KBR68H, Jakarta – Tahun ini Bogor pasang target bebas imigran. Kantor Keimigrasian Bogor sudah memindahkan 275 imigran sejak Juli 2013 – mereka berasal dari Afganistan, Irak, Iran, Bangladesh dan Pakistan. Para imigran itu dipindahkan karena dianggap sering menimbulkan kericuhan di lingkungan tempat mereka tinggal. Ratusan imigran itu kebanyakan tinggal di wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Megamendung, Cisarua, Ciawi, Caringin, Cijeruk, Sukaraja, dan Cibinong.
Tapi menurut peneliti Human Rights Watch Andreas Harsono, ini adalah sebuah kebijakan yang kacau. Kenapa?
Simak perbincangan dengan Andreas Harsono di Sarapan Pagi hari Kamis (17/4).
Apa alasannya?
“Karena kalau mereka ditangkap itu dasar hukumnya apa. Mereka tidak berbuat kejahatan, bahwa tuduhan kawin kontrak dan seterusnya tentu ada tetapi lagi-lagi bukan banyak ya selalu dicitrakan hal-hal yang jelek untuk melakukan sebuah tindakan. Tapi ada salah kaprah terhadap mereka ini kalau di Puncak Bogor itu disebut kampung Arab padahal sebetulnya paling banyak orang Afghanistan, Pakistan, Iran.”
Jadi lebih didasarkan pada sentimen saja ya terhadap mereka sehingga ada kebijakan untuk mengusir?
“Iya dan kalau diusir ditangkap itu akan ditempatkan yang disebut Rumah Tahanan Imigrasi. Itu sudah over crowded sekarang ini sampai satu kamar ditempati 25 orang semua campur, mau ditaruh dimana lagi dan secara hukum internasional Indonesia seharusnya melindungi orang-orang ini.”
“Tetapi yang dilakukan yang sudah ditahan ada yang mati dibunuh, dipukuli di Pontianak. Hampir semuanya diperas di dalam rumah-rumah tahanan imigrasi, kalau diperlakukan begitu lagi kita makin tidak manusiawi terhadap orang-orang yang di negaranya sendiri malang mereka ini lari. Kemudian yang menarik sekitar sepertiga dari mereka termasuk kategori anak-anak, umurnya di bawah 18 tahun. Kenapa anak-anak karena orang tua mereka tidak punya uang yang tua lari dari Afghanistan atau Pakistan, kemudian mereka kirim uang kepada anak laki-laki mereka yang paling besar untuk lari ke Australia sambil menunggu ya mereka tinggal di Puncak.”
Memperbaiki kehidupan ya?
“Iya tiap hari mati dibunuh. Kebanyakan yang kami wawancara orang tuanya entah dua-duanya atau salah satu mati dibunuh Taliban.”
PBB mengakui adanya imigran dan ada aturan perlindungan terhadap imigran. Bagaimana sebetulnya negara-negara yang jadi tempat penampungan atau persinggahan para imigran ini mestinya memperlakukan berdasarkan aturan internasional?
“Harusnya Indonesia ini memiliki Undang-undang migran dan pencari suaka. Jadi ada dua kategori, pencari suaka itu alasan politik kalau migran alasan yang lain. Indonesia tidak punya Undang-undang migran dan pencari suaka. Indonesia juga tidak menandatangani konvensi pengungsi yang ada dipakai Undang-undang imigrasi biasa, sehingga mereka dianggpa overstay ditangkap dan ditaruh di Rumah Tahanan Imigrasi.”
Lalu dinyatakan sebagai imigran gelap?
“Iya Indonesia secara hukum internasional salah. Apalagi kemudian memberikan kampanye mereka ini melakukan kejahatan, kawin kontrak, dan seterusnya ya ada tapi sangat sedikit jumlahnya.”
Kalau melihat dari latar belakang negara-negara dari mana mereka berasal ada Afghanistan, Iran, Irak yang sedang konflik. Mereka kemungkinan menghindar dari konflik yang ada di daerahnya
“Yang menarik buat kita adalah yang dari Afghanistan dan Pakistan ini kebanyakan orang Syiah Hazara. Sedangkan yang dari Iran itu kebanyakan orang suni dan orang Kristen ini mereka menghindar karena sektarianisme di negara mereka.”
Indonesia menjadi kawasan terakhir sebelum mereka pindah ke Australia sementara kita tahu Australia sekarang menerapkan kebijakan yang cukup ketat untuk urusan itu. Kira-kira imbal seperti apa yang mesti dilakukan Indonesia untuk bisa bersikap terhadap mereka? apakah harus ada juga peran negara memfasilitasi mereka untuk bisa pergi ke Australia atau bagaimana?
“Ada dua negara. Australia menjadi sasaran mereka karena dianggap negara yang sejahtera, melindungi hak asasi manusia. Indonesia itu bukan sasaran mereka karena tahu di sini orang Ahmadiyah, syiah itu dimusuhi jadi mereka hanya sementara di sini sifatnya. Kalau yang harus dilakukan Indonesia apa ya pertama harus menandatangani konvensi pengungsi sehingga standar perlakuan terhadap mereka itu memenuhi standar internasional.”
“Itu tidak gampang, tugas DPR adalah menandatangani konvensi itu terus membuat Undang-undang yang sesuai konvensi. Tugas media adalah melawan propaganda negatif yang dilakukan pemerintah termasuk Pemerintah Kabupaten Bogor yang melakukan stigmatisasi terhadap mereka. Mereka ini orang yang betul-betul kasihan, diperas sana sini diatur agen-agennya. Naik pesawat dari Kabul sampai ke Jawa sini itu ongkosnya 7 ribu dolar, dari Malaysia terus naik perahu gelap melintasi ke Medan atau Pontianak, dari Pontianak naik bus dan ferry menuju ke Jawa. Di Jawa ini mereka menunggu, menunggu itu antara 1-2 tahun supaya ada kesempatan naik kapal menyeberangi lautan yang berbahaya ke Australia. Semua itu diatur oleh agen-agen dan agen-agen ini ya maaf saja tentu ada kerja sama dengan oknum-oknum aparat keamanan di Indonesia baik militer, polisi, imigrasi maupun Kabupaten Bogor sendiri.”
Daerah biasanya menerjemahkan secara berbeda antara keputusan pemerintah pusat atau karena dari pemerintah pusat tidak ada aturan yang jelas jadi daerah membuat kebijakan sendiri, begitu?
“Iya mereka kalau ditangkap dipindah ke rumah tahanan imigrasi. Rumah tahanannya sudah tidak karu-karuan, terjadi begitu banyak pelanggaran dan terjadi kebal hukum. Petugas-petugas imigrasi yang ada di rumah-rumah tahanan ini memperlakukan tahanan mereka dengan seenaknya. Kasus di Pontianak itu tidak ada lanjutan dari para petugas yang menyiksa.”
Kalau itu diratifikasi ada implikasi anggaran yang harus disediakan Indonesia?
“Tidak banyak. Resmi menurut data UNHCR hanya 10 ribu orang, tidak signifikan. Tetapi yang lebih penting adalah kita sebagai bangsa mau menunjukkan diri sebagai anggota masyarakat internasional yang bermartabat. Indonesia ini tidak dianggap sebagai anggota PBB yang bermartabat kalau memperlakukan pengungsi negara lain.”
Soal anggaran ini sebetulnya tidak perlu dipersoalkan?
“Tidak. Indonesia pernah punya pengalaman baik dengan orang Vietnam, pada tahun 80-an Indonesia menyediakan satu pulau namanya Pulau Galang di Batam untuk para pengungsi Vietnam. Waktu itu perang saudara dan banyak pengungsi dari Vietnam Selatan itu lari, kebanyakan etnis Cina dari Vietnam dan ditampung di Indonesia sebelum diproses ke seluruh dunia. Jadi ini juga bisa dilakukan lagi, Indonesia pernah punya pengalaman budget-nya banyak. “