Bagikan:

Narapidana Perlu Pendampingan Agama untuk Menigkatkan Motivasi

KBR68H, Jakarta - Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan peristiwa pembunuhan 4 tahanan di Penjara Cebongan, Sleman Yogyakarta.Sejumlah napi dan sipir yang ikut menyaksikan peristiwa mencekam tersebut trauma.

BERITA

Kamis, 18 Apr 2013 09:18 WIB

Author

Yudi Rahman

Narapidana Perlu Pendampingan Agama untuk Menigkatkan Motivasi

narapidana, pendampingan agama, lapas cebongan

KBR68H, Jakarta - Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan peristiwa pembunuhan 4 tahanan di Penjara Cebongan, Sleman Yogyakarta. Pelakunya 11 anggota pasukan elite TNI AD, Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Sejumlah napi dan sipir yang ikut menyaksikan peristiwa mencekam tersebut trauma.  Pascaperistiwa tersebut pihak Penjara Cebongan mulai memberikan pendampingan dan bimbingan konseling kepada para napi, terutama tahanan yang melihat langsung insiden  penyerangan  kelompok bersenjata bulan lalu. Tujuannya adalah untuk mengatasi trauma, syok dan ketakutan para napi.

Tak hanya Penjara Cebongan, langkah pendampingan spiritual dari tokoh agama/ulama  kepada para napi selalu dihadirkan. Selain membuat mental napi kuat, pendampingan spiritual juga diyakini memberikan motivasi kepada  napi agar dapat hidup lebih baik . Nah, seperti apa proses pendampingan spiritual kepada tahanan ini dalam diskusi yang dipandu penyiar Melly Chintya dan Novriantoni Kahar? Perbincangan ini juga menghadirkan narasumber Anton Medan, Ketua Umum Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) sekaligus Ketua Yayasan Atthayibiin dan Ali Aranoval, Direktur Centre for Detention Studies.

Dalam perbincangan itu bekas narapidana yang juga tokoh agama Anton Medan berpendapat, perbaikan mental narapidana tergantung dari pribadi narapidana itu sendiri. Selain itu, sikap pembinaan dari petugas narapidana juga memiliki peran dalam mengubah perilaku penghuni lembaga pemasyarakatan,

“Penjara hanya mampu membatasi fisik kita. Tetapi tidak mampu membatasi pikiran kita. Peran tokoh spiritual agama yang banyak memberikan ceramah sering tidak membumi dan memahami masalah narapidana. Sehingga, narapidana hanya menjadikan bimbingan agama sebagai kegiatan biasa tanpa ada konsep perubahan” jelas Anton.

Kata Anton, hak beragama dan mendapatkan ajaran agama dalam lembaga pemasyarakatan dilindungi dan dijamin Undang-Undang. Namun, pencerahan agama yang diberikan haruslah menyentuh sendi dan hati agar mereka berubah. Karena menurut Anto, narapidana tidaklah bodoh dan idiot,

” Materi agama juga tidak konkret, narapidana itu tidak bodoh mereka pintar-pintar. Setiap saya dakwah, tidak mesti pakai bahasa arab, lintas agama ada Kristen dan budha. Kenapa saya lintas agama, saya sebagai juru dakwah saya harus menyatukan mereka dengan nasib yang sama, kalau soal keyakinan islam yang paling baik. Jadi saya memotivasi mereka, kita semua saudara di dalam. Siapa yang mau masuk ke penjara, saya kira tidak ada yang mau,” kaya Anton.

Ali Aranoval, Direktur Centre for Detention Studies berpendapat Pendidikan agama di dalam LP sangat penting karena kebebasan beragama di dalam penjara harus dijamin negara. Penerapannya pun berbeda untuk masyarakat di dalam lembaga pemasyarakatan,

“ Bagaimana orang beragama dalam konteks bebas, tetapi bagi orang-orang terpenjara dalam konteks ham jadi beda treatmennya agama untuk orang di penjara dan di luar penjara. Secara UU tentang HAM tertulis seperti itu. Termasuk soal penjara ini, negara secara umum menghormati dan ada di UU pemasyarakatan, pemenuhan hak warga negara Bagaimana orang berubah? Ya orang itu sendiri, petugas itu tidak memiliki kemampuan tetapi orangnya sendiri,” ucap Ali.

Menurut Ali, sistem dan petugas sampai saat ini belum mampu mengubah karakter perubahan penghuni narapidana.” Perubahan harus dari diri narapidana sendiri. Prosentasenya 50% dari diri sendiri dan 50% lagi dari lingkungan lembaga pemasyarakatan. Meskipun sudah dijamin negara, namun personal sendiri yang bisa mengubah diri sendiri,” tambah Ali.

Pendampingan agama sangat penting, namun dari MUI dan lembaga dakwah materinya sangat normatif.  Kata Anton Medan penghuni narapidana itu membutuhkan pemikiran dan ajakan perubahan yang dekat dengan sifat dan kepribadiannya.” Ada ustad bilang, kalian jangan mabuk. Mereka balikin, emangnya ustads pernah mabuk. Mereka ingin motivasi, saya bersyukur saat saya dakwah di LP saya usahakan berdakwah lintas agama. Sebagai juru dakwah saya harus berusaha bagaimana menyatukan mereka dalam nasib yang sama. Saya memotivasi semua bersaudara, siapa yang mau masuk ke penjara, hidup tidak boleh ke penjara dan rumah sakit, meskipun kita kaya raya. Kalau masuk penjara, status sosialnya hilang,” ujar Anton yang mengenyam pendidikan agama di Persis, NU dan Muhammadiyah.

Sistem Pemasyarakatan Lemah

Penerapan sistem dalam lembaga pemasyarakatan juga dinilai lemah. Pola-pola sistem pembentukan karakter penghuni lembaga pemasyarakatan sering tak berjalan efektif karena petugas yang terbatas dan lahan yang sempit. Menurut Anton Medan, dakwah universal dan toleransi  menjadi kunci utama pendidikan agama di LP “Semua orang di lembaga pemasyarakatan semua sama rata. Saya berusaha membangun keyakinan itu agar tidak semua penghuni lembaga pemasyarakatan mendapatkan pencerahan,” ungkapnya.

“Kapasitas SDM Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, kita lihat Kalapas sendiri hanya meluluskan 65 orang. Mereka berusaha tetapi persoalannya dana yang turun sangat tidak memungkinkan” tambah Anton soal kelemahan pembinaan lembaga pemasyarakatan.

Namun menurut Ali Arranoval, Direktur Centre for Detention  negara belum ideal memberikan pemenuhan kebutuhan pencerahan agama kepada penghuni lembaga pemasyarakatan,” Negara belum bisa memenuhi akibatnya anggaran terpangkas, itu bukan masalah besar kalau dalam konteks beragama ada sistem yang harus mereka buat. Saya fikir harus ada sistem yang harus dibangun di LP. Misalnya saat masuk ada masa orientasi, orang harus diberikan penilaian awal mengenai pemahaman agamanya seperti apa, semua aspek pembinaan harus diberikan dari awal. Harus dicari model pembinaan yang cocok untuk orang ini,” katanya.

Kata Ali, selama ini lembaga pemasyarakatan tidak mampu dan hanya membuka pintu kepada pihak ketiga untuk memberikan pelayanan keagamaan, “Itulah mereka tidak melakukan tetapi membuka pintu kepada pihak ketiga untuk memberikan layanan keagamaan mereka hanya menyediakan pintu, itulah kelemahannya. Seharusnya tidak hanya menyiapkan tetapi juga harus memenuhi,” tutupnya.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending