Bagikan:

Jangan Jadikan Artis Sebagai Pajangan di Gedung DPR

KBR68H, Jakarta - Anda kenal nama-nama ini, Anang Hermansyah, Gisel Idol, Ridho Rhoma, Mat Solar, Ricky Subagja? Kemungkinan nanti Anda bisa melihatnya di Gedung Wakil Rakyat.

BERITA

Kamis, 25 Apr 2013 09:19 WIB

Author

Doddy Rosadi

Jangan Jadikan Artis Sebagai Pajangan di Gedung DPR

caleg, artis, parpol KPU Pusat, Perludem

KBR68H, Jakarta - Anda kenal nama-nama ini, Anang Hermansyah, Gisel Idol, Ridho Rhoma, Mat Solar, Ricky Subagja? Kemungkinan nanti Anda bisa melihatnya di Gedung Wakil Rakyat. Sejumlah parpol mengajukan nama sejumlah artis dan pesohor ke KPU Pusat. Mengapa parpol memilih selebritis dan seperti apa evaluasinya pada periode lalu? Simak perbincangan KBR68H dengan Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dalam program Sarapan Pagi.

Bagaimana anda menanggapi nama-nama caleg yang diajukan partai politik ke KPU?

Sebab partainya ada 44, dengan 6 partai lokal di Aceh, 38 nasional. Calon per partai boleh 120 persen dari jumlah kursi yang ditawarkan di dapil, membuat publik bingung. Jangankan pemilih yang bersentuhan dengan politik, saya saja yang bekerja bingung memilih siapa. Akhirnya ini kecenderungan daripada kita tidak pilih siapa-siapa, kita pilih yang kenal atau pilih yang kita suka partai politiknya dari nomor satu atau nomor dua dari partai karena dianggap partai menempatkan orang terbaik pada posisi itu. Sekarang ini itu sah-sah saja untuk 2014 tapi tidak akan seefektif 2009, karena partai kita berkurang drastis dari 38 hanya tinggal 12 partai tingkat nasional, di Aceh hanya tinggal 3 partai lokal. Jadi peluang masyarakat untuk mengenal calon, apalagi sekarang sudah dimulai riuh rendahnya pemilu bisa jadi magnet artis akan drastis berkurang di mata masyarakat kita.

Belajar dari pengalaman di pemilu 2004 atau 2009 partai-partai punya banyak calon pesohor yang lolos ke Senayan. Anda melihat kontribusi mereka terhadap demokrasi kita atau memperjuangkan kepentingan rakyat bagaimana?

Tidak sopan juga kalau saya bilang nyaris tidak terdengar. Karena ada artis yang menyelamatkan image itu walaupun fenomena ini juga terjadi di kalangan anggota DPR yang berbasis pengusaha atau lainnya. Tapi ada sosok seperti Rieke Dyah Pitaloka, Wanda Hamidah, Dedi Gumelar yang mampu mematahkan stigma bahwa artis jauh dari kompetensi. Harus diingat para artis yang saya sebut tadi adalah orang yang memulai karir politik terlebih dahulu, tidak ujug-ujug ke parlemen. Kita lihat tahun 2009 Wanda Hamidah sempat gagal di 2004, Rieke juga berkarir dulu di PDIP. Tidak ada mekanisme yang instan yang mereka berikan sehingga yang kita kenal bukan sekali jadi, tapi sosok yang dibentuk terlebih dahulu. Yang mengkhawatirkan langsung mendapat free ticket ke Senayan, makanya kita sering ada lucu-lucuan kalau ditanya soal ini jawabnya B. Tantangan partai jangan berhenti mencalonkan, mereka akan dinilai masyarakat, merekalah citra dan wajah partai. Kita tidak mau artis hanya pajangan di parlemen, karena kita akhirnya menertawakan partai yang mencalonkan mereka, ketua umumnya juga. Percayalah ada kondisi yang berbeda antara 2009 dan 2014.
 
Kalau untuk pencalonan para artis mereka juga dapat nomor seksi yaitu 1-4, sementara kabarnya bahwa untuk mendapat nomor –nomor ini tergantung besarnya setoran ke partai. Apakah selain untuk mendulang suara tapi mereka juga dijadikan pundi-pundi oleh partai?


Saya lihat ada simbiosis mutualisme. Kalau artis misalnya ditempatkan di dapil yang kita sebut kering bisa jadi tanpa dibayarpun partai mau menempatkan mereka. Misalnya di daerah-daerah yang bukan basis mereka, mereka dianggap mesin suara jadi tanpa mengeluarkan uangpun istilahnya partai tidak akan rugi karena ada suara yang mereka raup. Tapi kalau yang di dapil-dapil yang selama ini mereka dapat suara signifikan mereka tidak berani tempatkan artis di situ, pasti menempatkan kader-kader terbaik. Contoh Ketua Bapilu PPP Fernita Darwis itu dipasang di daerah yang memang basisnya PPP, mereka tidak mau main-main dengan daerah basisnya. Tapi kita harus elaborasi lagi coba pendapilan artis itu kalau kita amati di daerah-daerah basis partai atau bukan. Contoh lagi Nurul Arifin dia wajar dicalonkan kembali, di Komisi II bisa dibilang dia salah satu perempuan paling konsisten dan dapilnya yang memang dia kelola sejak lima tahun lalu. Ini yang menarik bisa jadi catatan kita apakah ada motivasi uang ataukah sebagai mesin suara, bisa juga dilihat dimana dia ditempatkan. 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending