Dalam rentang waktu dekat ini sering sekali kita mendengar berbagai potret buram dalam pelayanan publik khususnya pelayanan kesehatan. Potret buram pelayanan kesehatan menjadi perhatian mengingat hal tersebut berkaitan dengan nyawa manusia. Berbagai kasus penolakan oleh rumah sakit hingga menyebabkan korban jiwa sungguh merupakan hal yang memilukan.
Unit layanan sebagai pemberi layanan belum tentu merupakan pihak yang paling bertanggung jawab. Sesungguhnya edukasi mengenai pelayanan kesehatan berjenjang (puskesmas, rumah sakit, rumah sakit rujukan) yang selama ini tidak berjalan efektif pun mempunyai andil besar. Seharusnya masyarakat berobat terlebih dahulu ke puskesmas untuk kemudian mendapatkan rujukan ke rumah sakit jika sakitnya parah. Hal ini yang kemudian memunculkan kondisi “rumah sakit penuh”.
Selain itu ketiadaan standar pelayanan dan mekanisme pengaduan yang partisipatif pun menjadi salah satu penyebab buramnya praktek pelayanan kesehatan di Indonesia. Padahal ruang keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dijamin oleh UU no. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Melihat realitas tersebut, Direktur Investigasi dari Indonesia Procurement Watch (IPW) Hayie Muhammad menilai selama ini berbagai kebijakan publik khususnya yang berhubungan dengan layanan kesehatan tidak didukung oleh aparatur pemerintahan sehingga program tersebut tidak berjalan maksimal. Dia mencontohkan kebijakan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dari Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
“Kebijakannya sudah ok, dananya sudah ok dan DPRD nya juga ok namun nkebijakan KJS masih terbentur oleh kesiapan aparatur pemerintah dan minimnya sosialisasi.” Kata Hayie.
Hayie menambahkan, gelontoran dana untuk Puskesmas malah tidak dapat mengubah citra puskesmas menjadi pusat kesehatan yang mumpuni bagi masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Yunior Adi Nange dari Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat- PIAR NTT juga mengamininya. Menurutnya, Jakarta sebagai barometer pelayanan kesehatan publik sudah cukup merepresentasikan karut marutnya pelayanan kesehatan di Indonesia.
Kata dia, dalam setahun ini ada dua kasus penelantaran dan penolakan pasien yang dilakukan oleh pihak RSUD Kupang yang notabene menjadi rumahsakit rujukan bagi masyarakat di NTT.
Kondisi mengkhawatirkan tersebut ditengarai karena tidak adanya standar operasi yang jelas dari pihak rumah sakit. Hla tersebut diutarakan oleh Darius B. Daton, Pelaksana Ketua Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Timur. Menurutnya, tidak ada satupun rumahsakit di daerahnya yang punya standar operasi pelayanan sehingga banyak warga pasien yang terbengkalai. Oleh karena itu dia menyarankan masyarakat untuk mengadu ke Ombudsman bila ada pihak rumahsakit yang lali dalam menangani pasien.
Masalah standar operasi pelayanan ternyata tidak hanya terjadi di daerah. Bahkan menurut Hayie, masalah serupa terjadi di ibu kota.
“Dari catatan saya hanya ada satu rumah sakit yang memberikan standar pelayanan yang baik.” Kata Hayie.
Dia enggan menyebutkan rumah sakit tersebut. Namun demikian, standar operasai pelayanan sangat penting supaya pasien dan rumah sakit tahu hak dan kewajiban masing-masing.
Karut Marut Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Dalam rentang waktu dekat ini sering sekali kita mendengar berbagai potret buram dalam pelayanan publik khususnya pelayanan kesehatan.

BERITA
Selasa, 09 Apr 2013 09:04 WIB


pelayanan, kesehatan
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai