Bagikan:

Siswa Masih Alami Diskriminasi, Pemerintah Diminta Bentuk Komnas Disabilitas

Ujian Nasional 2013 penuh karut marut. Hal buruk dialami para siswa disabilitas.

BERITA

Selasa, 16 Apr 2013 09:20 WIB

Author

Doddy Rosadi

Siswa Masih Alami Diskriminasi, Pemerintah Diminta Bentuk Komnas Disabilitas

ujian nasional, disabilitas, komnas disabilitas

Ujian Nasional 2013 penuh karut marut. Hal buruk dialami para siswa disabilitas. Selain tak mendapatkan lembar jawaban dan soal yang dilengkapi huruf braille, para siswa juga tak disediakan sarana untuk menuliskan jawaban soal. Bagaimana evaluasi pelaksanaan Ujian Nasional hari pertama, khususnya terhadap siswa disabilitas? Simak perbincangan KBR68H dengan Juru Bicara Yayasan Mitra Netra Aria Indrawati dalam program Sarapan Pagi.

Catatan yang masuk ke Mitra Netra soal Ujian Nasional terutama bagi siswa-siswa tuna netra ini persoalannya apakah tidak ada huruf Braille saja?

Kalau catatan secara umum antara lain bahwa sebetulnya sebagai siswa warga negara Indonesia tuna netra juga mempunyai hak untuk memilih apakah dia menggunakan soal dalam huruf Braille atau dibacakan saja. Itu sebabnya karena tuna netra punya hak memilih maka negara dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyediakan itu. Dari pengalaman kami selama ini mengamati pelaksanaan Ujian Nasional, pelaksanaan Ujian Nasional ini tidak bisa lepas dari sistem pemerintahan yang kita anut. Ada hal-hal tertentu yang didesentralisasikan oleh kementerian, termasuk dalam hal ini penyediaan soal dalam huruf Braille tersebut.

Jadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini menganggap sok tahu kebutuhan lembar soal di seluruh wilayah Indonesia ya?

Jadi dari pengalaman beberapa tahun lalu ada provinsi Jawa Timur meminta kami mem-braille-kan soal tapi justru provinsi DKI Jakarta tidak. Karena otoritas untuk memutuskan itu ada di tingkat provinsi. Menurut kami sebaiknya itu distandarkan, jadi ada standar minimum dan itu harus di tingkat nasional, harus diperintahkan bahwa kalau ada siswa tuna netra ya disediakan soal dalam huruf Braille.

Artinya jika ada provinsi yang tidak peduli tidak akan ada huruf Braille untuk siswa tuna netra?

Iya betul.

Catatannya terjadi dimana saja?

Tahun ini saya belum mendapat informasi, tapi tahun lalu terjadi di Yogyakarta. Kemudian Jawa Timur membuat Braille lagi, di Medan saya dengar setelah ada masukan dari teman-teman SLB Karya Murni lalu akhirnya Dinas Pendidikan Sumatera Utara menyediakan dalam huruf Braille.

Tahun ini adakah provinsi yang memintakan untuk mem-braille-kan lembar soal kepada Yayasan Mitra Netra?

Tidak ada.

Jadi mereka melengkapi huruf Braille itu dengan cara seperti apa?

Sebetulnya setiap provinsi itu ada Sekolah Luar Biasa yang memiliki mesin cetak untuk mencetak naskah atau buku-buku Braille. Sehingga kalau lembaga pendidikan di tingkat provinsi menjadi tanggung jawab dina pendidikan setempat. Jadi seharusnya kalau dinas pendidikan tahu berapa jumlah siswa tuna netra yang saat ini ikut ujian mereka tinggal order saja ke SLB, mesin cetaknya sudah ada, kertasnya kalau tidak ada bisa order ke kami untuk mensuplai dan itu bisa dikerjakan. Sekarang memang itu belum menjadi bagian dari SOP untuk penyelenggaraan Ujian Nasional. Kalau dinasnya peduli seperti di Jawa Timur itu disediakan, biasanya kalau Jawa Timur sekarang ini ordernya ke SLB di Lawang Malang, seperti di Sumatera Utara order ke SLB Karya Murni. Tapi provinsi-provinsi lain bahkan di DKI Jakarta tidak dilakukan, karena di Mitra Netra ada 2-3 klien kami tingkat SMA tidak ada order mencetak soal dalam huruf Braille.

Ada berapa jumlah siswa tuna netra yang ikut ujian?

Itu juga kami tidak punya catatan karena untuk layanan pendidikan secara langsung hanya DKI Jakarta. Jadi kami tidak punya data yang spesifik tentang hal tersebut.

Dikhawatirkan karena Ujian Nasional ini untuk pencetakan soal untuk huruf latin saja bermasalah, jangan-jangan mereka tidak sempat memikirkan soal dalam huruf Braille?

Bisa jadi. Ini menunjukkan bahwa kepentingan siswa-siswa disabilitas belum built in the system dan ini memang kondisi yang masih terus berulang. Kalau tidak ada affirmative action untuk hal tersebut ya siapapun menterinya akan terus begitu.

Diharapkan affirmative action ini bisa diwujudkan melalui apa?

Kami dari komunitas penyandang disabilitas sekarang ini dalam proses mengusulkan kepada pemerintah melalui Undang-undang Disabilitas yang baru yang sedang kami draft. Agar di Indonesia ada Komnas Disabilitas, karena komisi nasional ini lembaga negara yang sifatnya independen. Kalau sekarang ini saya berbicara kepada teman-teman KBR68H, kepada masyarakat saya atas nama Yayasan Mitra Netra itu warga masyarakat biasa jadi tidak terlalu didengar. Tapi kalau suatu hari nanti Komnas Disabilitas itu ada berbicara dan ini lembaga negara, sama seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan itu lembaga negara yang independen yang setara dengan pemerintah. Sehingga ketika berbicara punya bargaining position, kami berharap itu salah satu langkah afirmatif dari komunitas disabilitas. Setelah itu kami mendorong pemerintah untuk melakukan langkah-langkah afirmatif yang lebih jelas, dalam membangun sistem pendidikan inklusif. Termasuk bagaimana prosedur Ujian Nasional, bagaimana prosedur penerimaan siswa baru, dan seterusnya.

Kalau desakan membuat Komnas Penyandang Disabilitas ini sudah didesakan dari tahun lalu. Perkembangannya siapa pejabat yang merespon mau memberikan dukungan?

Sampai hari ini memang belum ada. Jadi kemarin kami masih sebatas wacana, sekarang lebih kami konkretkan karena sekarang kami punya momentum untuk men-draft Undang-undang Disabilitas yang baru sebagai pelaksanaan dari Konvensi PBB tentang hak-hak penyandang disabilitas yang sudah pemerintah Indonesia ratifikasi. Kami jadi punya momentum untuk memasukkan ketentuan tersebut ke dalam Undang-undang Disabilitas yang baru. Beberapa minggu terakhir ini memang Kementerian Sosial memfasilitasi kami untuk men-draft Rancangan Undang-undang tersebut. Memang ketika masuk ke poin menuliskan bab tentang disabilitas ini ada rejection dari Kementerian Sosial yang kemarin diwakili biro hukum mereka. Kalau bisa tidak usah, lembaga yang ada saja sekarang diaktifkan, dihidupkan, mereka membenturkan ide tersebut dengan rencana Kementerian Keuangan untuk melakukan perampingan pada tingkat kementerian maupun lembaga-lembaga negara tentu saja kami merespon itu dengan sangat keras.  

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending