KBR68H, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengakui ada praktik titip suara dengan alasan adat. Dalam hukum adat, ada ketentuan yang mengatur tentang pemilihan dengan sistem titip suara. Di Bali, sistem itu dikenal dengan nama ikat dan noken di Papua. Praktik adat itu rupanya ditentang oleh sejumlah pihak, seperti Komnas HAM. Menurut Komnas HAM, praktik titip suara bertentangan dengan azas Luber (langsung umum, bebas, rahasia).
Penyelenggara pemilu, baik Badan Pengawas Pemilu Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum KPU, tegas menolak praktik noken atau ikat dengan alasan yang sama dengan komnas HAM.
"Memilih atas asas langsung, umum, bebas, rahasia. Langsung artinya tidak boleh diwakilkan," ujar Koordinator Hukum Bawaslu Bali I Ketut Sunandra dalam program Daerah Bicara KBR68H di Bali. Koordinator Hukum Bawaslu Bali I Ketut Sunandra mengatakan, larangan itu sudah tertuang gamblang dalam Peraturan KPU 26/2013.
Komisi Pemilihan Umum KPU beralasan, penolakan noken dan ikat berlandaskan prinsip satu orang memiliki satu suara dengan nilai yang sama. “Upaya keras kami, bagaimana satu orang satu suara,” tegas Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dalam kesempatan yang sama. KPU mengaku ketegasan soal itu sudah dibuktikan dalam pemilihan umum kepala daerah Provinsi Bali lalu."Di Tabanan, ada TPS yang menggunakan ikat. Kami ulang pemungutan suara di TPS itu," cerita Ketua KPU Bali I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
Adanya peluang penyalahgunaan hukum adat untuk kepentingan lain di luar masalah-masalah adat, mesti diantisipasi. Misalnya untuk mencegah kecurangan dalam pemilu. Pengamat politik Nyoman Subanda menelisik penyebabnya ada pada kuatnya pengaruh adat. “Pengaruh adat itu lebih tinggi daripada negara. Sanksi sosial jauh lebih ditakuti dari negara,” ujarnya. Terlebih, dalam praktiknya, politik mencoba mencari celah sebanyak mungkin untuk memenangkan tujuannya. Ia mengaku ada tokoh adat yang memiliki kedekatan atau afiliasi dengan partai politik dan menggunakan pengaruh-pengaruhnya.
Dalam praktik, kuatnya pengaruh adat bagaimanapun masih terbentengi oleh asas rahasia dalam pemilu. Sebab, di bilik suara, individulah yang ujung-ujungnya menentukan pilihan. Pengamat Politik Nyoman Subanda mengaku, suap pada tokoh adat kerap tidak mempan menghadapi asas tersebut. "Di Singaraja ada satu calon yang memberi perangkat gong pada tokoh di situ, yang berpengaruh di adat, di suatu banjar. Tapi caleg itu hanya mendapat 14% suara, besoknya diambil gongnya," ujarnya yang disambut dengan tawa.
Netral atau tidaknya institusi adat ada di tangan para tokohnya. "Saya tidak sependapat kalau semua dosa dialamatkan pada adat. Kontribusi adat luar biasa dalam menyukseskan pemilu. Tapi, adat juga berpotensi kalau disalahgunakan. The man behind the gun, siapa orangnya?” kata Ketua KPU Bali I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
Editor: Fuad Bakhtiar
Hukum Adat Berpotensi Disalahgunakan Dalam Pemilu
KBR68H, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengakui ada praktik titip suara dengan alasan adat. Dalam hukum adat, ada ketentuan yang mengatur tentang pemilihan dengan sistem titip suara.

BERITA
Kamis, 10 Apr 2014 13:37 WIB


hukum adat, noken dan ikat, penyalahgunaan hukum adat, sistem noken dalam pemilu
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai