Bagikan:

Tata Niaga Amburadul, Buah Impor Lebih Mudah Dicari daripada Buah Lokal

Upaya pemerintah membatasi buah impor menyebabkan buah nusantara kembali dilirik untuk memenuhi kebutuhan pasar.

BERITA

Selasa, 16 Apr 2013 07:35 WIB

Author

Doddy Rosadi

Tata Niaga Amburadul, Buah Impor Lebih Mudah Dicari daripada Buah Lokal

buah lokal, buah impor, tata niaga

Upaya pemerintah membatasi buah impor menyebabkan buah nusantara kembali dilirik untuk memenuhi kebutuhan pasar. Saat ini buah yang jarang muncul, seperti kokosan dan sawo manila, kini muncul di pasar. Hanya saja pasokan buah Nusantara kurang memadai sehingga harganya tinggi. Kenapa pamor buah lokal kalah dibandingkan buah impor? Simak perbincangan KBR68H dengan Ketua Departemen Penataan Produksi dan Usaha Tani Aliansi Petani Indonesia Muhammad Rifai

Buah impor pamornya seringkali lebih menarik daripada buah lokal. Ini apakah karena tampilannya yang kurang menarik kemudian juga ukurannya lebih kecil sehingga buah lokal pamornya lebih rendah?

Saya melihatnya bukan faktor dominan bukan terletak pada ukuran atau warna. Tapi lebih terletak pada mengenai mekanisme tata niaga keseluruhan di Indonesia.

Apakah tata niaganya yang menyebabkan buah dan sayuran lokal ini terperosok?
 
Iya. Saya masih meyakini konsumen sebenarnya sedang mencari, tapi kemudian yang mendapatkan tempat di pasar-pasar buah-buah impor. Misalnya Apel Malang, sebenarnya banyak yang mencari Apel Malang, kalau kita mencari Apel Malang di Jakarta setengah mati mencarinya tapi adanya Apel Washington, Apel New Zealand. Tapi kenapa harga Apel Malang dengan Apel Washington itu berbeda jauh lebih murah Apel Washington. Tata niaga ini yang menyebabkan harga lebih membuat petani kalah bersaing di pasar-pasar reguler. Kemudian ada Jeruk Mandarin mengalahkan Jeruk Pontianak, Jeruk Bali, Jeruk Medan. Sebenarnya total produksi kita tidak harus menuntut kita impor, besar sekali produksi kita itu hampir 1,3 juta ton jeruk itu.

Jadi bagaimana menaikan pamor ini? apakah dengan mengubah tata niaga?

Satu memang impor ini yang membikin kacau semua.

Tapi memang produksi dalam negeri tidak cukup memenuhi kebutuhan lokal?

Bukan tidak mencukupi. Tapi tata niaganya bagaimana sistem distribusinya, kemudian infrastruktur misalnya kita mau kirim dari Pontianak ke Jakarta sama saja harganya.

Hambatannya infrastruktur dari desa penghasil buah tersebut yang masih kurang atau banyak kutipan-kutipan di pelabuhan di Indonesia?

Satu memang infrastruktur dari pertanian akses transportasi, kemudian yang jadi faktor kunci kelambanan-kelambangan di pelabuhan sehingga banyak kutipan-kutipan di sana. Kemudian peralatan pendingin dan lainnya, karena buah ini sebenarnya memang durasinya jangka pendek harus cepat laku. Salah satu contoh misalnya saya memfasilitasi Jeruk Bali, kemudian kita dorong lihat di Bali kita fasilitasi di sana banyak aksesnya, bisa sehari di Bali dan itu mudah.

Jadi adanya pungutan, jalur distribusi yang lambat, infrastruktur ini yang membuat buah lokal menjadi mahal?

Iya.

Tapi bisa membuat harga produk lokal lebih rendah tanpa merugikan petani?

Sebenarnya bisa karena memang faktanya yang diuntungkan bukan petani dengan naiknya buah-buah lokal itu. Harga di petani relatif rendah, misalnya kita mau beli dukuh, masih sekarang di tingkat petani harga dukuh Rp 4.500 itu sudah bagus. Tapi kalau kita beli dukuh di Jakarta harganya sekarang Rp 14.000 sampai Rp 15.000. Artinya apa, berarti ada biaya untuk transportasi yang terlalu tinggi, kemudian ada rantai yang terlalu panjang ini yang menyebabkan konsumen membeli dengan harga tinggi di sisi lain petani tidak mendapat premi atau keuntungan yang lebih dari nilai tambah itu.

Bagaimana caranya menaikkan pamor produk lokal?

Satu memang harus pasar yang terkoordinasi antara pusat, kabupaten, desa dimana petani itu harus menjual. Sekarang masalahnya antara kabupaten dengan Kementerian Pertanian dan dinas-dinas terkait saja kita tidak bisa terkontrol berapa produksi kita dan dimana larinya barang, semua jalan sendiri-sendiri. Petani sehingga dimana dia menjual susah, akhirnya tengkulak yang bermain. Artinya harga itu tidak terkontrol oleh sistem rantai yang stabil, rantai itu harus diperpendek. Kedua memang harus ada satu insentif berupa satu pembinaan, kedua insentif keuntungan yang signifikan buat petani sehingga petani punya gairah untuk memproduksi buah-buahan.

Bisa disimpulkan bahwa dengan mengencangkan kran impor hortikultura seperti sayur dan buah sebenarnya tidak cukup apa yang dilakukan pemerintah ya?

Iya tidak cukup kalau tidak diimbangi tata produksi dan tata niaga dalam negeri.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending