KBR68H, Jakarta - Komnas HAM menyimpulkan tidak ada pelanggaran HAM terkait serangkaian aksi kekerasan di Aceh. Ketua Komnas HAM Otto Abdullah mengatakan, kekerasan yang belakangan terjadi di sana adalah pidana biasa. Pihaknya mengumpulkan data di Aceh selama lima hari. Komnas HAM juga telah berkoordinasi dengan Kepolisian, KPU dan Panwaslu setempat, untuk mengantisipasi kekerasan di hari pencoblosan. (Baca: Pembunuh Ketua Partai Aceh Ditangkap, Polisi Pastikan Kasusnya Kriminal)
"Kekerasan antar-partai bisa diselesaikan. Kekerasan antara kader partai dan kelompok milisi bisa diselesaikan. Tapi kalau kasus yang pelakunya orang tidak dikenal, cenderung tidak terselesaikan. (Ada kesimpulan pelanggaran HAM tidak?) Tidak, itu pidana biasa," jelas Otto Abdullah kepada KBR68H, Selasa (1/4) malam.
Ketua Komnas HAM Otto Abdullah menambahkan, selain kekerasan, lembaganya juga mendapati warga negara yang terancam tidak ikut pemilu. Kelompok ini terdapat di Gunung Kong dan Beutong Ateuh. Komnas HAM juga melihat sejumlah lembaga permasyarakatan belum memiliki TPS. Kekerasan jelang Pemilu di Aceh semakin banyak. Hingga saat ini tercatat tujuh kekerasan bermotif politik terjadi di sana. Kekerasan itu melibatkan Partai Aceh, Partai Nasional Aceh dan Partai Nasdem. (Baca: Aktivis: Banyak Caleg Partai Aceh Terang-terangan Ancam Warga)
Sementara itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan kasus kekerasan di Aceh pada Pemilu tahun ini merupakan yang paling banyak terjadi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kepala Bidang Politik Nasional LIPI, Irin Gayatri mengatakan, banyaknya kasus kekerasan dan penembakan di Aceh disebabkan fungsi aparat penegak hukum yang tidak bekerja. Selain itu, program Pemerintah Indonesia pasca konflik seperti pelucutan senjata tidak berjalan.
"Apalagi daerah yang status otonominya baru diperoleh melalui mediasi internasional, seharusnya persoalan security harus menjadi agenda penting. Apalagi ada program DDR (Disarmament, Demobilisation and Reintegrasi) itu tad. karena kan kekecewaan sedikitpun bisa menjadi pemicu kemarahan faktor mobilisasi," ujar Irin saat dihubungi KBR68H.
Kekerasan jelang Pemilu di Aceh semakin banyak. Hingga saat ini tercatat tujuh kekerasan bermotif politik terjadi di sana. Kekerasan itu melibatkan Partai Aceh, Partai Nasional Aceh dan Partai Nasdem. Pasca kejadian itu, Kepolisian meningkatkan penjagaan di sejumlah titik rawan di sana.
Editor: Nanda Hidayat