorisme tidak ada di negeri ini. Akhir Maret 2014 lalu, sejumlah ulama Timur Tengah yang tergabung dalam International Conference of Islamic Scholars sampai datang ke sebuah pesantren di Situbondo untuk membahas upaya menekan tumbuhnya radikalisme dan terorisme.
Salah satu tindakan yang dilakukan pemerintah adalah melakukan program deradikalisasi – di mana seseorang yang pernah ditangkap karena kasus terorisme dicoba “dibuka” pikirannya supaya tak lagi bersikap radikal. Ini menjadi tugas BNPT, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang dipimpin Ansyad Mbay. Sampai saat ini, BNPT sudah melakukan program deradikalisasi terhadap 930 orang.
Sejauh apa program ini sudah berjalan? Berikut wawancara Alif Imam dengan Ansyad Mbay yang disiarkan di KBR68H, TV Tempo dan PortalKBR.
Soal deradikalisasi yang dikerjakan juga oleh BNPT. Sebetulnya apa yang kemudian kita bisa sebut bahwa orang ini sudah tidak radikal lagi?
“Terorisme itu motivasinya adalah ideologi dan politik yang sekarang ini marak jadi agenda politik dan ideologi yang mengatasnamakan Islam. Para petugas kita di lapangan waktu itu Satgas Bom sebelum ada Densus, itu selalu mereka menceritakan pengalaman bagaimana susahnya melakukan pemeriksaan interogasi terhadap teroris yang tertangkap tidak satu pun yang mau buka mulut. Di situ kita pelajari dengan anak-anak lapangan itu ini apa ternyata karena militansi mereka tinggi karena didasarkan ideologi radikal yang mereka yakini itu ajaran agama yang satu-satunya benar.”
“Sebagai contoh Pak Benny Mamoto ketika memeriksa kelompoknya Abu Dujana cs itu sambil santai mereka ditanya apa tidak menyesal, ada yang mengatakan berjihad memperjuangkan agama, tapi yang dilakukan justru bertentangan dengan agama seperti membunuh orang, merampok jawabnya tidak menyesal. Bahkan dia balik bertanya apa bapak tidak pernah berpikir suatu saat kita bertukar tempat duduk, saya yang periksa bapak. Begitu radikalnya, dari situ muncul kalau begitu ada upaya dulu untuk menetralisir supaya membuka mulut yaitu membuka ideologi radikalnya ini yaitu deradikalisasi. Sekarang sudah mengglobal, di Arab pun sekarang paling gencar melakukan deradikalisasi. Ini pun tidak mudah awalnya itu dicurigai, bahkan ada buku yang diterbitkan oleh kelompok radikal “Deradikalisasi Untuk Siapa?” macam-macam, deradikalisasi itu dianggap deislamisasi, macam-macam fitnah itu.”
Menurut Anda ini pekerjaan yang tidak mudah?
“Paham dulu apa yang mereka yakini, mengklaim kebenaran beragama hanya kelompoknya yang lain salah. Jadi kita harus berdiskusi memahamkan mereka bahwa ternyata Anda bisa benar tapi bisa juga salah, orang lain yang anggap salah bisa dia yang benar itu tidak ada yang mutlak di dunia ini. Tapi harus lewat juga bahasa agama disitu karena mereka dalilnya dalil agama. Jadi mereka ini yakin merekalah yang paling paham ayat-ayat Al Quran dan hadits itu, saking merasa paham mereka merasa punya otoritas untuk menghakimi orang yang tidak sepaham. Di sini harus betul-betul ada satu dialog yang intens yang tidak bisa dilakukan sembarangan.”
Jadi sebetulnya apa yang kemudian dilakukan untuk membongkar ideologinya?
“Orang ini saking merasa pahamnya doktrin agama itu mereka merasa sebagai representasi Islam yang sekarang ini kita bicarakan walaupun saya tidak mengatakan radikalisme hanya di Islam, semua agama ada. Tapi sekarang yang ngetren ini Al Qaedah kemudian JI merasa sebagai representasi Islam yang sebenarnya menurut Al Quran dan hadits karena mereka merasa paling paham tadi itu.”
Terorisme seperti tidak ada habis-habisnya di negeri ini. Bagaimana ini bisa terjadi?
“Iya bahkan katanya dipelihara negara itu, di parlemen begitu. Terakhir waktu rapat dengan Komisi III ada pertanyaan begitu tapi saya jawab ya vulgar saja. Katanya BNPT ini bubar saja kok teroris ada terus, ya saya tanggapi dari dulu teroris memang begitu mintanya BNPT dibubarkan. Dia marah, saya tidak bilang dia teroris tapi teroris begitu mintanya.”
Kalau melihat kasus 2010-2013 jumlahnya cukup banyak. Kelihatannya proses radikalisasi selama tiga tahun ini jauh lebih cepat daripada proses deradikaliasi ya?
“Bukan jauh lebih cepat. Kalau bilang lebih cepat itu artinya kita mulai dari start yang sama, dia ini sudah puluhan tahun start, deradikalisasi baru mulai sekarang. Bukan artinya kamu mulai radikal kemudian mulai deradikalisasi ya bukan, dia memang sudah ada di sini kita baru mau mulai. Harus mulai langkah-langkah strategis jangka panjang.”
Berarti mesti menjadi kebijakan pemerintah dan intelijen ya?
“Bukan saja pemerintah itu lintas pemerintah terutama dunia Islam. Karena di sini pun begitu karena dari Arab sana begini, sekarang ini dari sana masuknya. Muslim kita seperti NU dan Muhammadiyah prinsipnya moderat semua, tapi masuk sini mengatasnamakan salafi. Itu yang jadi masalah, jadi harus lintas negara. Saya lihat bahkan tahun 2004 sudah ada inisiatif Raja Yordania mengumpulkan semua ulama terkemuka dari lintas mazhab.”
(baca juga: Terorisme, Ujung dari Seluruh Gagasan Radikal)
Kelompok teroris ini sasaran terutama juga karena fatwa ya?
“Iya. Fatwa isinya itu pengkafiran, menurut syaikh yang dari Mesir itu sumbernya dua saja yaitu paham kafir dan tafjir (peledakan bom). Kedua paham jihad itu, jihad hanya diartikan sebagai perang, dalam perang boleh melakukan irhab (teror) bisa membunuh orang padahal dilarang. Jadi dalam deradikalisasi substansinya ya dua itu.”
Ada yang menyebut terorisme ini terkait dengan adanya problem ekonomi yang cukup kuat, betul begitu?
“Iya itu betul tetapi secara internasional itu dari berbagai penelitian bukan faktor tertentu. Ada memang tapi bukan penentu.”
Artinya deradikalisasi tidak terlalu efektif apabila proyeknya memberi bantuan ekonomi eks jihadis?
“Tidak. Itu yang Anda sebut itu jadi residivis tidak kurang apa itu dibantu, itu sebelum ada deradikalisasi. Dari yang saya cerita latar belakang bagaimana mereka supaya mau ngomong, karena mau bawa ke pengadilan harus pakai BAP. Anda lihat Abu Bakar Baasyir di pengadilan saja tidak mau ngomong, model-model begitu. Bagaimana supaya ngomong, belum tahu istilah deradikalisasi anak-anak kita di lapangan itu ya diajak makan sama-sama sambil diperiksa, kalau suka rokok dikasih rokok, Anda lihat tidak ada teroris yang pakai baju tahanan pakai baju koko, dibeliin baju koko.”
Editor: Citra Dyah Prastuti