Bagikan:

Migrant Care: Hak Politik Buruh Migran Tak Boleh Diabaikan

Empat juta buruh migran di luar negeri tak bisa ikut pesta demokrasi.

BERITA

Kamis, 03 Apr 2014 23:44 WIB

Migrant Care: Hak Politik Buruh Migran Tak Boleh Diabaikan

Buruh migran tidak bisa memilih di Pemilu 2014, buruh migran Pemilu 2014

KBR68H, Jakarta – Komnas HAM memastikan empat juta buruh migran di luar negeri tidak masuk Daftar Pemilih Tetap. Ini pun belum termasuk buruh migran tak resmi atau WNI yang bukan TKI. Karena itu Komnas HAM mendorong KPU untuk lebih serius mendata kelompok rentan seperti buruh migran. 


Analis kebiijakan Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan data ini sama dengan yang dilansir Migrant Care sebelumnya. Menurut Wahyu, mereka bahkan sudah menyarankan KPU untuk tidak sekadar menggunakan data lapor dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) tapi juga memasukkan data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Kementerian Tenaga Kerja dan Imigrasi. 


Berikut cuplikan wawancara dengan Wahyu Susilo di program Sarapan Pagi (3/4). 


Apakah ini artinya bahwa terjadi kekacauan data warga negara kita di luar negeri?


“Saya kira soal akurasi data, terutama data mobilitas tenaga kerja kita memang masalah utama. Jadi masalah utama di dalam pemilu kita. Jadi misalnya kemarin di Hong Kong teman-teman PPLN juga bilang pemilihan melalui mekanisme pengiriman surat pos itu juga banyak surat-surat yang dikirimkan ke teman-teman TKI itu balik lagi dan menggunung, itu artinya salah alamat. Jadi selain soal kuantitas tapi juga soal akurasi.” 


Bagaimana dengan kualitas petugas PPLN kita di sana?


“Saya kira Migrant Care tetap memberi apresiasi kepada mereka karena saya kira dengan keterbatasan tenaga mereka masih bisa menjangkau. Tetapi ini harus menjadi pelajaran bagi KPU di pusat bahwa tidak boleh lagi menganggap pemilu di luar negeri itu sekunder, bukan hal yang penting hanya pokoknya jalan saja. Kita tidak boleh mendiskriminasi warga kita di luar negeri, kemudian kebijakannya terlihat diskriminatif sehingga pembentukan Panitia Pemilihan Luar Negeri itu juga ya asal-asalan.”


“Kita juga harus nge-track apakah PPLN itu orang-orang yang benar netral atau mereka tidak terafiliasi dengan partai-partai yang lain. Kalau di dalam negeri KPU, KPUD, PPLN itu seleksi ketat pemilihannya kemudian ada pengawasnya, kalau di luar negeri tidak banyak orang tahu tidak ada pengawas memastikan apakah dia orang-orang netral.” 


Ada yang menyebutkan bahwa KPU atau penyelenggara pemilu untuk tahun ini melanggar hak asasi manusia karena mengabaikan hak pilih sekitar empat juta buruh migran. Apakah ada upaya-upaya hukum untuk memproses pelanggaran HAM ini?


“Saya kira mungkin Komnas HAM bicara dalam kerangka Undang-undang HAM ya dan saya kira apresiasi kalau teman-teman di Komnas HAM memproses itu. Tetapi ini soal pemilu, mungkin juga cara pandang kita itu soal pelanggaran pemilu macam-macam saya kira mekanisme ini tidak boleh saling tumpang tindih. Tapi kita dorong bahwa memang kalau ini berlangsung secara sistematik dan jumlahnya masif saya kira memang ini benar-benar pelanggaran hak politik buruh migran dan ini memang pelanggaran HAM yang saya kira teman-teman Komnas HAM bisa memproses ini.”


(baca juga: Sebagian Besar TKI Di Hongkong Tak Ikut Pemilu)


Apakah teman-teman di Migrant Care sudah punya data dimana warga negara kita paling banyak tidak terdaftar dalam DPT?


“Hampir semua. Misalnya di Malaysia jumlah TKI kita sekitar 2,5 juta atau sampai 3 juta termasuk mereka yang tidak berdokumen, tidak berdokumen di sana bukan berarti di Indonesia mereka tidak punya dokumen artinya mereka tetap punya hak pilih. Tapi DPT yang ada itu hanya sekitar 300 ribu sampai 400 ribu, jadi hampir 2 juta teman-teman TKI di Malaysia itu juga tidak punya hak pilih di Timur Tengah apalagi.”


“Jadi memang hampir semua yang terdaftar di DPT sekarang sebagian besar non TKI karena mereka well-informed, punya akses informasi, mobilitasnya juga mudah. Untuk teman-teman TKI itu izin keluar ke majikan saja sulit apalagi mereka yang jauh dari jangkauan. Jadi memang perlu ada afirmasi politik untuk teman-teman TKI untuk tetap bisa menjalankan hak politiknya. Jadi tidak boleh ada penyamarataan warga negara Indonesia di luar negeri yang asumsi PPLN mereka semua punya kesadaran. Jadi harus ada proses sosialisasi yang lebih khusus kepada teman-teman TKI kita.”    



Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending