Bagikan:

Bupati Bojonegoro: Berkat Embung, Kebahagiaan Rakyat Saya Meningkat

Program yang dibantu penuh oleh warganya.

BERITA

Kamis, 24 Apr 2014 12:28 WIB

Author

Arin Swandari

Bupati Bojonegoro: Berkat Embung, Kebahagiaan Rakyat Saya Meningkat

Bojonegoro, Suyoto, embung, kekeringan

KBR68H, Jakarta – Sampai 2018 nanti, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, akan membangun 1.000 embung atau waduk kecil di 28 kecamatan di wilayahnya. Program ini diharapkan bisa mengurangi dampak kekeringan yang setiap tahun melanda daerah ini. Pemkab setempat mengaku program ini tak sulit dilaksanakan sepanjang tersedia tanah yang dibutuhkan. 


Bagaimana kelanjutan program embung di Bojonegoro? Lantas program pembangunan apalagi yang disiapkan oleh bupatinya yang kental nuansa toleransi, Suyoto? 


Simak wawancara Arin Swandari dengan Bupati Suyoto soal Bojonegoro yang disiarkan di program Sarapan Bersama di KBR68H, TV Tempo dan PortalKBR.


Sekarang berapa jumlahnya dari rencana seribu embung?


“Sekarang kira-kira baru dua ratusan. Sebenarnya istilah seribu itu bukan seribu, lebih dari seribu pun tidak apa-apa itu hanya menunjukkan jumlahnya banyak.” 


Apa perubahan yang dirasakan dengan embung-embung tadi?


“Kebahagiaan rakyat saya sebagian meningkat.” 


Seperti apa gambarannya?


“Misalnya embung itu sebenarnya tidak untuk menyelesaikan banjir. Tapi embung ini tadinya adalah niat utamanya untuk membantu rakyat saya yang kekeringan. Karena Bojonegoro itu ada dua problem besar dalam hal pengelolaan air, kalau musim hujan harus menampung 15 kabupaten, air dari 15 kabupaten itu masuk ke Bojonegoro maka banjir. Kalau musim kemarau itu kering, bahkan dalam hitungan saya lima tahun yang lalu itu hampir 159 dusun yang kekeringan, di Bojonegoro ada sekitar 1.200 dusun.”


“Dusun-dusun yang kekeringan ini kalau waktunya kekeringan pemerintah kirim air, pemkab kirim air, partai politik juga pasang-pasang bendera. Tibalah suatu saat saya ke satu dusun yang kekeringan, saya sedih sekali melihat rakyat saya rebutan air. Saya coba pikul air yang dia pakai itu, istri saya juga coba pikul rasanya berat. Saya menangis. Lalu saya berpikir apa ya yang bisa menolong rakyat ini supaya jangan kemudian dia nanti kesulitan air lagi.”


“Bayangkan akibat dari kesulitan ini mohon maaf ibu-ibu bayangkan kalau lagi menstruasi, kemudian kalau pas melahirkan tidak ada air. Kemudian kalau toh ada air dia harus gunakan dulu untuk sapinya, maaf orang mau keramas mandi wajib saja susah. Lalu bagaimana caranya suatu saat saya tanya, diskusi macam-macam, tanya teman saya yang insinyur lalu tiba-tiba terpikir bersama kenapa tidak kita tampung saja air hujan di musim hujan.”


“Akhirnya kita hitung-hitung coba berapa bikin satu embung itu, ada satu dusun namanya Sumber Wungu itu dusun yang saya datangi. Di Dusun Sumber Wungu itu kita hitung jumlah penduduknya ada 573 kira-kira, lalu sapinya kita hitung ada sekitar 400 karena kebutuhan sapi dengan kebutuhan manusia itu hampir sama. Setelah kita hitung-hitung kemudian kita bikin kalkulasi seandainya ini tidak hujan dalam waktu lima bulan, lalu per orang memerlukan 40 liter air berapa yang diperlukan. Ketemu kira-kira 4.500 kubik, lalu kita hitung kalau begitu berapa embung yang diperlukan.”


Kabarnya warga sendiri yang menyediakan tanah untuk pembangunan embung-embung ini. Artinya pemerintah di sana tidak perlu melakukan pembebasan tanah?


“Saya tanya pada rakyat di situ kalau misalnya saya bikinkan embung ada tidak tanahnya, mereka bilang ada di depan mesjid. Akhirnya mereka sediakan tanah dan waktu itu saya dapat bantuan  CSR karena ini adalah prototype yang pertama kita bikin, ternyata bagus. Lalu kita bikin lagi di sebelah selatan, kebetulan dinas pengairan saya punya alat berat. Lebih murah lagi karena alat sendiri, dikelola sendiri mungkin habis Rp 39 juta kira-kira satu embungnya.”


(baca juga: Kekeringan, Dinas Pertanian Jatim Siapkan Bantuan Benih dan Pompa Air


“Akhirnya saya putuskan beli tujuh alat berat tahun berikutnya, dari situ berkembang pemkab belum pernah beli tanah, tanahnya disediakan oleh rakyat. Mengapa, karena menyaksikan kasus Sumber Wungu tadi yang kita rayakan keberhasilan pertama begitu musim hujan. Karena itu rakyat berlomba-lomba meminta dibangunkan embung, jadi pendekatannya saya balik yang butuh siapa jangan sampai yang butuh cuma pemerintah. Bahkan kalau itu dibangun proyek kita tulisi “embung ini dibangun dengan X rupiah dari pajak yang Anda bayar.” 


Bagaimana dengan program paving di jalanan? 


“Paving itu sangat cocok untuk lingkungan di Bojonegoro yang tanahnya gerak, hujan terus banjir, kuat. Dari sisi ekonomi itu cocok karena bisa dibikin di Bojonegoro, bayangkan sama-sama belanja Rp 50 miliar kalau saya bangun dengan aspal mungkin tidak ada mata rantai bisnisnya. Tapi dengan sama Rp 50 miliar bisa 5 ribu tenaga kerja. Pabriknya sekarang ada 7-9 pabrik baru di Bojonegoro, pasir-pasir Bojonegoro menjadi berharga, batunya juga berharga. Kemudian dari sisi leadership karena kami mencanangkan pembangunan berkelanjutan itu harus ada transformasi leadership, melahirkan kepemimpinan di desa. Karena kami cuma ngedrop paving yang memasang, mengatur, memelihara itu masyarakat. Tadinya kalau ada jalan rusak selalu protes ke pemerintah, sekarang gantian kok rusak saya tanya kapan diperbaiki. Karena ini menjadi milik bersama dan tidak kalah pentingnya adalah melahirkan kebahagiaan.”


Kabarnya di bawah kantor Anda juga ada cadangan minyak yang akan segera dieksplorasi oleh perusahaan asing PetroChina. Tidak khawatir nanti akan ada dampak kerusakan lingkungan karena eksplorasi itu?


“Tadinya banyak yang ragu nanti tambah susah. Kita bilang bahwa oke tergantung kita bahwa minyak harus dikelola, harus dieksploitasi untuk kesejahteraan bersama. Maka selain Indonesia berkepentingan karena itu akan membantu mengurangi impor minyak, namun Bojonegoro juga berkepentingan. Pertama kita ingin juga mau menjadikan itu momentum untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Bojonegoro. Namun kami punya garis tegas, yaitu jangan sampai terulang pengalaman tempat lain yaitu ketika minyak dikelola kemudian terjadi kerusakan lingkungan, tidak melibatkan sisi sosial dan itu berbahaya.”


(baca juga: Dianggap Hambat Blok Cepu, SBY Bakal Panggil Pemkab Bojonegoro


Agak susah untuk bisa keluar dari kerusakan lingkungan, apa yang sudah Anda pikirkan untuk itu?


“Saya belajar dari pengalaman apa yang disebut dengan kutukan sumber daya alam. Dimana sumber daya alam itu kalau dieksploitasi tidak diinvestasikan untuk sesuatu yang berkelanjutan akan terjadi kutukan dalam jangka panjang. Karena itulah kemudian pertama kita semua membuat konsensus dimana kawasan-kawasan yang boleh dikembangkan dan bagaimana caranya supaya tidak merusak.”


“Maka perkantoran,tempat eksploitasi kita atur di tempat-tempat yang memungkinkan. Itu bagian dari bagaimana kita keluar dari jebakan sumber daya alam tadi itu supaya minyak ke depan membawa berkah. Bahkan minyak ini ketika kami eksploitasi pendapatannya pun sudah kami atur, tidak boleh semua dihabiskan. Untuk mentransformasikan ini kita bikin dokumen politiknya yang namanya Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Bojonegoro.”


“Kita menemukan istilahnya adalah enam pilar pembangunan berkelanjutan yaitu pilar ekonomi, lingkungan hidup, modal sosial, bagaimana fiskal supaya Bojonegoro ke depan walaupun minyak habis tapi pemda tidak kehabisan uang. Bayangkan belum dapat uang saya sudah bikin perda, nanti bank lokal saya Bank BPR ini akan kita kasih Rp 400 miliar, Bank UMKM Jatim kita akan kasih Rp 100 miliar dalam empat tahun ke depan. Duitnya belum diterima, itu ancang-ancang kalau duit minyak itu akan kita terima.”


Supaya tidak jadi bancakan, maka dibuat kavlingnya masing-masing? 


“Persis supaya kita jangan berpikir kondangan atau pesta pora. Dulu Bojonegoro menjadi penghutang terbesar di Bank Jatim, sekarang pemilik saham keempat Bank Jatim.”


Editor: Citra Dyah Prastuti            


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending